Petisi Bersama Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
To: To Indonesian Government and People
Petisi Bersama
Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
Kami percaya tanah air Indonesia merupakan kurnia Tuhan bagi semua orang yang menghuninya. Dan kami percaya, kemajemukan bangsa dan masyarakat Indonesia juga merupakan rahmat Tuhan yang layak disyukuri, dipelihara dan dijunjung tinggi dengan semangat kebersamaan dan kesetaraan. Di atas tanah air tercinta inilah, atas dasar ideologi Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) didirikan untuk melindungi dan menaungi seluruh warganegara, tanpa memandang ras, jenis kelamin, warna kulit, adat istiadat, maupun agama dan kepercayaan.
Akan tetapi, setelah enam dasawarsa perjalanan NKRI, kami prihatin menyaksikan masih suburnya praktik-praktik diskriminasi dan penafian atas hak-hak kebebasan berkeyakinan. Padahal hak-hak itu merupakan gugusan hak paling asasi yang dianugerahkan Tuhan pada segenap manusia, dan itu tak dapat dikurangi dalam bentuk apapun, oleh siapa pun, dan dalam keadaan apapun.
Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen yang menjadi pegangan hidup bersama seluruh warga NKRI, sudah menegaskan jaminan konstitusional tersebut dengan tegas: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.” (pasal 28I, ayat 1, UUD 1945 Amandemen).
Selain UUD 1945 yang telah diamandemen yang merupakan karya jenius para pemimpin bangsa yang arif itu, bangsa Indonesia yang menjadi bagian dari masyarakat internasional juga telah meratifikasi beberapa kovenan internasional, terutama menyangkut hak-hak asasi manusia, seperti Deklarasi HAM Universal 1948, Kovenan Internasional Mengenai Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Kovenan Internasional Mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Untuk itu, tak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak konsekuen mengikuti kesepakatan-kesepakatan internasional tersebut di samping menunaikan amanat konstitusi kita sendiri.
Kini, kami Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan sangat prihatin terhadap pemerintah dan khususnya aparat keamanan yang tidak memberi tanggapan memadai dan tidak menunjukkan sikap yang tegas ketika sekelompok orang menggunakan cara-cara kekerasan dalam memaksakan kehendak dan keyakinan mereka. Cara-cara kekerasan yang digunakan itu, baik secara fisik maupun berbentuk intimidasi dan teror, merupakan praktik-praktik yang tak dapat dibenarkan oleh pola kehidupan negara yang demokratis dan beradab.
Tidak adanya sikap tegas pemerintah, khususnya aparat keamanan, kami nilai telah melenyapkan rasa aman warganegara, menyuburkan syak wasangka antar-kelompok, dan menghancurkan sendi-sendi keadaban publik kita. Kesatuan dan persatuan bangsa kini berada di ujung tanduk.
Karena itu, kami mendukung upaya pemerintah dalam menjalankan amanat konstitusi, terutama untuk:
1. Menjamin hak-hak kebebasan dasar (normative) setiap warganegara Indonesia tanpa kecuali;
2. Menunjukkan komitmen tinggi untuk mewujudkan kesetaraan tiap-tiap warganegara di muka hukum, dan terutama dalam menegakkan rule of law;
3. Menolak tegas sikap-sikap dan perilaku intoleransi dan segala bentuk kekerasan;
4. Menuntut pemerintah untuk menjamin penegakan hukum atas siapapun yang bersalah tanpa pandang bulu.
Berdasarkan sikap dan keprihatinan tersebut, kami mendukung sepenuhnya pihak-pihak berikut:
1. Kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla, kami mendesak agar segera mengambil sikap dan tindakan tegas dalam melaksanakan jaminan konstitusional atas hak-hak kebebasan berkeyakinan tiap-tiap warganegara di negeri ini, tanpa kecuali. Konstitusi telah mengamanatkan, “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.” (pasal 28i, ayat 4, UUD 1945). Sebagai kepala pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat, Presiden dan Wakil Presiden merupakan pengemban amanat hati nurani rakyat secara keseluruhan dan sekali-kali bukanlah milik suatu golongan. Di pundak Presiden dan Wakil Presiden-lah terletak tanggung jawab untuk melaksanakan amanat konstitusi tersebut secara konsekuen demi menjaga keadaban publik.
2. Kepada Jajaran Kepolisian, kami menuntut untuk tetap setia menjaga keamanan tiap-tiap anak bangsa dari ancaman tindak-tindak brutal kelompok-kelompok yang menebar rasa takut dan iklim permusuhan dengan dalih apapun. Kami juga menuntut aparat keamanan untuk tetap teguh berpegang pada Konstitusi, Pancasila, dan UUD 1945 yang menjadi titik temu bersama segenap anak bangsa dalam kerangka NKRI yang bhinneka.
3. Kepada Pemerintah, baik yang di pusat maupun di daerah, kami menuntut agar tetap menjadi pengayom seluruh anak bangsa tanpa diskriminasi, baik dari sudut agama, suku, bahasa, maupun aliran. Kami juga menuntut pemerintah di pusat maupun di daerah untuk tidak sekali-kali bertekuk-lutut pada desakan kelompok-kelompok yang tak mengindahkan sendi-sendi bersama kehidupan berbangsa, terutama dengan mengeluarkan keputusan-keputusan yang menyalahi koridor hukum yang tambah memberatkan beban mental kelompok-kelompok yang dikorbankan.
4. Kepada Mahkamah Konstitusi (MK), kami menuntut untuk segera meninjau kembali seluruh produk perundang-undangan yang bersifat diskriminatif dan bertentangan dengan amanat konstitusi, khususnya dalam aspek kebebasan beragama dan berkeyakinan.
5. Kepada Lembaga Peradilan/Penegak Hukum, kami menuntut untuk senantiasa menjamin kesetaraan tiap-tiap anak bangsa di hadapan hukum, tanpa membedakan latar belakang agama, etnis, status sosial ekonomi, dan lain-lain.
6. Kepada Segenap Partai Politik, kami menuntut agar lebih lantang menyuarakan pembelaan terhadap korban-korban kekerasan yang menimpa pihak manapun. Kami juga menuntut agar partai-partai politik memainkan peran terdepan dalam menentang segala gejala yang mengarah pada melemahnya sikap berbangsa dan bernegara dan berpotensi mencabik-cabik asas-asas mendasar kita dalam berbangsa dan bernegara.
7. Kepada Segenap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, kami menuntut untuk tidak mengabaikan pembelaan atas korban-korban tindak kekerasan dan penindasan atas dasar apapun. Kami juga menuntut segenap anggota dewan untuk tidak memandang soal kekerasan berbentuk apapun dengan logika kuantitatif konstituen, melainkan meletakkannya sebagai soal mendasar segenap anak bangsa yang juga sedang mengancam sendi-sendi kehidupan berbangsa yang hendak menuju demokrasi dan hidup yang bermartabat.
8. Kepada Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), kami menuntut agar lebih peka terhadap aspirasi masyarakat, terutama dalam aspek kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta terlibat aktif dalam mengantisipasi wujudnya tindak-tindak kekerasan atas dasar keyakinan.
9. Kepada Tokoh-Tokoh Agama, kami menuntut untuk tidak mengabaikan semangat kebangsaan dalam menentang setiap aksi kekerasan atas nama agama. Kami juga mengajak untuk tidak memberi pembenaran apapun, terutama dari sisi doktrin dan teologi agama, terhadap setiap tindak kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama. Kami juga menuntut para tokoh agama untuk berada pada jalur moderasi dan mengambil peran terdepan dalam menumbuhkan semangat toleransi dan perdamaian dalam menghadapi perbedaan apapun dalam aspek keagamaan.
10. Kepada Ormas-Ormas Keagamaan, kami menuntut agar lebih giat lagi dalam mewujudkan agama sebagai faktor harmoni, bukan disharmoni, pendorong kedamaian, bukan pemantik permusuhan. Bagi ormas-ormas yang sudah terbiasa menjalankan proyek-proyek kebencian dan kekerasan, kami menuntut untuk segera berhenti karena hanya akan mencoreng dan memperburuk citra agama yang mereka klaim untuk diperjuangkan.
11. Kepada Segenap Masyarakat, kami menuntut agar tetap mengedepankan semangat toleransi dan kearifan dalam menghadapi perbedaan-perbedaan dengan orang atau kelompok tertentu, sampaipun dalam soal keyakinan agama. Kami juga menuntut masyarakat untuk tidak gampang terhasut oleh pihak-pihak atau kelompok-kelompok tertentu untuk membenarkan ataupun turut serta dalam tindak-tindak kekerasan yang menebar rasa tidak aman dan permusuhan antar sesama anak bangsa.
12. Kepada Media Massa, kami menuntut untuk lebih gigih mengedepankan dan memperjuangkan paradigma jurnalisme perdamaian dalam pelbagai liputan. Untuk media-media yang sudah terbiasa menganut paradigma kebencian dan permusuhan, kami menuntut untuk mengubah paradigmanya serta berhenti menyalakan bara permusuhan antar kelompok dan aliran.
13. Kepada Kalangan Mahasiswa dan Kampus, kami menuntut agar tidak sekali-kali tergiur untuk ambil bagian dalam kelompok yang aktif dalam menebar rasa kebencian antar kelompok ataupun aliran. Kami juga menuntut segenap civitas akademika agar menjadi bagian penting dalam mengedepankan penggunaan akal sehat dalam menentang pelbagai provokasi dan ajakan kekerasan atas dasar apapun.
14. Kepada Organisasi-Organisasi Civil Society, kami menuntut untuk tetap setia memperjuangkan semangat perdamaian dan segera merapatkan barisan dengan kelompok-kelompok yang memperjuangkan budaya perdamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kami juga menuntut untuk terlibat lebih aktif dalam menyuarakan penentangan atas segala bentuk kekerasan dan gejala-gejala yang mengebiri hak-hak kebebasan dasar tiap warganegera dalam mengekspresikan agama dan keyakinan masing-masing.
15. Kepada Kalangan Profesional, kami menuntut untuk lebih proaktif dalam memasyarakatkan nilai-nilai keragaman agama, sosial dan budaya, demi mewujudkan perdamaian setiap anak bangsa dalam kerangka NKRI yang bhinneka tunggal ika.
Demikian sikap keprihatinan dan imbauan ini kami sampaikan, semoga dapat menjadi perhatian semua pihak.
Jakarta, 5 April 2006
Sincerely,
The Undersigned
Comments
Post a Comment