UU RI-ttg ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
Pambuko
Sungguh panjang penantian Masyarakat penganut Agama Kepercayaan kepada Tuhan yang maha Esa untuk di akui sebagai warga negara, baru sekarang merasakan kelegaan akhirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia mengakui kami sebagai penduduknya. Wis suwe di kuyo - kuyo oleh bangsanya sendiri sebagai penduduk asli oleh agama- agama import yang membelenggu Indonesia. perjuangan ini belum berakhir namun sebuah kelegaan sebagai manusia yang memiliki jiwa dan raga dalam membebaskan jiwa untuk memilih pilihan hati sebagai anutan dalam memahami diri sebagai manusia yang percaya marang Gusti Ingkang Akaryo jagad.
Sungguh panjang penantian Masyarakat penganut Agama Kepercayaan kepada Tuhan yang maha Esa untuk di akui sebagai warga negara, baru sekarang merasakan kelegaan akhirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia mengakui kami sebagai penduduknya. Wis suwe di kuyo - kuyo oleh bangsanya sendiri sebagai penduduk asli oleh agama- agama import yang membelenggu Indonesia. perjuangan ini belum berakhir namun sebuah kelegaan sebagai manusia yang memiliki jiwa dan raga dalam membebaskan jiwa untuk memilih pilihan hati sebagai anutan dalam memahami diri sebagai manusia yang percaya marang Gusti Ingkang Akaryo jagad.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006
TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh Penduduk Indonesia yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. bahwa untuk memberikan perlindungan, pengakuan, penentuan status pribadi dan status hukum setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh Penduduk Indonesia dan Warga Negara Indonesia yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, perlu dilakukan pengaturan tentang Administrasi Kependudukan;
c. bahwa pengaturan tentang Administrasi Kependudukan hanya dapat terlaksana apabila didukung oleh pelayanan yang profesional dan peningkatan kesadaran penduduk, termasuk Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri;
d. bahwa peraturan perundang-undangan mengenai Administrasi Kependudukan yang ada tidak sesuai lagi dengan tuntutan pelayanan Administrasi Kependudukan yang tertib dan tidak diskriminatif sehingga diperlukan pengaturan secara menyeluruh untuk menjadi pegangan bags semua penyelenggara negara yang berhubungan dengan kependudukan;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,huruf c, dan huruf d, perlu membentuk undang-undang tentang Administrasi Kependudukan;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), ayat (2) dan ayat (4), Pasal 26, Pasal 28 B ayat (1),Pasal 28 D ayat (4), Pasal 28 E ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 1, Pasal 29 ayat (1),Pasal 34 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019):
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 32);
4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474);
5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan International Convention On The Elimination Of All Forms Of Racial Discrimination 1965 (Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852);
6. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Iembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882);
7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548):
10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4634);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Dalam Undang-Undang ini yang diinaksud dengan:
1. Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.
2. Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
3. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai Warga Negara Indonesia.
4. Orang Asing adalah orang bukan Warga Negara Indonesia.
5. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri.
6. Penyelenggara adalah Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang dalam urusan Administrasi Kependudukan.
7. Instansi Pelaksana adalah perangkat pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan Administrasi Kependudukan.
8. Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran Pend uduk dan Pencatatan Sipil.
9. Data Kependudukan adalah data perseorangan dan/atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
10. Pendaftaran Penduduk adalah pencatatan biodata Penduduk, pencatatan atas pelaporan Peristiwa Kependudukan dan pendataan Penduduk rentan Administrasi Kependudukan serta penerbitan Dokumen Kependudukan berupa kartu identitas atau surat keterangan kependudukan.
11. Peristiwa Kependudukan adalah kejadian yang dialami Penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya meliputi pindah datang, perubahan alamat, serta status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap.
12. Nomor Induk Kependudukan, selanjutnya disingkat NIK, adalah nomor identitas Penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia.
13. Kartu Keluarga, selanjutnya disingkat KK, adalah kartu identitas keluarga yang memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta identitas anggota keluarga.
14. Kartu Tanda Penduduk, selanjutnya disingkat KTP, adalah identitas resmi Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
15. Pencatatan Sipil adalah pencatatan Peristiwa Penting yang dialami oleh seseorang dalam register Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana.
16. Pejabat Pencatatan Sipil adalah pejabat yang melakukan pencatatan Peristiwa Penting yang dialarni seseorang pada Instansi Pelaksana yang pengangkatannya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
17. Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir rnati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan.
18. Izin Tinggal Terbatas adalah izin tinggal yang diberikan kepada Orang Asing untuk tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu yang terbatas sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
19. Izin Tinggal Tetap adalah izin tinggal yang diberikan kepada Orang Asing untuk tinggal rnenetap di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
20. Petugas Registrasi adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas dan tanggung jawab memberikan pelayanan pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting serta pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan di desa/kelurahan.
21. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan, selanjutnya disingkat SIAK, adalah sistem informasi yang memanfaatkan teknologl informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan di tingkat Penyelenggara dan Instansi Pelaksana sebagai satu kesatuan.
22. Data Pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.
23. Kantor Urusan Agama Kecamatan, selanjutnya disingkat KUAKec, adalah satuan kerja yang melaksanakan pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk pada tingkat kecamatan bagi Penduduk yang beragama Islam.
24. Unit Pelaksana Teknis Dinas Instansi Pelaksana, selanjutnya disingkat UPTD Instansi Pelaksana, adalah satuan kerja di tingkat kecamatan yang melaksanakan pelayanan Pencatatan Sipil dengan kewenangan menerbitkan akta.
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK
Pasal 2
Setiap Penduduk mempunyai hak untuk memperoleh:HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK
Pasal 2
a. Dokumen Kependudukan;
b. pelayanan yang sama dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;
c. perlindungan atas Data Pribadi;
d. kepastian hukum atas kepemilikan dokumen;
e. informasi mengenai data hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil atas
dirinya dan/atau keluarganya; dan
f. ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil serta penyalahgunaan Data Pribadi oleh Instansi Pelaksana.
Pasal 3
Setiap Penduduk wajib melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialaminya kepada Instansi Pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
Pasal 4
Warga Negara Indonesia yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialaminya kepada Instansi Pelaksana Pencatatan Sipil negara setempat dan/atau kepada Perwakilan Republik Indonesia dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
BAB III
KEWENANGAN PENYELENGGARA DAN INSTANSI PELAKSANA
Bagian Kesatu
Penyelenggara
Paragraf 1KEWENANGAN PENYELENGGARA DAN INSTANSI PELAKSANA
Bagian Kesatu
Penyelenggara
Pemerintah
Pasal 5
Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan Administrasi
Kependudukan secara nasional, yang dilakukan oleh Menteri dengan kewenangan
meliputi:
a. koordinasi antarinstansi dalam urusan Administrasi Kependudukan;
b. penetapan sistem, pedoman, dan standar pelaksanaan Administrasi Kependudukan;
c. sosialisasi Administrasi Kependudukan;
d. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan Administrasi
Kependudukan;
e. pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala nasional: dan
f. pencetakan, penerbitan, dan distribusi blangko Dokumen Kependudukan.
Paragraf 2
Pemerintah Provinsi
Pasal 6
Pemerintah provinsi berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan
Administrasi Kependudukan, yang dilakukan oleh gubernur dengan kewenangan
rneliputi:
a. koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
b. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan Pendaftaran Penduduk
dan Pencatatan Sipil;
c. pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
d. pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala provinsi: dan
e. koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.
Paragraf 3
Pemerintah Kabupaten/Kota
Pasal 7
(1) Pemerintah kabupaten/kota berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan
urusan Administrasi Kependudukan, yang dilakukan oleh bupati/walikota dengan
kewenangan meliputi:
www.bpkp.go.id
a. koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
b. pembentukan Instansi Pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang Administrasi
Kependudukan;
c. pengaturan teknis penyelenggaraan Administrasi Kependudukan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
d. pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
e. pelaksanaan kegiatan pelayanan rnasyarakat di bidang Administrasi
Kependudukan:
f. penugasan kepada desa untuk menyelenggarakan sebagian urusan Administrasi
Kependudukan berdasarkan asas tugas pembantuan;
g. pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala kabupaten/kota; dan
h. koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Bagian Kedua
Instansi Pelaksana
Pasal 8
(1) Instansi Pelaksana melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan dengan kewajiban yang meliputi:
a. mendaftar Peristiwa Kependudukan dan mencatat Peristiwa Penting;
b. memberikan pelayanan yang sama dan profesional kepada setiap Penduduk atas pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting;
c. menerbitkan Dokumen Kependudukan;
d. mendokumentasikan hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;
e. rnenjamin kerahasiaan dan keamanan data atas Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting; dan
f. melakukan verifikasi dan validasi data dan informasi yang disampaikan oleh Penduduk dalam pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk bagi Penduduk yang beragama Islam pada tingkat kecamatan dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUAKec.
(3) Pelayanan Pencatatan Sipil pada tingkat kecamatan dilakukan oleh UPTD Instansi Pelaksana dengan kewenangan menerbitkan Akta Pencatatan Sipil.
(4) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk persyaratan dan tata cara Pencatatan Peristiwa Penting bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai UPTD Instansi Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan prioritas pembentukannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
(1) Instansi Pelaksana melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan dengan kewenangan yang meliputi:
a. memperoleh keterangan dan data yang benar tentang Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dilaporkan Pend uduk;
b. memperoleh data mengenai Peristiwa Penting yang dialami Penduduk atas dasar putusan atau penetapan pengadilan:
c. memberikan keterangan atas laporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan, dan pembuktian kepada lembaga peradilan: dan
d. mengelola data dan mendayagunakan informasi hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil untuk kepentingan pembangunan.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berlaku juga bagi KUAKec, khususnya untuk pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk bagi Penduduk yang beragama Islam.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mempunyai kewenangan untuk mendapatkan data hasil pencatatan peristiwa perkawinan, perceraian, dan rujuk bagi Penduduk yang beragama Islam dari KUAKec.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Pejabat Pencatatan Sipil mempunyai kewenangan melakukan verifikasi kebenaran data, melakukan pembuktian pencatatan atas nama jabatannya, mencatat data dalam register akta Pencatatan Sipil, menerbitkan kutipan akta Pencatatan Sipil, dan
membuat catatan pinggir pada akta-akta Pencatatan Sipil.
(2) Ketentuan lebih lanjut rnengenai pedoman pengangkatan dan pemberhentian serta tugas pokok Pejabat Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 12
(1) Petugas Registrasi membantu kepala desa atau lurah dan Instansi Pelaksana dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
(2) Petugas Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh bupati/walikota dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pengangkatan dan pemberhentian serta tugas pokok Petugas Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB IV
PENDAFTARAN PENDUDUK
Nomor Induk Kependudukan
Pasal 13
(1) Setiap Penduduk wajib memiliki NIK.
(2) NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku seumur hidup dan selamanya, yang diberikan oleh Pemerintah dan diterbitkan oleh Instansi Pelaksana kepada setiap Penduduk setelah dilakukan pencatatan biodata.
(3) NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam setiap Dokumen Kependudukan dan dijadikan dasar penerbitan paspor, surat izin mengemudi, nomor pokok wajib pajak, polis asuransi, sertifikat hak atas tanah, dan penerbitan dokumen identitas lainnya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata Cara dan ruang lingkup penerbitan dokumen identitas lainnya, serta pencantuman NIK diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendaftaran Peristiwa Kependudukan
Paragraf 1
Perubahan Alamat
Pasal 14Pendaftaran Peristiwa Kependudukan
Paragraf 1
Perubahan Alamat
(1) Dalam hal terjadi perubahan alamat Penduduk, Instansi Pelaksana wajib rnenyelenggarakan penerbitan perubahan dokumen Pendaftaran Penduduk.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan perubahan dokumen Pendaftaran Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Paragraf 2
Pindah Datang Penduduk dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pasal 15
(1) Penduduk Warga Negara Indonesia yang pindah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib melapor kepada Instansi Pelaksana di daerah asal untuk mendapatkan Surat Keterangan Pindah.
(2) Pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah berdomisilinya Penduduk di alamat yang baru untuk waktu lebih dari 1 (satu) tahun atau berdasarkan kebutuhan yang bersangkutan untuk waktu yang kurang dari 1 (satu) tahun.
(3) Berdasarkan Surat Keterangan Pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Penduduk yang bersangkutan wajib melapor kepada Instansi Pelaksana di daerah tujuan untuk penerbitan Surat Keterangan Pindah Datang.
(4) Surat Keterangan Pindah Datang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar perubahan atau penerbitan KK dan KTP bagi Penduduk yang bersangkutan.
Pasal 16
Instansi Pelaksana wajib menyelenggarakan pendaftaran pindah datang Penduduk Warga Negara Indonesia yang bertransmigrasi.
Pasal 17
(1) Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang pindah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib melaporkan rencana kepindahannya kepada Instansi Pelaksana di daerah asal.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Pindah Datang.
(3) Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaporkan kedatangan kepada Instansi Pelaksana di daerah tujuan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
diterbitkan Surat Keterangan Pindah Datang.
(4) Surat Keterangan Pindah Datang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar perubahan atau penerbitan KK, KTP, atau Surat Keterangan Tempat Tinggal bagi Orang Asing yang bersangkutan.
Paragraf 3
Pindah Datang Antarnegara
Pasal 18
(1) Penduduk Warga Negara Indonesia yang pindah ke luar negeri wajib melaporkan rencana kepindahannya kepada Instansi Pelaksana.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri.
(3) Penduduk Warga Negara Indonesia yang telah pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berstatus mene tap di luar negeri wajib melaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak kedatangannya.
Pasal 19
(1) Warga Negara Indonesia yang datang dari luar negeri wajib melaporkan kedatangannya kepada Instansi Pelaksana paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal kedatangan.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri sebagai dasar penerbitan KK dan KTP.
Pasal 20
(1) Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas yang datang dari luar negeri dan Orang Asing yang memiliki izin lainnya yang telah berubah status sebagai pemegang Izin Tinggal Terbatas yang berencana bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib melaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 14
(empat belas) hari sejak diterbitkan Izin Tinggal Terbatas.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Tempat Tinggal.
(3) Masa berlaku Surat Keterangan Tempat Tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan masa berlaku Izin Tinggal Terbatas.
(4) Surat Keterangan Tempat Tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dibawa pada saat berpergian.
Pasal 21
(1) Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas yang telah berubah status menjadi Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap wajib melaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterbitkan Izin Tinggal Tetap.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan KK dan KTP.
Pasal 22
(1) Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas atau Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang akan pindah ke luar negeri wajib melaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum rencana kepindahannya.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana rnelakukan pendaftaran.
Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pendaftaran Peristiwa Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22 diatur dalam Peraturan Presiden.
Paragraf 4
Penduduk Pelintas Batas
Pasal 24
(1) Penduduk Warga Negara Indonesia yang tinggal di perbatasan antarnegara yang bermaksud melintas batas negara diberi buku pas lintas batas oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
(2) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah memperoleh buku pas lintas batas wajib didaftar oleh Instansi Pelaksana.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pendaftaran bagi Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pendataan Penduduk Renton Administrasi Kependudukan
Pasal 25
(1) Instansi Pelaksana wajib melakukan pendataan Penduduk rentan Administrasi
Kependudukan yang meliputi:
a. penduduk korban bencana alam;
b. penduduk korban bencana sosial;
c. orang terlantar; dan
d. komunitas terpencil.
(2) Pendataan Penduduk rentan Administrasi Kependudukan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan huruf b dapat dilakukan di tempat sementara.
(3) Hasil pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar
penerbitan Surat Keterangan Kependudukan untuk Penduduk rentan Administrasi
Kependudukan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pendataan Penduduk rentan diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian Keempat
Pelaporan Penduduk yang Tidak Mampu Mendaftarkan Sendiri
Pasal 26
(1) Penduduk yang tidak mampu rnelaksanakan sendiri pelaporan terhadap Peristiwa Kependudukan yang menyangkut dirinya sendiri dapat dibantu oleh Instansi Pelaksana atau meminta bantuan kepada orang lain.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Presiden.
BAB V
PENCATATAN SIPIL
Bagian Kesatu
PENCATATAN SIPIL
Bagian Kesatu
Pencatatan Kelahiran
Paragraf 1
Pencatatan Kelahiran di Indonesia
Paragraf 1
Pencatatan Kelahiran di Indonesia
Pasal 27
(1) Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
Pasal 28
(1) Pencatatan kelahiran dalam Register Akta Kelahiran dan penerbitan Kutipan Akta Kelahiran terhadap peristiwa kelahiran seseorang yang tidak diketahui asal-usulnya atau keberadaan orang tuanya, didasarkan pada laporan orang yang menemukan dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan dari kepolisian.
(2) Kutipan Akta Kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Pejabat Pencatatan Sipil dan disimpan oleh Instansi Pelaksana.
Paragraf 2
Pencatatan Kelahiran di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pasal 29
(1) Kelahiran Warga Negara Indonesia di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di negara setempat dan dilaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia.
(2) Apabila negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menyelenggarakan pencatatan kelahiran bagi orang asing, pencatatan dilakukan pada Perwakilan Republik Indonesia setempat.
(3) Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencatat peristiwa kela hiran dalam Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
(4) Pencatatan Kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Warga Negara Indonesia yang bersangkutan kembali ke Republik Indonesia.
Paragraf 3
Pencatatan Kelahiran di atas Kapal Laut atau Pesawat Terbang
Pasal 30
(1) Kelahiran Warga Negara Indonesia di atas kapal laut atau pesawat terbang wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat tujuan atau tempat singgah berdasarkan keterangan kelahiran dari nahkoda kapal laut atau kapten pesawat terbang.
(2) Dalam hal tempat tujuan atau tempat singgah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kelahiran dilaporkan kepada Instansi Pelaksana setempat untuk dicatat dalam Register Akta Kelahiran dan diterbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
(3) Dalam hal tempat tujuan atau tempat singgah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kelahiran dilaporkan kepada negara tempat tujuan atau tempat singgah.
(4) Apabila negara tempat tujuan atau tempat singgah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menyelenggarakan pencatatan kelahiran bagi orang asing, pencatatan
dilakukan pada Perwakilan Republik Indonesia setempat.
(5) Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mencatat peristiwa kelahiran dalam Register Akta Kelahiran dan rnenerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
(6) Pencatatan Kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Warga Negara Indonesia yang bersangkutan kembali ke Republik Indonesia.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan rata cara pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 diatur dalam Peraturan Presiden.
Paragraf 4
Pencatatan Kelahiran yang Melampaui Batas Waktu
Pasal 32
(1) Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat.
(2) Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian Kedua
Pencatatan Lahir Mati
Pasal 33Pencatatan Lahir Mati
(1) Setiap lahir mati wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak lahir mati.
(2) Instansi Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rnenerbitkan Surat Keterangan Lahir Mati.
(3) Ketentuan lebih lanj ut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan lahir mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga
Pencatatan Perkawinan
Pencatatan Perkawinan
Paragraf 1
Pencatatan Perkawinan di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Pasal 34Pencatatan Perkawinan di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
(1) Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan
paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil
mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan.
(3) Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing
diberikan kepada suami dan istri.
(4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penduduk yang
beragama Islam kepada KUAKec.
(5) Data hasil pencatatan atas peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan dalam
Pasal 8 ayat (2) wajib disampaikan oleh KUAKec kepada Instansi Pelaksana dalam
waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah pencatatan perkawinan dilaksanakan.
(6) Hasil pencatatan data sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak memerlukan
penerbitan kutipan akta Pencatatan Sipil.
(7) Pada tingkat kecama tan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada
UPTD Instansi Pelaksana.
Pasal 35
Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi:
a. perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan; dan
b. perkawinan Warga Negara Asing yang dilakukan di Indonesia atas permintaan Warga Negara Asing yang bersangkutan.
Pasal 36
Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Perkawinan, pencatatan perkawinan dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan.
Paragraf 2
Pencatatan Perkawinan di luar Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Pasal 37
(1) Perkawinan Warga Negara Indonesia di War wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di negara setempat dan dilaporkan pada Perwakilan Republik Indonesia.
(2) Apabila negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menyelenggarakan pencatatan perkawinan bagi Orang Asing, pencatatan dilakukan pada Perwakilan Republik Indonesia setempat.
(3) Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencatat peristiwa perkawinan dalam Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan.
(4) Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana di tempat tinggalnya paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kernbali ke Indonesia.
Pasal 38
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata Cara pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian Keempat
Pencatatan Pembatalan Perkawinan
Pasal 39
(1) Pembatalan perkawinan wajib dilaporkan oleh Penduduk yang mengalami pembatalan perkawinan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah putusan pengadilan tentang pembatalan perkawinan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Instansi Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencabut Kutipan Akta Perkawinan dari kepemilikan subjek akta dan rnengeluarkan Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan pembatalan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian Kelima
Pencatatan Perceraian
Paragraf 1
Pencatatan Perceraian di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Pasal 40Pencatatan Perceraian
Paragraf 1
Pencatatan Perceraian di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
(1) Perceraian wajib dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana paling Iambat 60 (enam puluh) hari sejak putusan pengadilan tentang perceraian yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Perceraian dan menerbitkan Kutipan Akta Perceraian.
Paragraf 2
Pencatatan Perceraian di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pasal 41
(1) Perceraian Warga Negara Indonesia di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di negara setempat dan dilaporkan pada Perwakilan Republik Indonesia.
(2) Apabila negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menyelenggarakan pencatatan perceraian bagi Orang Asing, pencatatan dilakukan pada Perwakilan Republik Indonesia setempat.
(3) Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencatat peristiwa perceraian dalam Register Akta Perceraian dan rnenerbitkan Kutipan Akta
Perceraian.
(4) Pencatatan perceraian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana di tempat tinggalnya paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke Republik Indonesia.
Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41 diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian Keenam
Pencatatan Pembatalan Perceraian
Pasal 43
(1) Pembatalan perceraian bagi Penduduk wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 60 (enarn puluh) hari setelah putusan pengadilan tentang pembatalan perceraian mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mencabut Kutipan Akta Perceraian dari kepemilikan subjek akta dan mengeluarkan Surat Keterangan Pembatalan Perceraian.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan pembatalan perceraian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Bagian Ketujuh
Pencatatan Kematian
Paragraf 1
Pencatatan Kematian di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pasal 44
(1) Setiap kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kematian dan menerbitkan Kutipan Akta Kematian.
(3) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan keterangan kematian dan pihak yang berwenang.
(4) Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan oleh Pejabat Pencatatan Sipil baru dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan.
(5) Dalam hal terjadi kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya, Instansi Pelaksana melakukan pencatatan kematian berdasarkan keterangan dari kepolisian.
Paragraf 2
Pencatatan Kematian di luar Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Pasal 45
(1) Kematian Warga Negara Indonesia di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili keluarganya kepada
Perwakilan Republik Indonesia dan wajib dicatatkan kepada instansi yang berwenang
di negara setempat paling lambat 7 (tujuh) hari setelah kematian.
(2) Apabila Perwakilan Republik Indonesia mengetahui peristiwa kematian seseorang Warga Negara Indonesia di negara setempat yang tidak dilaporkan dan dicatatkan paling lambat 7 (tujuh) hail sejak diterimanya informasi tersebut, pencatatan kematiannya dilakukan oleh Perwakilan Republik Indonesia.
(3) Dalam hal seseorang Warga Negara Indonesia dinyatakan hilang, pernyataan kematian karma hilang dan pencatatannya dilakukan oleh Instansi Pelaksana di negara setempat.
(4) Dalam hal terjadi kematian seseorang Warga Negara Indonesia yang tidak jelas identitasnya, pernyataan dan pencatatan dilakukan oleh Instansi Pelaksana di negara setempat.
(5) Keterangan pernyalaan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dicatatkan pada Perwakilan Republik Indonesia setempat.
(6) Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi dasar Instansi Pelaksana di Indonesia mencatat peristiwa tersebut dan menjadi bukti di pengadilan sebagai dasar penetapan pengadilan mengenai kematian seseorang.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengcnai persyaratan dan tata cara pencatatan kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dan Pasal 45 diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian Kedelapan
Pencatatan Pengangkatan Anak, Pengakuan Anak,
dan Pengesahan Anak
Paragraf 1
Pencatatan Pengangkatan Anak di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Pasal 47Pencatatan Pengangkatan Anak, Pengakuan Anak,
dan Pengesahan Anak
Paragraf 1
Pencatatan Pengangkatan Anak di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
(1) Pencatatan pengangkatan anak dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan di tempat tinggal pemohon.
(2) Pencatatan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan
oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana yang menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran
paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya salinan penetapan pengadilan
oleh Penduduk.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Pencatatan Sipil
membuat catatan pinggir pada Register Akta Kelahiran dan Kutipan Akta Kelahiran.
Paragraf 2
Pencatatan Pengangkatan Anak Warga Negara Asing
di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 48
(1) Pengangkatan anak warga negara asing yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia
di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib dicatatkan pada instansi
yang berwenang di negara setempat.
(2) Hasil pencatatan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan
kepada Perwakilan Republik Indonesia.
(3) Apabila negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
menyelenggarakan pencatatan Pengangkatan Anak bagi warga negara asing, warga
negara yang bersangkutan melaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia
setempat untuk mendapatkan surat keterangan pengangkatan anak.
(4) Pengangkatan anak warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(3) dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat tinggalnya paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke Republik Indonesia.
(5) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Instansi Pelaksana
mengukuhkan Surat Keterangan Pengangkatan Anak.
Paragraf 3
Pencatatan Pengakuan Anak
Pasal 49
(1) Pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua pada Instansi Pelaksana paling
larnbat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Surat Pengakuan Anak oleh ayah dan
disetujui oleh ibu dari anak yang bersangkutan.
(2) Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi orang
tua yang agamanya tidak membenarkan pengakuan anak yang lahir diluar hubungan
perkawinan yang sah.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil
mencatat pada Register Akta Pengakuan Anak dan menerbitkan Kutipan Akta
Pengakuan Anak.
Paragraf 4
Pencatatan Pengesahan Anak
Pasal 50
(1) Setiap pengesahan anak wajib dilaporkan oleh orang tua kepada Instansi Pelaksana
www.bpkp.go.id
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan
melakukan perkawinan dan mendapatkan akta perkaw(nan.
(2) Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi orang
tua yang agamanya tidak mernbenarkan pengesahan anak yang lahir diluar hubungan
perkawinan yang sah.
(3) Berdasarkan laporan pengesahan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat
Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada Akta Kelahiran.
Pasal 51
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan pengangkatan
anak, pengakuan anak, dan pengesahan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,
Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian Kesembilan
Pencatatan Perubahan Nama dan Perubahan Status Kewarganegaraan
Paragraf 1
Pencatatan Perubahan Narna
Pasal 52
(1) Pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri
tempat pemohon.
(2) Pencatatan perubahan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan
oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana yang rnenerbitkan akta Pencatatan Sipil
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya salinan penetapan pengadilan
negeri oleh Penduduk.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Pencatatan Sipil
membuat catatan pinggir pada register akta Pencatatan Sipil dan kutipan akta
Pencatatan Sipil.
Paragraf 2
Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Pasal 53
(1) Perubahan status kewarganegaraan dari warga negara asing menjadi Warga Negara
Indonesia wajib dilaporkan oleh Penduduk yang bersangkutan kepada Instansi
Pelaksana di tempat peristiwa perubahan status kewarganegaraan paling lambat 60
(enarn puluh) hari sejak berita acara pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia
oleh pejabat.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil
mernbuat catatan pinggir pada register akta Pencatatan Sipil dan kutipan akta
Pencatatan Sipil.
Paragraf 3
Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan dan Warga Negara Indonesia Menjadi Warga Negara Asing di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pasal 54
(1) Perubahan status kewarganegaraan dari Warga Negara Indonesia menjadi warga negara asing di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah
mendapatkan persetujuan dari negara setempat wajib dilaporkan oleh Penduduk yang bersangkutan kepada Perwakilan Republik Indonesia.
(2) Perwakilan Republik Indonesia setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan Surat Keterangan Pelepasan Kewarganegaraan Indonesia.
(3) Pelepasan kewarganegaraan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan oleh Perwakilan Republik Indonesia setempat kepada menteri yang berwenang berdasarkan ketentuan Peraturan Perundangundangan untuk diteruskan kepada Instansi Pelaksana yang menerbitkan akta Pencatatan Slpll yang bersangkutan.
(4) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pejabat Pencatatan Sipil mernbuat catatan pinggir pada register akta Pencatatan Sipil dan kutipan akta Pencatatan Sipil.
Pasal 55
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan perubahan nama dan status kewarganegaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Pasal 53, dan Pasal 54 diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian Kesepuluh
Pencatatan Peristiwa Penting Lainnya
Pasal 56Pencatatan Peristiwa Penting Lainnya
(1) Pencatatan Peristiwa Penting lainnya dilakukan oleh Pejabat Pencatatan Sipil atas
permintaan Penduduk yang bersangkutan setelah adanya penetapan pengadilan negeri
yang lelah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Pencatatan Peristiwa Penting lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya salinan penetapan pengadilan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan Peristiwa
Penting lainnya diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian Kesebelas
Pelaporan Penduduk yang Tidak Mampu Melaporkan Sendiri
Pasal 57
(1) Penduduk yang tidak mampu melaksanakan sendiri pelaporan terhadap Peristiwa
Penting yang menyangkut dirinya sendiri dapat dibantu oleh Instansi Pelaksana atau
meminta bantuan kepada orang lain.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pelaporan Penduduk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.
BAB VI
DATA DAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN
Bagian Kesatu
Data Kependudukan
(1) Data Kependudukan terdiri atas data perseorangan dan/atau data agregat Penduduk.
(2) Data perseorangan meliputi :
a. nomor KK;
b. NIK;
c. nama lengkap:
d. jenis kelamin;
e. tempat lahir;
f. tanggal/bulan/tahun lahir;
g. golongan darah:
h. agama/kepercayaan;
i. status perkawinan;
j. status hubungan dalam keluarga;
k. cacat fisik dan/atau mental;
l. pendidikan terakhir:
m. jenis pekerjaan;
n. NIK ibu kandung;
o. nama ibu kandung;
p. NIK ayah;
q. nama ayah:
r. alamat sebelumnya;
s. alamat sekarang:
t. kepemilikan akta kelahiran/surat kenal lahir;
u. nomor akta kelahiran/nomor surat kenal lahir;
v. kepemilikan akta perkawinan/buku nikah;
w. nomor akta perkawinan/buku nikah;
x. tanggal perkawinan;
y. kepemilikan akta perceraian:
z. nomor akta perceraian/surat cerai;
aa. tanggal perceraian.
(3) Data agregat meliputi himpunan data perseorangan yang berupa data kuantitatif dan
data kualitatif.
Bagian Kedua
Dokumen Kependudukan
Pasal 59
(1) Dokumen Kependudukan meliputi:
a. Biodata Penduduk:
b. KK;
c. KTP;
d. surat keterangan kependudukan: dan
e. Akta Pencatatan Sipil.
(2) Surat keterangan kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
meliputi:
a. Surat Keterangan Pindah:
b. Surat Keterangan Pindah Datang:
c. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri;
d. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri;
e. Surat Keterangan Tempat'1inggal:
f. Surat Keterangan Kelahiran;
g. Surat Keterangan Lahir Mali.
h. Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan;
i. Surat Keterangan Pembatalan Perceraian;
j. Surat Keterangan Kematian;
k. Surat Keterangan Pengangkatan Anak;
l. Surat Keterangan Pelepasan Kewarganegaraan Indonesia;
m. Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas; dan
n. Surat Keterangan Pencatatan Sipil.
(3) Biodata Penduduk, KK, KTP, Surat Keterangan Pindah Penduduk Warga Negara Indonesia antarkabupaten/kota dalam satu provinsi dan antarprovinsi dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Warga Negara Indonesia antarkabupaten/kota dalam satu provinsi dan antarprovinsi dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Orang Asing dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri.
Surat Keterangan Tempat Tinggal untuk Orang Asing Tinggal Terbatas, Surat Keterangan Kelahiran untuk Orang Asing, Surat Keterangan Lahir Mati untuk Orang Asing, Surat Keterangan Kematian untuk Orang Asing, Surat Keterangan Pe mbatalan Perkawinan, Surat Keterangan Pembatalan Perceraian, Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas, diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala Instansi Pelaksana.
(4) Surat Keterangan Pindah Penduduk Warga Negara Indonesia antarkecamatan dalam satu kabupaten/kota, Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Warga Negara Indonesia antarkecamatan dalam satu kabupaten/kota, dapat diterbitkan dan ditandatangani oleh camat atas nama Kepala Instansi
Pelaksana.
(5) Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Warga Negara Indonesia dalam satu desa/kelurahan, Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Warga Negara Indonesia
antardesa/kelurahan dalam satu kecamatan, Surat Keterangan Kelahiran untuk Warga
Negara Indonesia, Surat Keterangan Lahir Mati untuk Warga Negara Indonesia dan
Surat Keterangan Kematian untuk Warga Negara Indonesia, dapat diterbitkan dan
ditandatangani oleh kepala desa/lurah atas nama Kepala Instansi Pelaksana.
(6) Surat Keterangan Pengakuan Anak dan Surat Keterangan Pelepasan
Kewarganegaraan Republik Indonesia, diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala
Perwakilan Republik Indonesia.
Pasal 60
Biodata Penduduk paling sedikit memuat keterangan tentang nama, tempat dan tanggal
lahir, alamat dan jatidiri lainnya secara lengkap, serta perubahan data sehubungan dengan
Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami.
Pasal 61
(1) KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga
dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal Iahir, agama,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga,
kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua.
(2) Keterangan rnengenal kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database Kependudukan.
(3) Nomor KK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk selamanya, kecuali terjadi perubahan kepala keluarga.
(4) KK diterbitkan dan diberikan oleh Instansi Pelaksana kepada Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap.
(5) KK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan salah satu dasar penerbitan KTP.
Pasal 62
(1) Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap hanya diperbolehkan terdaftar dalam 1 (satu) KK.
(2) Perubahan susunan keluarga dalam KK wajib dilaporkan kepada lnstansi Pelaksana selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya perubahan.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan KK.
Pasal 63
(1) Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal
Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin
wajib memiliki KTP.
(2) Orang Asing yang mengikuti status orang tuanya yang memiliki Izin Tinggal Tetap
dan sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun wajib memiliki KTP.
(3) KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku secara nasional.
(4) Penduduk wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku KTP kepada Instansi
Pelaksana apabila masa berlakunya telah berakhir.
(5) Penduduk yang telah memiliki KTP wajib membawa pada saat bepergian.
(6) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya diperbolehkan
memiliki 1 (satu) KTP.
Pasal 64
(1) KTP mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat keterangan tentang NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP, tandatangan pemegang KTP, serta memuat nama dan nomor induk pegawai pejabat yang menandatanganinya.
(2) Keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundangundangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.
(3) Dalam KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan ruang untuk memuat
kode keamanan dan rekaman elektronik pencatatan Peristiwa Penting.
(4) Masa berlaku KTP:
a. untuk Warga Negara Indonesia berlaku selama 5 (lima) tahun:
b. untuk Orang Asing Tinggal Tetap disesuaikan dengan masa berlaku Izin Tinggal
Tetap.
(5) Penduduk yang telah berusia 60 (enam puluh) tahun diberi KTP yang berlaku seumur
hidup.
Pasal 65
Surat Keterangan Kependudukan paling sedikit memuat keterangan tentang nama
lengkap, NIK, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, agama, alamat, Peristiwa
Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh seseorang.
Pasal 66
(1) Akta Pencatatan Sipil terdiri atas:
a. Register Akta Pencatatan Sipil; dan
b. Kutipan Akta Pencatatan Sipil.
(2) Akta Pencatatan Sipil berlaku selamanya.
Pasal 67
(1) Register Akta Pencatatan Sipil memuat seluruh data Peristiwa Penting.
(2) Data Peristiwa Penting yang berasal dari KUAKec diintegrasikan ke dalam database
kependudukan dan tidak diterbitkan Kutipan Akta Pencatatan Sipil.
(3) Register Akta Pencatatan Sipil disimpan dan dirawat oleh Instansi Pelaksana.
(4) Register Akta Pencatatan Sipil memuat:
a. jenis Peristiwa Penting;
b. NIK dan status kewarganegaraan;
c. nama orang yang mengalami Peristiwa Penting;
d. nama dan identitas pelapor;
e. tempat dan tanggal peristiwa;
f. nama dan identitas saksi:
g. tempat dan tanggal dikeluarkannya akta: dan
h. nama dan tanda tangan Pejabat yang berwenang.
Pasal 68
(1) Kutipan Akta Pencatatan Sipil terdiri atas kutipan akta:
a. kelahiran;
b. kematian;
c. perkawinan;
d. perceraian; dan
e. pengakuan anak.
(2) Kutipan Akta Pencatatan Sipil rnemuat:
a. jenis Peristiwa Penting;
b. NIK dan status kewarganegaraan;
c. nama orang yang mengalami Peristiwa Penting;
d. tempat dan tanggal peristiwa;
e. tempat dan tanggal dikeluarkannya akta;
f. nama dan tanda tangan Pejabat yang berwenang; dan
g. pernyataan kesesuaian kutipan tersebut dengan data yang terdapat dalam Register
Akta Pencatatan Sipil.
Pasal 69
(1) lnstansi Pelaksana atau Pejabat yang diberi kewenangan, sesuai tanggung jawabnya,
wajib menerbitkan dokumen Pendaftaran Penduduk sebagai berikut:
a. KK atau KTP paling lambat 14 (empat belas) hari:
b. Surat Keterangan Pindah paling lambat 14 (empat belas) hari;
c. Surat Keterangan Pindah Datang paling lambat 14 (empat belas) hari;
d. Surat Kerangan Pindah ke Luar Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari;
e. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari;
f. Surat Keterangan Tempat Tinggal untuk Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal
Terbatas paling lambat 14 (empat belas) hari;
g. Surat Keterangan Kelahiran paling lambat 14 (empat belas) hari;
h. Surat Keterangan Lahir Mati paling lambat 14 (empat belas) hari;
i. Surat Keterangan Kematian paling lambat 3 (tiga) hari;
j. Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan paling lambat 7 (tujuh) hari; atau
k. Surat Keterangan Pembatalan Perceraian paling lambat 7 (tujuh) hari; sejak
tanggal dipenuhinya sernua persyaratan.
(2) Perwakilan Republik Indonesia wajib menerbitkan Surat Keterangan Kependudukan
sebagai berikut:
a. Surat Keterangan Perceraian paling lambat 7 (tujuh) hari;
b. Surat Keterangan Pengangkatan Anak paling lambat 7 (tujuh) hari; atau
c. Surat Keterangan Pelepasan Kewarganegaraan Indonesia paling lambat 7 (tujuh)
hari; sejak tanggal dipenuhinya semua persyaratan.
(3) Pejabat Pencatatan Sipil dan Pejabat pada Perwakilan Republik Indonesia yang
ditunjuk sebagai pembantu pencatat sipil wajib mencatat pada register akta
Pencatatan Sipil dan menerbitkan kutipan akta Pencatatan Sipil paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal dipenuhinya semua persyaratan.
Pasal 70
(1) Pernbetulan KTP hanya dilakukan untuk KTP yang mengalami kesalahan tulis
redaksional.
(2) Pembetulan KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan atau
tanpa permohonon dari orang yang menjadi subjek KTP.
(3) Pembetulan KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Instansi
Pelaksana.
Pasal 71
(1) Pembelulan akta Pencatatan Sipil hanya dilakukan untuk akta yang mengalami
kesalahan tulis redaksional.
(2) Pembetulan akta Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan atau tanpa permohonan dari orang yang menjadi subjek akta.
(3) Pembetulan akta Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Pejabat Pencatatan Sipil sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 72
(1) Pembatalan akta Pencatatan Sipil dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Berdasarkan putusan pengadilan mengenai pembatalan akta sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada Register Akta
dan mencabut kutipan akta-akta Pencatatan Sipil yang dibatalkan dari kepemilikan
subjek akta.
Pasal 73
Dalam hal wilayah hukum Instansi Pelaksana yang menerbitkan akta berbeda dengan
pengadilan yang memutus pembatalan akta, salinan putusan pengadilan disampaikan
kepada Instansi Pelaksana yang menerbitkan akta Pencatatan Sipil oleh pemohon atau
pengadilan.
www.bpkp.go.id
Pasal 74
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan pembetulan dan
pembatalan Akta Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72
diatur dalam Peraturan Presiden.
Pasal 75
Ketentuan mengenai spesifikasi dan formulasi kalimat dalam Biodata Penduduk, blangko
KK, KTP, Surat Keterangan Kependudukan, Register dan Kutipan Akta Pencatatan Sipil
diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 76
Ketentuan mengenai penerbitan Dokumen Kependudukan bagi petugas rahasia khusus
yang melakukan tugas keamanan negara diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 77
Setiap orang dilarang mengubah, menambah atau mengurangi tanpa hak, isi elemen data
pada Dokumen Kependudukan.
Pasal 78
Ketentuan mengenai pedoman pendokumentasian hasil Pendaftaran Penduduk dan
Pencatatan Sipil diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Perlindungan Data dan Dokumen Kependudukan
Pasal 79
(1) Data dan dokumen kependudukan wajib disimpan dan dilindungi oleh negara.
(2) Menteri sebagai penanggung jawab memberikan hak akses kepada petugas pada
Penyelenggara dan Instansi Pelaksana untuk memasukkan, menyimpan, membaca,
mengubah, meralat dan menghapus, serta mencetak Data, mengkopi Data dan
Dokumen Kependudukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, ruang lingkup, dan tata cara mengenai
pemberian hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
BAB VII
PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL
SAAT NEGARA ATAU SEBAGIAN NEGARA DALAM KEADAAN
DARURAT DAN LUAR BIASA
Pasal 80
(1) Apabila negara atau sebagian negara dinyatakan dalam keadaan darurat dengan
segala tingkatannya berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang- undangan, otoritas
pemerintahan yang menjabat pada saat itu diberi kewenangan membuat surat
keterangan mengenai Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting.
(2) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai dasar penerbitan
Dokumen Kependudukan.
(3) Apabila keadaan sudah dinyatakan pulih, Instansi Pelaksana aktif mendata ulang
dengan melakukan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di tempat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 81
(1) Dalam hal terjadi keadaan luar biasa sebagai akibat bencana alam, Instansi Pelaksana
wajib melakukan pendataan Penduduk bagi pengungsi dan korban bencana alam.
(2) Instansi Pelaksana menerbitkan Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas dan
Surat Keterangan Pencatatan Sipil berdasarkan hasil pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
www.bpkp.go.id
(3) Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas atau Surat Keterangan Pencatatan Sipil
digunakan sebagai tanda bukti diri dan bahan pertimbangan untuk penerbitan
Dokumen Kependudukan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan Surat
Keterangan Pengganti Tanda Identitas dan Surat Keterangan Pencatatan Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB VIII
SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
Pasal 82
(1) Pengelolaan informasi Administrasi Kependud ukan dilakukan oleh Menteri.
(2) Pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui pembangunan Sistem Informasi Administrasi
Kependudukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut rnengenai Sistem informasi Administrasi Kependudukan
dan pengelolaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(4) Pengkajian dan pengembangan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota
(5) Pedoman pengkajian dan pengembangan Sistem Informasi Administrasi
Kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 83
(1) Data Penduduk yang dihasilkan oleh Sistem Informasi Administrasi Kependudukan
dan tersimpan di dalam database kependudukan dimanfaatkan untuk kepentingan
perumusan kebijakan di bidang pemerintahan dan pembangunan.
(2) Pemanfaatan data Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan
izin Penyelenggara.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara mendapatkan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB IX
PERLINDUNGAN DATA PRIBADI PENDUDUK
Pasal 84
(1) Data Pribadi Penduduk yang harus dilindungi memuat:
a. nomor KK;
b. NIK;
c. tanggal/bulan/tahun lahir;
d. keterangan tentang kecacatan fisik dan/atau mental;
e. NIK ibu kandung;
f. NIK ayah;dan
g. beberapa isi catatan Peristiwa Penting.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai beberapa isi catatan Peristiwa Penting sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf g diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 85
(1) Data Pribadi Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 wajib disimpan dan
dilindungi oleh negara.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan dan perlindungan terhadap Data
Pribadi Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
(3) Data Pribadi Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dijaga
kebenarannya dan dilindungi kerahasiaannya oleh Penyelenggara dan Instansi
Pelaksana sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
www.bpkp.go.id
Pasal 86
(1) Menteri sebagai penanggung jawab memberikan hak akses kepada petugas pada
Penyelenggara dan Instansi Pelaksana untuk memasukkan, menyimpan, membaca,
mengubah, meralat dan menghapus, mengkopi Data serta mencetak Data Pribadi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, ruang lingkup, dan tata cara mengenai
pemberian hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 87
(1) Pengguna Data Pribadi Penduduk dapat rnemperoleh dan menggunakan Data Pribadi
dari petugas pada Penyelenggara dan Instansi Pelaksana yang memiliki hak akses.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara untuk memperoleh dan
menggunakan Data Pribadi Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 88
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai
Negeri Sipil yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dalam bidang Administrasi
Kependudukan diberi wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
melaksanakan tugas penyidikan berwenang untuk:
a. menerima laporan atau pengaduan dari orang atau badan hukum tentang adanya
dugaan tindak pidana Administrasi Kependudukan;
b. memeriksa laporan atau keterangan atas adanya dugaan tindak pidana
Administrasi Kependudukan:
c. memanggil orang untuk diminta keterangannya atas adanya dugaan sebagaimana
dimaksud pada huruf b; dan
d. membuat dan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan.
(3) Pengangkatan, mutasi, dan pemberhentian Penyidik Pegawai Negeri Sipil, serta
mekanisme penyidikan dilakukan berdasarkan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 89
(1) Setiap Penduduk dikenai sanksi administratif berupa denda apabila melampaui batas
waktu pelaporan Peristiwa Kependudukan dalam hal:
a. pindah datang bagi Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas atau Orang
Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (3);
b. pindah datang ke luar negeri bagi Penduduk Warga Negara Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3);
c. pindah datang dari luar negeri bagi Penduduk Warga Negara Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1);
d. pindah datang dari luar negeri bagi Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal
Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1):
e. perubahan status Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas menjadi
Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1);
f. pindah ke luar negeri bagi Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas atau
Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap sebagaimana dimaksud dalam
www.bpkp.go.id
Pasal 22 ayat (1);
g. perubahan KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2): atau
h. perpanjangan KTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (4).
(2) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap Penduduk Warga
Negara Indonesia paling banyak Rp.1.000.000.00 (satu juta rupiah) dan Penduduk
Orang Asing paling banyak Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan Benda administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden .
Pasal 90
(1) Setiap Penduduk dikenai sanksi administratif berupa denda apabila melampaui batas
waktu pelaporan Peristiwa Penting dalam hal:
a. kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (4)
atau Pasal 30 ayat (6) atau Pasal 32 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (1):
b. perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) atau Pasal 37 ayat
(4):
c. pembatalan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1);
d. perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) atau Pasal 41 ayat (4);
e. pernbatalan perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1);
f. kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) atau Pasal 45 ayat (1);
g. pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) atau Pasal 48
ayat (4):
h. pengakuan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1):
i. pengesahan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1);
j. perubahan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2);
k. perubahan status kewarganegaraan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 53 ayat (1); atau
l. Peristiwa Penting lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2).
(2) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak
Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan denda administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.
Pasal 91
(1) Setiap Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (5) yang berpergian
tidak membawa KTP dikenakan denda administratif paling banyak Rp.50.000,00
(lima puluh ribu rupiah).
(2) Setiap Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (4) yang berpergian tidak membawa Surat Keterangan Tempat
Tinggal dikenai denda administratif paling banyak Rp.100.000,00 (seratus ribu
rupiah),
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai denda administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.
Pasal 92
(1) Dalam hal Pejabat pada Instansi Pelaksana melakukan tindakan atau sengaja
melakukan tindakan yang memperlambat pengurusan Dokumen Kependudukan
dalam batas waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dikenakan sanksi
berupa Benda paling banyak Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(2) Ketentuan lebih lanjut rnengenai denda administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.
www.bpkp.go.id
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 93
Setiap Penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada
Instansi Pelaksana dalam melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 94
Setiap orang yang tanpa hak dengan sengaja mengubah, menambah, atau mengurangi isi
elemen data pada Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 95
Setiap orang yang tanpa hak mengakses database kependudukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79 ayat (1) dan/atau Pasal 86 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah).
Pasal 96
Setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau
mendistribusikan blangko Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 97
Setiap Penduduk yang dengan sengaja mendaftarkan diri sebagai kepala keluarga atau
anggota keluarga lebih dari satu KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) atau
untuk memiliki KTP lebih dari satu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (6)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.25.000.000.00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 98
(1) Dalam hal pejabat dan petugas pada Penyelenggara dan Instansi Pelaksana
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 atau Pasal 94,
pejabat yang bersangkutan dipidana dengan pidana yang sama ditambah 1/3 (satu
pertiga).
(2) Dalam hal pejabat dan petugas pacla Penyelenggara dan Instansi Pelaksana
membantu melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95, pejabat
yang bersangkutan dipidana sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Pasal 99
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, Pasal 96, dan
Pasal 97 adalah tindak pidana Administrasi Kependudukan.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 100
(1) Semua Dokumen Kependudukan yang telah diterbitkan atau yang telah ada pada saat
Undang-Undang ini diundangkan dinyatakan tetap berlaku menurut Undang-Undang
ini.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk KK dan KTP
sampai dengan batas waktu berlakunya atau diterbitkannya KK dan KTP yang sesuai
dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
www.bpkp.go.id
Pasal 101
Pada saat Undang-Undang ini berlaku:
a. Pemerintah memberikan NIK kepada setiap Penduduk paling lambat 5 (lima) tahun;
b. Semua instansi wajib menjadikan NIK sebagai dasar dalam menerbitkan dokumen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) paling lambat 5 (lima) tahun;
c. KTP seumur hidup yang sudah mempunyai NIK tetap berlaku dan yang belum
mempunyai NIK harus disesuaikan dengan Undang-Undang ini;
d. KTP yang diterbitkan belum mengacu pada Pasal 64 ayat (3) tetap berlaku sampai
dengan batas waktu berakhirnya masa berlaku KTP;
e. Keterangan mengenai alamat, nama dan nomor induk pegawai pejabat dan
penandatanganan oleh pejabat pada KTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat
(1) dihapus setelah database kependudukan nasional terwujud.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 102
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, sernua Peraturan Pelaksanaan yang
berkaitan dengan Adnrinistrasi Kependudukan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum diganti sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Pasal 103
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 1 (satu)
tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 104
Pembentukan UPTD Instansi Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5)
dilakukan paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 105
Dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak diundangkannya Undang-Undang ini, Pemerintah wajib rnenerbitkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang penetapan persyaratan dan tata cara perkawinan bagi para penghayat kepercayaan sebagai dasar diperolehnya kutipan akta perkawinan dan pelayanan pencatatan Peristiwa Penting.
Pasal 106
Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku:
a. Buku Kesatu Bab Kedua Bagian Kedua dan Bab Ketiga Kitab Undang-Undang Hukurn Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie, Staatsblad 1847:23);
b. Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Eropa (Reglement op het Holden der Registers van den Burgerlyken Stand voor Europeanen, Staatsblad 1849:25 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Staatsblad 1946:1361;
c. Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Cina (Bepalingen voor Geheel Indonesie Betreffende het Burgerlijken Handelsrecht van de Chinezean. Staatsblad 1917:129 jo. Staatsblad 1939:288 sebagaimana diubah terakhir dengan Staatsblad 1946:136);
d. Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Indonesia (Reglement op het Holden van de Registers van den Burgerlijeken Stand Door Eenigle Groepen v.d nit tot de Onderhoringer van een Zelfbestuur, behoorende Ind. Bevolking van Java en Madura,Staatsblad 1920:751 jo. Staatsblad 1927:564);
c. Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Kristen Indonesia (Huwelijksordonantie voor Christenen Indonesiers Java, Minahasa en Amboiena, Staatsblad 1933:74 jo. Staatsblad 1936:607 sebagaimana diubah terakhir dengan Staatsblad 1939:288);
f. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1961 tentang Perubahan atau Penambahan Nama Keluarga (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2154); dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 107
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang rnengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2006
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA AD INTERIM REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 124
pada tanggal 29 Desember 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2006
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA AD INTERIM REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 124
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2006
TENTANG
ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
I. UMUM
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-UndangUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2006
TENTANG
ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
I. UMUM
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban untuk
mernberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan
status hukum setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami
oleh Penduduk yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Berbagai Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tegas menjamin hak setiap
Penduduk untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah, mernperoleh status kewarganegaraan, menjamin kebebasan
memeluk agama. dan memilih tempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan rneninggalkannya, serta berhak kembali.
Peristiwa Kependudukan, antara lain perubahan alamat, pindah datang untuk
menetap, tinggal terbatas, serta perubahan status Orang Asing Tinggal Terbatas
menjadi tinggal tetap dan Peristiwa Penting, antara lain kelahiran, lahir mati,
kematian, perkawinan, dan perceraian, termasuk pengangkatan, pengakuan, dan
pengesahan anak, serta perubahan status kewarganegaraan, ganti nama dan Peristiwa
Penting lainnya yang dialami oleh seseorang merupakan kejadian yang harus
dilaporkan karena membawa implikasi perubahan data identitas atau surat keterangan
kependudukan. Untuk itu, setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting
memerlukan bukti yang sah untuk dilakukan pengadministrasian dan pencatatan
sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Dalam pemenuhan hak Penduduk, terutama di bidang Pencatatan Sipil, masih
ditemukan penggolongan Penduduk yang didasarkan pada perlakuan diskriminatif
yang membeda-bedakan suku, keturunan, dan agama sebagaimana diatur dalam
berbagai peraturan produk kolonial Belanda. Penggolongan Penduduk dan pelayanan
diskriminatif yang demikian itu tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kondisi tersebut mengakibatkan
pengadministrasian kependudukan mengalami kendala yang mendasar sebab sumber
Data Kependudukan belum terkoordinasi dan terintegrasi, serta terbatasnya cakupan
pelaporan yang belum terwujud dalam suatu sistem Administrasi Kependudukan
yang utuh dan optimal.
Kondisi sosial dan administratif seperti yang dikemukakan di atas tidak memiliki
sistem database kependudukan yang menunjang pelayanan Administrasi
Kependudukan.
Kondisi itu harus diakhiri dengan pembentukan suatu sistem Administrasi
Kependudukan yang sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
untuk memenuhi tuntutan masyarakat atas pelayanan kependudukan yang
profesional.
Seluruh kondisi tersebut di atas menjadi dasar pertimbangan perlunya
membentuk Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan.
Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan ini memuat pengaturan
dan pembentukan sistem yang rnencerminkan adanya reformasi di bidang
Administrasi Kependudukan. Salah satu hal penting adalah pengaturan mengenai
penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK adalah identitas Penduduk
Indonesia dan merupakan kunci akses dalam melakukan verifikasi dan validasi data
jati diri seseorang guna mendukung pelayanan publik di bidang Administrasi
Kependudukan. Sebagai kunci akses dalam pelayanan kependudukan, NIK
dikembangkan ke arah identifikasi tunggal bagi setiap Penduduk. NIK bersifat unik
atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk
Indonesia dan berkait secara langsung dengan seluruh Dokumen Kependudukan.
Untuk penerbitan NIK, setiap Penduduk wajib mencatatkan biodata Penduduk yang
diawali dengan pengisian formulir biodata Penduduk di desa/kelurahan secara benar.
NIK wajib dicantumkan dalam setiap Dokumen Kependudukan, baik dalam
pelayanan Pendaftaran Penduduk rnaupun Pencatatan Sipil, serta sebagai dasar
penerbitan berbagai dokumen yang ditetapkan berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Pendaftaran Penduduk pada dasarnya menganut stelsel aktif bagi Penduduk.
Pelaksanaan Pendaftaran Penduduk didasarkan pada asas domisili atau tempat tinggal
alas terjadinya Peristiwa Kependudukan yang dialami oleh seseorang dan/atau
keluarganya. Pencatatan Sipil pada dasarnya juga menganut stelsel aktif bagi
Penduduk. Pelaksanaan Pencatatan Sipil didasarkan pada asas Peristiwa, yaitu tempat
dan waktu terjadinya Peristiwa Penting yang dialami oleh dirinya dan/atau
keluarganya.
Administrasi Kependudukan sebagai suatu sistem diharapkan dapat diselenggarakan
sebagai bagian dari penyelenggaraan administrasi negara. Dari sisi kepentingan
Penduduk, Administrasi Kependudukan memberikan pemenuhan hak-hak
administratif, seperti pelayanan publik serta perlindungan yang berkenaan dengan
Dokumen Kependudukan, tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif.
Administrasi Kependudukan diarahkan untuk:
1. memenuhi hak asasi setiap orang di bidang Administrasi Kependudukan tanpa
diskriminasi dengan pelayanan publik yang profesional;
2. meningkatkan kesadaran Penduduk akan kewajibannya untuk berperan serta
dalam pelaksanaan Administrasi Kependudukan;
3. memenuhi data statistik secara nasional mengenai Peristiwa Kependudukan dan
Peristiwa Penting;
4. mendukung perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan secara nasional,
regional, serta lokal; dan
5. mendukung pembangunan sistem Administrasi Kependudukan.
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan berlujuan untuk:
1. memberikan keabsahan identitas dan kepastian hukum atas dokumen Penduduk
untuk setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh
Penduduk;
2. memberikan perlindungan status hak sipil Penduduk;
3. menyediakan data dan informasi kependudukan secara nasional mengenai
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil pada berbagai tingkatan secara akurat,
lengkap, mutakhir, dan mudah diakses sehingga menjadi acuan bagi perumusan
kebijakan dan pembangunan pada umumnya;
4. mewujudkan tertib Administrasi Kependudukan secara nasional dan terpadu; dan
5. menyediakan data Penduduk yang menjadi rujukan dasar bags sektor terkait
dalam penyelenggaraan setiap kegiatan pemerintrhan, pembangunan, dan
kemasyarakatan.
Prinsip-prinsip tersebut di alas menjadi dasar terjaminnya penyelenggaraan
Administrasi Kependudukan sebagaimana yang dikehendaki oleh Undang-Undang ini
melalui penerapan Sistem Inforniasi Administrasi Kependudukan.
Sistem Informasi Administrasi Kependudukan dimaksudkan untuk:
1. terselenggaranya Administrasi Kependudukan dalam skala nasional yang terpadu
dan tertib;
2. terselenggaranya Administrasi Kependudukan yang bersifat universal, permanen,
wajib, dan berkelanjutan;
3. terpenuhinya hak Penduduk di bidang Administrasi Kependudukan dengan
pelayanan yang profesional; dan
4. tersedianya data dan inforrnasi secara nasional mengenai Pendaftaran Penduduk
dan Pencatatan Sipil pada berbagai tingkatan secara akurat, lengkap, mutakhir,
dan mudah diakses sehingga menjadi acuan bagi perumusan kebijakan dan
pembangunan pada umumnya.
Secara keseluruhan, ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi
hak dan kewajiban Penduduk, Penyelenggara dan Instansi Pelaksana, Pendaftaran
Penduduk, Pencatatan Sipil, Data dan Dokumen Kependudukan. Pendaftaran
Penduduk dan Pencatatan Sipil Pada Saat Negara Dalam Keadaan Darurat,
pemberian kepastian hukum, dan perlindungan terhadap Data Pribadi Penduduk.
Untuk rnenjamin pelaksanaan Undang-Undang ini dari kemungkinan pelanggaran,
baik adminislratif rnaupun ketentuan materiil yang bersifat pidana, diatur juga
ketentuan rnengenai tata cara penyidikan serta pengaturan mengenai Sanksi
Administratif dan Ketentuan Pidana.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Persyaratan yang dimaksud adalah sesuai dengan peraturan pelaksanaan Undang-
Undang ini.
Pasal 4
Lihat Penjelasan Pasal 3.
Pasal 5
Yang dimaksud dengan "Pemerintah" adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Penetapan sistem, pedoman, dan standar yang bersifat nasional di bidang
Administrasi Kependudukan sangat diperlukan dalam upaya penertiban Administrasi
Kependudukan.
Penetapan pedoman di bidang Administrasi Kependudukan oleh Presiden, baik dalam
bentuk Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden, serta pedoman yang
ditetapkan oleh Menteri dalam bentuk Peraturan Menteri digunakan sebagai acuan
dalam pembuatan peraturan daerah oleh propinsi/kabupaten/kota.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala
nasional" adalah pengelolaan Data Kependudukan yang menggambarkan kondisi
nasional dengan menggunakan SIAK yang disajikan sesuai dengan kepentingan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 6
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
www.bpkp.go.id
Huruf d
Yang dimaksud dengan "pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala
provinsi" adalah pengelolaan data kependudukan yang menggambarkan kondisi
provinsi dengan menggunakan SIAK yang disajikan sesuai dengan kepentingan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "desa" adalah kesatuan masyarakat hukum yang rnemiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala
kabupaten/kota" adalah pengelolaan Data Kependudukan yang menggambarkan
kondisi kabupaten/kota dengan menggunakan SIAK yang disajikan sesuai dengan
kepentingan penyelenggaraan pemerintahan dan pernbangunan.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (2)
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sesuai kekhususannya berbeda dengan
provinsi yang lain karena diberi kewenangan untuk menyelenggarakan Administrasi
Kependudukan seperti kabupaten/kota.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pemberian NIK kepada Penduduk menggunakan Sistem Informasi Administrasi
Kependudukan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
www.bpkp.go.id
Yang dimaksud dengan "dokumen Pendaftaran Penduduk" adalah bagian dari
Dokumen Kependudukan yang dihasilkan dari proses Pendaftaran Penduduk,
misalnya KK, KTP, dan Biodata.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "hari" adalah hari kerja (berlaku untuk penjelasan "hari" pada
pasal-pasal berikutnya).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pindah ke luar negeri" adalah Penduduk yang tinggal
menetap di luar negeri atau meninggalkan tanah air untuk jangka waktu 1 (satu)
tahun berturut-turut atau lebih dari 1 (satu) tahun.
Penduduk tersebut termasuk Tenaga Kerja Indonesia yang akan bekerja ke luar
negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pelaporan pada Kantor Perwakilan Republik Indonesia diperlukan sebagai bahan
pendataan WNI di luar negeri.
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "datang dari luar negeri" adalah WNI yang sebelumnya
pindah ke Iuar negeri kemudian datang untuk menetap kembali di Republik
Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "Surat Kelerangan Tempat Tinggal" adalah Surat Keterangan
Kependudukan yang diberikan kepada Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal
Terbatas sebaga i bukti diri bahwa yang bersangkutan telah terdaftar di pemerintah
daerah kabupaten/kota sebagai Penduduk tinggal terbatas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
www.bpkp.go.id
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Penduduk Pelintas Batas" adalah Penduduk yang bertempattinggal
secara turun-temurun di wilayah kabupaten/kota yang berbatasan Iangsung
dengan negara tetangga yang melakukan lintas batas antarnegara karena kegiatan
ekonomi, sosial dan budaya yang ditetapkan berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Penduduk rentan Administrasi Kependudukan" adalah
Penduduk yang mengalami hambatan dalam memperoleh Dokumen Kependudukan
yang disebabkan oleh bencana alam dan kerusuhan sosial.
Pendataan dilakukan dengan membentuk tim di daerah yang beranggotakan dari
instansi terkait.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "orang terlantar" adalah Penduduk yang karena suatu sebab
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara wajar, baik rohani, jasmani
maupun sosial.
Ciri-cirinya:
1) tidak terpenuhinya kebutuhan dasar hidup khususnya pangan, sandang dan papan;
2) tempat tinggal tidak tetap/gelandangan;
3) tidak mempunyai pekerjaan/kegiatan yang tetap;
4) miskin.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "komunitas terpencil" adalah kelompok sosial budaya yang
bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan
pelayanan, baik sosial, ekonomi maupun politik.
Ciri-cirinya:
1) berbentuk komunitas kecil, tertutup dan homogen;
2) pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan;
3) pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit terjangkau;
4) peralatan teknologi sederhana;
5) terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi dan politik.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "tempat sementara" adalah tempat pada saat terjadi
pengungsian.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Penduduk yang tidak mampu melaksanakan sendiri
pelaporan" adalah Penduduk yang tidak mampu melaksanakan pelaporan karena
pertimbangan umur, sakit keras, cacat fisik dan cacat mental.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tempat terjadinya peristiwa kelahiran" adalah wilayah
www.bpkp.go.id
terjadinya kelahiran.
Waktu pelaporan kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari merupakan tenggang
waktu yang memungkinkan bagi Penduduk untuk melaporkan peristiwa kelahiran
sesuai dengan kondisi/letak geografis Indonesia.
Penduduk yang wajib melaporkan kelahiran adalah Kepala Keluarga.
Ayat (2)
Penerbitan Kutipan Akta Kelahiran tanpa dipungut biaya sebagaimana diatur dalam
Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kutipan akta kelahiran seorang anak yang tidak diketahui asal usulnya atau
keberadaan orang tuanya diserahkan kepada yang bersangkutan setelah dewasa.
Pasal 29
Ayat (1)
Kewajiban untuk melaporkan kepada "instansi yang berwenang di negara setempat"
berdasarkan asas yang dianut, yaitu asas peristiwa.
Yang dimaksud dengan "instansi yang berwenang di negara setempat" adalah
lembaga yang berwenang seperti yang dimaksud dengan Instansi Pelaksana dalam
Undang-Undang ini.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tempat singgah" adalah tempat persinggahan pesawat
terbang atau kapal laut dalam perjalanannya mencapai tujuan. Hal ini sesuai dengan
asas yang berlaku secara universal, yakni tempat di mana peristiwa kelahiran
(persinggahan pertama pesawat terbang/kapal laut), apabila memungkinkan
pelaporan dilakukan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Persetujuan dari Instansi Pelaksana diperlukan mengingat pelaporan kelahiran
tersebut sudah melampaui batas waktu sampai dengan 1 (satu) tahun dikhawatirkan
terjadi manipulasi data atau hal-hal yang tidak diinginkan. Persetujuan tersebut juga
berfungsi sebagai verifikasi atas keabsahan data yang dilaporkan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 33
www.bpkp.go.id
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "lahir mati" adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan
yang berumur paling sedikit 28 (dua puluh delapan) rninggu pada saat dilahirkan
tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
Ayat (2)
Peristiwa lahir mati hanya diberikan Surat Keterangan Lahir Mati, tidak diterbitkan
Akta Pencatatan Sipil.
Meskipun tidak diterbitkan Akta Pencatatan Sipil tetapi pendataannya diperlukan
untuk kepentingan perencanaan dan pembangunan di bidang kesehatan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dan seorang wanita sebagai suami istri berdasarkan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
Perkawinan bagi Penduduk yang beragama Islam dicatat oleh Kantor Urusan Agama
Kecamatan berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Ayat (2)
Penerbitan Akta Perkawinan bagi Penduduk yang beragama Islam dilakukan oleh
Departemen Agama.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Karena Akta Perkawinan bagi Penduduk yang beragama Islam sudah diterbitkan oleh
KUAKec, data perkawinan yang diterima oleh Instansi Pelaksana tidak perlu
diterbitkan Kutipan Akta Perkawinan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 35
Huruf a
Yang dimaksud dengan "Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan" adalah
perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama.
Huruf b
perkawinan yang dilakukan oleh warga negara asing di Indonesia, harus berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan Indonesia mengenai Perkawinan di
Republik Indonesia.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
www.bpkp.go.id
Bagi penganut agama Islam diberlakukan ketentuan mengenai rujuk yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan
Rujuk jo. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan peraturan
pelaksanaannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kematian" adalah tidak adanya secara permanen seluruh
kehidupan pada saat mana pun setelah kelahiran hidup terjadi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "pihak yang berwenang" adalah kepala rumah sakit,
dokter/paramedis, kepala desa/Iurah atau kepolisian.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "pernyataan" adalah keterangan dari pejabat yang berwenang.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pengangkatan anak" adalah perbuatan hukum untuk
mengalihkan hak anak dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah,
atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan
membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya
berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "catatan pinggir" adalah catatan mengenai perubahan status
atas terjadinya Peristiwa Penting dalam bentuk catatan yang diletakkan pada bagian
pinggir akta atau bagian akta yang memungkinkan (di halaman/ bagian muka atau
belakang akta) oleh Pejabat Pencatatan Sipil.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pengakuan anak" adalah pengakuan seorang ayah terhadap
anaknya yang lahir di luar ikatan perkawinan sah atas persetujuan ib u kandung anak
tersebut.
www.bpkp.go.id
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pengesahan anak" adalah pengesahan status seorang anak
yang lahir di luar ikatan perkawinan sah pada saat pencatatan perkawinan kedua
orang tua anak tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pembuatan catatan pinggir pada akta Pencatatan Sipil diperuntukkan bagi warga
negara asing yang melakukan perubahan kewarganegaraan dan pernah mencatatkan
Peristiwa Penting di Republik Indonesia.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Peristiwa Penting lainnya" adalah peristiwa yang ditetapkan
oleh pengadilan negeri untuk dicatatkan pada Instansi Pelaksana, antara lain
perubahan jenis kelamin.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup Jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
www.bpkp.go.id
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Yang dimaksud dengan cacat fisik dan/atau mental berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan yang menetapkan tentang hal tersebut.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Cukup jelas.
Huruf v
Cukup jelas.
Huruf w
Cukup jelas.
Huruf x
Cukup jelas.
huruf y
Cukup jelas.
Huruf z
Cukup jelas.
Huruf aa
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "data agregat" adalah kumpulan data tentang Peristiwa
Kependudukan, Peristiwa Penting, jenis kelamin, kelompok usia, agama, pendidikan,
dan pekerjaan.
Yang dimaksud dengan "data kuantitatif adalah data yang berupa angka-angka.
Yang dimaksud dengan "data kualitatif adalah data yang berupa penjelasan.
Pasal 59
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "Biodata Penduduk" adalah keterangan yang berisi elemen
data tentang jatidiri, informasi dasar serta riwayat perkembangan dan perubahan
keadaan yang dialami oleh Penduduk sejak saat kelahiran.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
www.bpkp.go.id
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 60
Kata "paling sedikit" dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan
kemungkinan adanya tambahan keterangan, tetapi keterangan tersebut tidak bersifat
diskriminatif.
Yang dimaksud dengan "alamat" adalah alamat sekarang dan alamat sebelumnya.
Yang dimaksud dengan "jati diri lainnya" meliputi nomor KK, NIK, laki- laki/
perempuan, golongan darah, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan penyandang cacat
fisik dan/atau mental, status perkawinan, kedudukan/hubungan dalam keluarga, NIK
ibu kandung, nama ibu kandung, NIK ayah kandung, nama ayah kandung, nomor
paspor, tanggal berakhir paspor, nomor akta kelahiran/surat kenal lahir, nomor akta
perkawinan/buku nikah, tanggal perkawinan, nomor akta perceraian/surat cerai, dan
tanggal perceraian.
Pasal 61
Ayat (1)
Yang dimaksud "dengan Kepala Keluarga" adalah :
a. orang yang bertempat tinggal dengan orang lain, baik mempunyai hubungan
darah maupun tidak, yang bertanggung jawab terhadap keluarga;
b. orang yang bertempat tinggal seorang diri; atau
c. kepala kesatrian, kepala asrama, kepala rumah yatim piatu, dan lain- lain tempat
beberapa orang tinggal bersama-sama.
Setiap kepala keluarga wajib memiliki KK, meskipun kepala keluarga tersebut masih
menumpang di rumah orang tuanya karena pada prinsipnya dalam satu alamat rumah
boleh terdapat lebih dari satu KK.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "perubahan susunan keluarga dalam KK" adalah perubahan
yang diakibatkan adanya Peristiwa Kependudukan atau Peristiwa Penting seperti
pindah datang, kelahiran, atau kematian.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas.
www.bpkp.go.id
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Dalam rangka menciptakan kepemilikan 1 (satu) KTP untuk 1 (satu) Penduduk
diperlukan sistem keamanan/pengendalian dan sisi administrasi ataupun teknologi
informasi dengan melakukan verifikasi dan validasi dalam sistem database
kependudukan serta pemberian NIK.
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan tentang pindah domisili tetap bagi KTP seumur hidup mengikuti ketentuan
yang berlaku menurut Undang-Undang ini.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Yang dimaksud dengan "pejabat yang berwenang" adalah Pejabat Pencatatan Sipil
pada Instansi Pelaksana yang telah diambil sumpahnya untuk melakukan tugas
pencatatan.
Pasal 68
Cukup jelas.
www.bpkp.go.id
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kesalahan tulis redaksional", misalnya kesalahan penulisan
huruf dan/atau angka.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pembetulan akta biasanya dilakukan pada saat akta sudah selesai di proses (akta
sudah jadi) tetapi belum diserahkan atau akan diserahkan kepada subjek akta.
Pembetulan akta atas dasar koreksi dan petugas, wajib diberitahukan kepada subjek
akta.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Pasal 72
Ayat (1)
Pembatalan akta dilakukan atas permintaan orang lain atau subjek akta, dengan alasan
akta cacat hukum karena dalam proses pernbuatan didasarkan pada keterangan yang
tidak benar dan tidak sah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Yang dimaksud dengan "petugas rahasia" adalah reserse dan intel yang melakukan
tugasnya di luar daerah domisilinya.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "negara atau sebagian dari negara dinyatakan dalam keadaan
darurat dengan segala tingkatannya" adalah sebagaimana diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 81
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Surat Keterangan Pencatatan Sipil" adalah surat keterangan
yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini ketika negara atau sebagian nega ra dalam keadaan luar biasa.
Ayat (2)
www.bpkp.go.id
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 82
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pembangunan dan pengembangan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan
bertujuan mewujudkan komitmen nasional dalam rangka menciptakan sistem
pengenal tunggal, berupa NIK, bagi seluruh Penduduk Indonesia. Dengan demikian,
data Penduduk dapat diintegrasikan dan direlasionalkan dengan data hasil rekaman
pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Sistem ini akan
menghasilkan data Penduduk nasional yang dinamis dan mutakhir.
Pembangunan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan dilakukan dengan
menggunakan perangkat keras, perangkat lunak dan sistem jaringan komunikasi data
yang efisien dan efektif agar dapat diterapkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Bagi wilayah yang belum memiliki fasilitas komunikasi data,
sistem komunikasi data dilakukan dengan manual dan semielektronik.
Yang dimaksud dengan "manual" adalah perekaman data secara manual, yang
pengiriman data dilakukan secara periodik dengan sistem pelaporan berjenjang
karena tidak tersedia listrik ataupun jaringan komunikasi data.
Yang dimaksud dengan "semielektronik" adalah perekaman data dengan
menggunakan komputer, tetapi pengirimannya inenggunakan compact disc (CD)
atau disket secara periodik karena belum tersedia jaringan komunikasi data.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 83
Ayat (1)
Data Penduduk yang dihasilkan oleh sistem informasi dan tersimpan di dalam
database kependudukan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti
dalam menganalisa dan merumuskan kebijakan kependudukan, menganalisa dan
merumuskan perencanaan pembangunan, pengkajian ilmu pengetahuan. Dengan
demikian baik pemerintah maupun non pemerintah untuk kepentingannya dapat
diberikan izin terbatas dalam arti terbatas waktu dan peruntukkannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 84
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
www.bpkp.go.id
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "beberapa isi catatan Peristiwa Penting" adalah beberapa
catatan mengenai data yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan Peristiwa Penting
yang perlu dilindungi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 85
Ayat (1)
Lihat Penjelasan Pasal 84 huruf g.
Ayat (2)
Penyimpanan dan perlindungan dimaksud meliputi tata cara dan penanggung jawab.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pengguna Data Pribadi Penduduk" adalah instansi
pemerintah dan swasta yang rnembutuhkan informasi data sesuai dengan bidangnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 88
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil memberitahukan kepada Pejabat Penyidik Kepolisian
Negara Republik Indonesia mengenai saat dimulainya penyidikan dan menyerahkan
hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Pejabat Penyidik Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan jaminan bahwa
hasil penyidikannya telah memenuhi ketentuan dan persyaratan. Mekanisme
hubungan koordinasi antara Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dilakukan berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan "Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Administrasi
Kependudukan" adalah pegawai negeri yang diberi wewenang khusus oleh undangundang
untuk melakukan penyidikan di bidang Administrasi Kependudukan.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 89
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penelapan besaran Benda adrninistratif dalam Peraturan Presiden dilakukan dengan
memperhatikan kondisi masyarakat di setiap daerah.
Pasal 90
Ayat (1)
www.bpkp.go.id
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penetapan besaran denda administratif dalam Peraturan Presiden dilakukan dengan
mernperhatikan kondisi masyarakat di setiap daerah.
Pasal 91
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penetapan besaran denda administratif dalam Peraturan Presiden dilakukan dengan
memperhatikan kondisi masyarakat di setiap daerah.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Pembentukan UPTD Instansi Pelaksana dilakukan dengan mempertimbangkan
kebutuhan pelayanan masyarakat.
Pasal 105
Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara perkawinan bagi penghayat
kepercayaan" adalah persyaratan dan tata cara pengesahan perkawinan yang
ditentukan oleh penghayat kepercayaan sendiri dan ketentuan itu menjadi dasar
pengaturan dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4674
copy from: http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/uu/2006/23-06.pdf
Comments
Post a Comment