HAK WARGA NEGARA Penghayat Kepercayaan Minta Dilindungi UU



Jumat, 20 Juli 2007
JAKARTA (Suara Karya): Musyawarah nasional kedua Badan Kerja Sama Organisasi-organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan YME (BKOK) yang berlangsung sejak Minggu (15/7), ditutup secara resmi oleh mantan Ketua DPR Akbar Tandjung, Selasa (17/7).


Munas berhasil menyusun pengurus baru periode 2007 - 2012. Pengurus terdiri dari lima presidium yaitu Naen Suryono, SH, MH, Hartini Wahyono, Engkus Ruswana, MM, Ir Harry Noegroho, dan Arnold Panahal serta dilengkapi pengurus inti dan departemen.
Untuk pertama kali dibentuk dewan penasihat terdiri dari Djoko Soemono Soemodisastro, Brigjen (Purn) Sumarsomo Wiryowijoyo SH, Kartini Soedono, Prof Dr Wila Chandrawila Supriadi, dan Bambang Soeratman. Mereka dilantik oleh Akbar Tandjung.
Munas bertemakan "Kembali ke Jatidiri Bangsa" yang berlangsung di Kompleks Candra Wilwatikta, Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur juga memperjuangkan eksistensi kepercayaan terhadap Tuhan YME agar diakui dan dilindungi dalam perundangan negara sehingga penghayat kepercayaan bisa mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara yang sama dengan warna negara pemeluk agama. Di samping itu, menjalin kerja sama dengan instansi pemerintah dalam upaya memasukkan pelajaran budi pekerti dalam kurikulum pendidikan.
Pembukaan munas II dihadiri antara lain anggota DPR Guruh Soekarnoputra, Gubernur Jawa Timur Imam Utomo, Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Ir HM Ridwan Hisjam, dan undangan lainnya.
Dalam pandangan tentang eksistensi penghayat kepercayaan dalam era globalisasi, ketika membuka munas, Minggu (15/7), Ketua DPR Agung Laksono berpendapat di era globalisasi ini diperlukan sikap dan karakter yang konsisten untuk meneguhkan kembali jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.
"Kita harus terus bangunkan jiwa dan jati diri bangsa Indonesia dan kemudian barulah badan atau fisiknya. Hal ini disimak dari filosofi cuplikan lagu kebangsaan Indonesia, yakni 'Indonesia Raya' yakni, 'bangunlah jiwanya, bangunlah badannya,'" katanya.
Di sinilah, menurut Agung, perlu dipahami bahwa bangsa ini dalam menghadapi berbagai tantangannya memerlukan bukan saja golongan yang pandai, tetapi juga golongan yang berbudi pekerti luhur, golongan yang cerdas sekaligus bijak. Tanpa melihat asal- usul kultural, ras, agama, aliran politik dan sebagainya.
Agung Laksono yakin dalam komunitas para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME pun memiliki nilai-nilai budi pekerti yang luhur dalam hubungan antar-sesama manusia dan sesama bangsa.
Sementara itu, Subsdit Kelembagaan Kepercayaan Depdiknas Sri Hartini, menyatakan bagi para penghayat, budi pekerti kemanusiaan yang luhur merupakan konsekuensi dari kepercayaannya kepada Tuhan YME. (Susiana)

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=177959

Comments

Popular posts from this blog

PRIMBON JAWA LENGKAP

BUBUR MERAH PUTIH UNTUK SELAMATAN WETON

SEJARAH KAWITANE WONG JAWA LAN WONG KANUNG