KEBEBASAN BERGAMA DI INDONESIA

INDONESIA
Undang-Undang Dasar memberikan kebebasan dalam beragama. Pemerintah secara resmi mengakui enam agama, dan beberapa larangan hukum terus berlaku terhadap beberapa jenis kegiatan keagamaan tertentu.
Secara umum Pemerintah menghargai kebebasan menjalankan ibadah agama; namun demikian pembatasan yang terus berlangsung dari pemerintah, khusunya pada agama yang tidak diakui dan sekte agama yang dianggap “menyimpang” dari agama yang diakui merupakan pengecualian dari pelaksanaan penghormatan kebebasan beragama. Sejak periode pelaporan sebelumnya, Pemerintah telah mendakwa dan menghukum pemimpin organisasi Islam garis keras selama 18 bulan penjara, potong masa tahanan, karena peran mereka dalam tindakan kekerasan yang terencana menyerang demonstrasi damai yang mendukung kebebasan beragama. Pemerintah juga telah mengadili teroris yang bertanggung jawab atas kekerasan yang bernuansa agama di Sulawesi dan Maluku. Namun demikian, dalam beberapa kasus Pemerintah menoolerir diskriminasi dan kekerasan terhadap kelompok agama oleh oknum-oknum tertentu dan gagal menghukum pelakunya, meskipun Pemerintah telah berhasil mencegah terjadinya beberapa tindakan anarkis selama bulan Ramadhan. Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang diberi keistimewaan untuk menerapkan hukum Islam (Syariat), meskipun warga non-Muslim mendapat pengecualian. Pada kebanyakan pemerintah daerah diluar provinsi Aceh tetap mempertahankan peraturan daerah yang mengandung kaidah syariat Islam yang menghilangkan hak-hak tertentu kaum perempuan dan kelompok agama minoritas; walaupun demikian tidak ada undang-undang baru yang berdasarkan syariat Islam yang disahkan selama periode pelaporan. Meskipun Pemerintah pusat mengontrol hal-hal yang berkaitan dengan agama, pemerintah pusat tidak berusaha untuk membatalkan peraturan daerah yang membatasi hak seperti yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar. Pengikut kelompok agama minoritas terus mengalami beberapa diskriminasi resmi dalam bentuk kesulitan di bidang administrasi, seringkali dalam konteks pencatatan sipil untuk akta pernikahan dan kelahiran atau berkenaan dengan pengeluaran kartu penduduk.
Ada sejumlah laporan tentang kekerasan kolektif atau diskriminasi didasarkan pada afiliasi keagamaan, keyakinan , atau ibadah keagamaan. Beberapa kelompok menggunakan cara-cara kekerasan dan intimidasi untuk menutup secara paksa setidaknya enam gereja dan 12 masjid kelompok Ahmadiyah. Beberapa gereja tersebut masih tutup dan satu masjid Ahmadiyah di Riau yang hancur lebur belum dibangun kembali. Sebagian masjid lainnya telah dibuka kembali. Banyak pelaku kekerasan terhadap kelompok minoritas agama di masa lalu yang tidak diadili.
Pemerintah AS membahas masalah kebebasan beragama dengan Pemerintah Indonesia dan pemimpin masyarakat sipil sebagai bagian dari kebijakan menyeluruhnya untuk mengalakkan hak-hak azasi manusia. Kedutaaan menggalakkan kebebasan beragama dan toleransi melalui program pertukaran dan pengembangan masyarakat madani.
INDONESIA 2
Bagian I. Demografi Agama
Sebagai negara kepulauan yang terdiri atas lebih dari 17.000 kepulauan, Indonesia memiliki luas wilayah sekitar 700.000 mil persegi dan jumlah penduduk 245 juta.
Menurut laporan sensus tahun 2000, 88 pesen penduduk menyatakan diri sebagai pemeluk Islam, 6 persen Kristen Protestan, 3 persen Katolik Roma, 2 persen Hindu, dan kurang dari 1 persen Budha, penganut agama pribumi, kelompok Kristen lain, dan Yahudi. Beberapa penganut agama Kristen, Hindu, dan anggota kelompok agama minoritas lain berpendapat bahwa sensus tersebut kurang akurat dalam menghitung jumlah penganut non-Muslim.
Sebagian besar Muslim di negara ini adalah Suni. Dua organisasi massa Islam terbesar, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, masing-masing mengklaim mempunyai 40 juta dan 30 juta pengikut Suni. Diperkirakan terdapat sekitar 1 juta hingga 3 juta pengikut Syiah.
Ada banyak organisasi Islam dalam skala lebih kecil, termasuk sekitar 400.000 orang yang terdaftar sebagai anggota kelompok sempalan Islam Ahmadiyah Qadiyani. Terdapat juga kelompok yang lebih kecil lagi, yaitu Ahmadiyah Lahore. Kelompok minoritas Islam lain mencakup al-Qiyadah al-Islamiya, Darul Arqam, Jamaah Salamulah, dan pengikut Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia.
Departemen Agama memperkirakan ada sebanyak 19 juta penganut Protestan (yang disebut Kristen di negara ini) dan 8 juta penganut Katolik bermukim di Indonesia. Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki proporsi penganut Katolik tertinggi dengan 55 persen. Provinsi Papua memiliki proposri penganut Protestan terbesar dengan 58 persen. Daerah lain, seperti Kepulauan Maluku dan Sulawesi Utara memiliki penganut Kristen yang cukup besar.
Departemen Agama memperkirakan ada 10 juta penganut Hindu yang hidup di negara ini. Agama Hindu dianut hampir 90 persen dari jumlah penduduk Bali. Penganut minoritas Hindu (yang disebut "Keharingan") bermukim di Kalimantan Tengah dan Timur, kota Medan (Sumatera Utara), Sulawesi Selatan dan Tengah, dan Lombok (Nusa Tenggara Barat). Kelompok-kelompok Hindu seperti Hare Krishna dan pengikut pemimpin spiritual India Sai Baba juga ada, meskipun dalam jumlah kecil. Beberapa kelompok agama pribumi, termasuk "Naurus" di Pulau Seram di Provinsi Maluku, menggabungkan kepercayaan Hindu dan animisme kedalam kegiatan mereka. Banyak pula yang mengikuti prinsip-prinsip Kristen Protestan. Masyarakat Tamil di Medan juga mewakili konsentrasi penganut Hindu.
Di Indonesia terdapat penganut Sikh dalam jumlah yang relative kecil, yang diperkirakan antara 10.000 dan 15.000. Penganut Sikh terutama bermukim di Medan dan Jakarta. Delapan kuil Sikh (gurdwaras) berada di Sumatra Utara, sedangkan di Jakarta terdapat dua kuil Sikh dengan jamaah yang aktif melakukan ibadah.
Di antara penganut agama Budha, sekitar 60 persen mengikuti aliran Mahayana, 30 persen menjadi pengikut Theravada, dan 10 persen sisanya penganut aliran Tantrayana, Tridharma,
INDONESIA 3
Kasogatan, Nichiren, dan Maitreya. Menurut Generasi Muda Budhis Indonesia, sebagian besar penganut agama Budha tinggal di Jawa, Bali, Lampung, Kalimantan Barat, dan Kepulauan Riau. Etnis Tionghoa merupakan 60 persen dari penganut agama Budha.
Jumlah penganut Konghucu masih tidak jelas karena pada saat sensus nasional tahun 2000, para responden tidak diizinkan untuk menunjukkan identitas mereka. Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) memperkirakan bahwa 95 persen dari penganut Konghucu adalah etnis Tionghoa dan sisanya dari etnis Jawa pribumi. Banyak penganut Konghucu yang juga menjalankan ajaran agama Budha dan Kristen.
Sekitar 20 juta orang di pulau Jawa, Kalimantan, Papua, dan daerah lain diperkirakan mempraktikkan animisme dan jenis sistem kepercayaan tradisional lainnya yang disebut sebagai ”Aliran Kepercayaan”. Beberapa penganut animisme menggabungkan kepercayaan mereka dengan salah satu agama yang diakui Pemerintah dan selanjutnya terdaftar sebagi agama yang diakui.
Terdapat sejumlah kecil komunitas Yahudi yang ada di Jakarta dan Surabaya. Komunitas Baha’i memngakui memiliki ribuan anggota, tetapi tidak ada angka yang dapat diandalkan. Falun Dafa, yang menganggap keyakinan mereka sebagai organisasi spiritual ketimbang agama, mengklaim penganutnya mencapai jumlah antara 2.000 and 3.000, hampir separuhnya tinggal di Yogyakarta, Bali, dan Medan.
Bagian II. Status Pemerintah terhadap Penghormatan terhadap Kebebasan Beragama
Kerangka Hukum/Kebijakan
Undang-Undang Dasar memberikan kebebasan beragama dan menyatakan bahwa ”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” UUD menyatakan pula bahwa ”Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila pertama ideologi nasional negara ini, Pancasila, menyatakan keyakinan kepada satu Tuhan. Pegawai negeri harus menyatakan sumpah setia kepada bangsa dan ideologi Pancasila. Beberapa peraturan dan kebijakan menerapkan beberapa larangan pada jenis-jenis kegiatan agama tertentu, khususnya pada agama-agama yang tidak diakui dan aliran ”yang menyimpang” dari agama yang diakui. Pemerintah tidak menggunakan kewenangan konstitusionalnya untuk meninjau atau mencabut peraturan daerah yang melanggar kebebasan beragama.
Departemen Agama menambah status resmi menjadi enam keyakinan: Islam, Katolik, Protestan, Budha, Hindu, dan Konghucu. Kelompok yang tidak diakui dapat mendaftar ke Departemen Kebudayaan dan Pariwisata hanya sebagai organisasi sosial. Meskipun kelompok-kelompok tersebut berhak untuk membangun rumah ibadah, mereka tetap mengalami kesulitan adminsitratif untuk memperoleh kartu identitas, dan dalam mendaftarkan pernikahan dan kelahiran. Dalam beberapa kasus, permasalahan ini menyulitkan mereka yang ingin mencari pekerjaan atau mendaftarkan anak ke sekolah.
INDONESIA 4
Pada Juni 2008 Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama yang membekukan kegiatan aliran Ahmadiyah Qadiyani (Ahmadiyah), melarang kegiatan dakwah oleh Ahmadiyah, dan melarang tindakan anarkis terhadap kelompok ini. Keputusan ini ini adalah semacam larangan sepenuhnya yang sangat didukung oleh kelompok garis keras dan badan yang ditunjuk oleh pemerintah, yaitu Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem). Surat Keputusan Bersama tersebut ditandatangani oleh Kejaksaan Agung, Departemen Agama, dan Departemen Dalam Negeri. Menteri Agama menyatakan bahwa pelanggaran terhadap larangan tersebut dapat dikenai hukuman kurungan maksimum 5 tahun penjara dengan tuduhan melakukan penistaan agama. Surat Keputusan tersebut tidak membuat pengikut Ahmadiyah menghentikan kegiatan ibadah atau kegiatan keagamaan di lingkup komunitas mereka.
Sebagai kelanjutan dari dikeluarkannya Surat Keputusan tersebut, Pemerintah mengeluarkan Surat Edaran Bersama yang menyediakan panduan bagi Surat Keputusan Bersama mengenai masalah Ahmadiyah. Surat tersebut ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Departemen Agama, Jaksa Agung Muda bidang Intelijen, dan Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik di Departemen Dalam Negeri. Surat Edaran tersebut menyediakan pedoman bagi para Gubernur, Bupati, Walikota, Kepala Pengadilan Tinggi, dan Kepala Kantor Wilayah urusan Agama diseluruh Indonesia mengenai pelaksanaan yang benar atas Surat Keputusan Bersama (SKB) tersebut.
Sebelum keputusan pemerintah dikeluarkan, Bakor Pakem mengeluarkan rekomendasi kepada Pemerintah untuk membubarkan Ahmadiyah. Rekomendasi yang dikeluarkan pada April 2008 menyatakan bahwa kelompok tersebut bersifat bid’ah dan menyimpang, dengan mengutip Instruksi Presiden tahun 1965 mengenai "pencegahan terhadap penyalahgunaan dan penghinaan agama.” Pemerintah menunda menerbitkan keputusan resmi terhadap kelompok tersebut ditengah tekanan dari masyarakat sipil dan organisasi Islam yang menyatakan bahwa larangan tersebut merupakan tindakan inkonstitusional dan bertentangan dengan ajaran Islam.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan beberapa fatwa dalam beberapa tahun terakhir mengenai masalah “penyimpangan” dari Islam arus utama, termasuk rekomendasi untuk melarang aliran Ahmadiyah, yang sangat memungkinkan terjadinya diskriminasi secara resmi dan sosial terhadap kelompok Ahmadiyah dan kelompok agama minoritas lainnya selama periode pelaporan.
Pemerintah membentuk MUI pada 1975 dan terus mendanai anggotanya, tetapi pendapat-pendapat MUI tidak mengikat secara hukum. Meskipun demikian, fatwa MUI bertujuan untuk menjadi bimbingan moral bagi umat Islam dan masyarakat, dan Pemerintah secara serius mempertimbangkan fatwa tersebut apabila membuat keputusan atau membuat rancangan perundang-undangan. Pengaruh MUI dalam membatasi kebebasan beragama terus meningkat dalam tahun ini, kadang-kadang dengan mendapat dukungan dari pemerintah.
INDONESIA 5
Pada 2007 MUI mengeluarkan fatwa berisi 10 pedoman untuk menentukan apakah suatu ajaran tersebut menyimpang atau tidak. Penyimpangan ajaran yang dimaksud mencakup pengingkaran enam rukun Islam; pengakuan adanya nabi setelah Nabi Muhammad SAW; dan mengubah atau memodifikasi peribadatan agama Islam seperti menunaikan ibadah haji ke tempat selain Mekah atau menyatakan bahwa sholat lima waktu sehari tidak wajib. Pada Oktober 2007 MUI menyatakan bahwa aliran minoritas al-Qiyadah al-Islamiyah sebagai aliran menyimpang. MUI juga mengeluarkan fatwa serupa terhadap kelompok Ahmadiyah pada 2005.
RUU Administrasi Kependudukan tahun 2006 mewajibkan warga negara menuliskan agama mereka di Kartu Penduduk (KTP). RUU tersebut melarang warga negara mengidentifikasikan agama mereka selain dari enam agama yang diakui resmi. Secara hukum, warga negara boleh tidak mengisi kolom agama, tetapi beberapa pejabat pemerintah daerah tidak mengetahui soal pilihan ini. Akibatnya, penganut kelompok agama yang tidak diakui ini seringkali sulit memperoleh KTP.
Pemerintah mewajibkan kelompok agama yang diakui secara resmi ini untuk mematuhi instruksi Departemen Agama dan Departemen lain, seperti Surat Keputusan Bersama Menteri yang Direvisi mengenai Pembangunan Rumah Ibadah (2006), Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia (1978), dan Pedoman Penyiaran Agama (1978).
Surat Keputusan Bersama Menteri yang Direvisi tahun 2006 mengenai Pembangunan Rumah Ibadah mewajibkan kelompok beragama yang ingin membangun rumah ibadah mendapatkan tandatangan dari sedikitnya 90 anggota jemaatnya dan 60 orang dari pengikut agama lain yang menyatakan dukungan mereka terhadap pembangunan rumah ibadah tersebut. Keputusan tersebut juga mensyaratkat adanya persetujuan dari kantor urusan agama setempat, yakni Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Pedoman Bantuan Luar Negeri untuk Lembaga Keagamaan mengharuskan organisasi keagamaan dalam negeri memperoleh persetujuan dari Departemen Agama untuk menerima dana dari donor asing. Pedoman Penyiaran Agama melarang ajakan berpindah agama dalam berbagai situasi.
Pemerintah mengizinkan praktik sistem keyakinan tradisional Aliran Kepercayaan sebagai manifestasi budaya, bukan sebagai suatu agama. Para pengikut Aliran Kepercayaan harus mendaftar ke Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Pihak berwenang daerah pada umunya menghargai penganut Aliran Kepercayaan ini dalam mempraktikkan keyakinannya. Pada bulan 28 Juni 2007, Pemerintah mengeluarkan Peraturan No. 37/2007, yang mengizinkan para pemuka Aliran Kepercayaan untuk memimpin upacara perkawinan dan meminta kantor catatan sipil untuk mendaftarkan izin nikah yang ditandatangani oleh pemimpin perkawinan tersebut, sehingga membuat perkawinan-perkawinan ini diakui secara resmi. Namun, peraturan tersebut belum diterapkan di semua daerah. Pada akhir periode pelaporan, Kanwil Kepedudukan Surabaya sedang menunggu revisi peraturan daerah mengenai administrasi sipil dan perkawinan atau pedoman teknis dari Departemen Dalam Negeri sebelum menerapkan peraturan tersebut.
INDONESIA 6
Undang-Undang Perlindungan Anak tahun 2002 menjadikan upaya untuk mengubah keyakinan anak pindah agama melalui ”tipu muslihat” dan/atau ”kebohongan” sebagai kejahatan yang dapat dikenai hukuman hingga 5 tahun penjara.
Pasal 156 KUHP membuat penyebaran permusuhan, penodaan, dan penghinaan terhadap suatu agama dapat dikenai hukuman hingga 5 tahun penjara. Walaupun hukum diterapkan terhadap semua agama yang diakui secara resmi, namun pasal ini biasanya berlaku pada kasus-kasus yang melibatkan penghinaan dan penodaan terhadap Islam.
Banyak kebijakan negara yang berkaitan dengan agama disahkan dan diimplementasikan di tingkat daerah. Sejak Oktober 2005 kantor wilayah Departemen Agama di Nusa Tenggara Barat menegaskan larangan bagi 13 kelompok agama, termasuk Ahmadiyah, Kesaksian Yehova, Hare Krishna, dan 10 bentuk Aliran Kepercayaan yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam, Kristen, atau Hindu. Bakor Pakem cabang Nusa Tenggara Barat memantau secara ketat anggota jemaah Ahmadiyah di Mataram selama periode pelaporan. Namun demikian, tidak ada laporan mengenai pembatasan berdampak pada kelompok yang dilarang lainnya di daerah tersebut. Di Jawa Barat sebuah keputusan bersama dikeluarkan pada Januari 2005 di Kabupaten Kuningan yang melarang penyebaran ajaran Ahmadiyah. Pada 5 Mei, 2008, Pakem Cabang Jawa Barat merekomendasikan pihak berwenang pemerintah kota untuk melarang Ahmadiyah. Pada 6 Mei, 2008, Walikota Cimahi, Jawa Barat, mengeluarkan perintah melarang kelompok keagamaan tersebut.
Aceh tetap merupakan satu-satunya provinsi dimana pemerintah pusat secara khusus memberikan wewenang untuk penerapan Syariat Islam. Keputusan Presiden No. 11/2003 secara formal mengesahkan Pengadilan Syariah di Aceh. Sejak itu pemerintah provinsi telah mensahkan tiga undang-undang Syariat, satu mengatur hubungan antara umat Islam yang berbeda jenis kelamin, dan dua undang-undang yang mengatur larangan mengkonsumsi minuman beralkohol dan berjudi. Penganut Kristen dan non-Muslim lainnya dikecualikan dari undang-undang tersebut. Pada 2008 banyak daerah tingkat kabupaten meniadakan gelar operasi polisi susila, dikenal dengan sebutan Wilayatul Hisbah (WH) yang awalnya dibentuk pada 2005 di Kabupaten di seluruh provinsi. Pemerintahan provinsi yang baru dilantik pada awal 2007 dan sedikit demi sedikit mengurangi pelaksanaan Syariat Islam. Bahkan di daerah dimana WH terus beroperasi, pengaruh mereka berkurang secara signifikan karena peraturan baru membatasi kewenangan mereka.
Meskipun tidak secara khususnya mengkategorisasikannya sebagai aturan Syariat Islam, pada prakteknya oleh kebanyakan pemerintah daerah memberlakukan peraturan daerah yang mengacu kepada kaidah-kaidah Syariat Islam. Menurut Koalisi Perempuan Indonesia, pemerintah daerah diseluruh negeri telah mengeluarkan sedikitnya 100 peraturan daerah yang memuat kaidah-kaidah syariat Islam. Banyak cendekiawan Muslim dan aktivis hak azasi manusia menyatakan bahwa peraturan-peraturan daerah tersebut menimbulkan atau meningkatkan diskriminasi terhadap wanita. Dalam banyak kasus peraturan-peraturan daerah tersebut mewajibkan perempuan Muslim mengenakan penutup kepala di tempat umum;
INDONESIA 7
mengharuskan pejabat, pelajar, pegawai negei sipil yang beragama Islam, serta individu-individu yang ingin mendapatkan izin menikah untuk bisa membaca kitab Suci Al Qur’an dalam bahasa Arab; serta melarang kaum Muslim mengkonsumsi minuman beralkohol dan berjudi. Beberapa dari undang-undang ini merupakan upaya untuk mengatasi masalah-masalah sosial setempat, dan dalam banyak kasus undang-undang ini tidak dilaksanakan.
Aktivis hak-hak sipil menegaskan bahwa peraturan daerah yang berdasarkan pada Syariat Islam melanggar Undang-Undang Dasar dan mereka menyerukan kepada Pemerintah untuk menjalankan yurisdiksi konstitusionalnya untuk mencabut atau mengkaji regulasi tersebut. Pada Februari 2008 Menteri Dalam Negeri menyatakan bahwa Syariat Islam daerah tidak ada dan bahwa peraturan yang disebut sebagai regulasi yang diilhami oleh syariat Islam sejatinya hanyalah peraturan umum yang diundangkan untuk mengatasi masalah-masalah sosial seperti kegiatan meminum minuman keras dan prostitusi. Berkaitan dengan Aceh, Menteri menyatakan bahwa peraturan yang diperdebatkan tersebut hanya berlaku bagi kaum Muslim, yang mengharuskan mereka untuk menjalankan kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam.
Beberapa pemerintah daerah mempertahankan peraturan yang menghalangi perempuan Muslim untuk memperoleh layanan pemerintah apabila mereka tidak mengenakan penutup kepala, meskipun peraturan tersebut bersifat tidak dipaksakan.
Beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan tercatat mempunyai Syariat Islam. Di Kabupaten Bulukumba, Syariat Islam yang hanya berlaku bagi kaum Muslim, mencakup kewajiban mengenakan pakaian Muslim, membaca Al Qur’an dalam bahasa Arab, peraturan zakat, dan larangan atas minuman beralkohol. Dalam banyak kasus tidak ada sanksi bagi mereka yang tidak mematuhi, dan peraturan tersebut tidak dilaksanakan.
Peraturan daerah yang dikeluarkan pada tahun 2002 di Kabupaten Pamekasan, disebut Gerakan Pengembangan Masyarakat Islam Gerbang Salamor , menghimbau pegawai negeri sipil Muslim mengenakan busana Muslim dan menghentikan baik aktivitas publik atau pekerjaan saat azan tiba. Peraturan tersebut dikeluarkan melanjuti permintaan dari para kiai Pamekasan untuk mendorong kaum Muslim menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari mereka. Namun, tampaknya tidak semua warga mematuhi peraturan tersebut, dan tidak ada sanksi yang jelas bagi yang tidak mematuhi.
Kota Tangerang di Provinsi Banten melarang prostitusi dan mempertunjukan kemesraan di depan umum. Larangan ini berlaku bagi warga Muslim maupun non-Muslim. Pasal prostitusi yang kontraversial secara tidak jelas mendefinisikan seorang pelacur sebagai seseorang yang menimbulkan kecurigaan berdasarkan sikap, perilaku, atau pakaian mereka, dan membebani perempuan yang dicurigai untuk membuktikan bahwa mereka tidak bersalah. Namun demikian, larangan tersebut tidak lagi diterapkan menurut para pegiat hak asasi manusia.
Undang-undang Perkawinan tahun 1974 melarang pegawai negeri melakukan poligami kecuali dalam keadaan-keadaan terbatas. Undang-undang perkawinan untuk umat Islam diambil dari
INDONESIA 8
Syariat Islam yang mengizinkan seorang pria memiliki hingga empat orang istri, dengan syarat ia mampu bersikap adil. Seorang pria yang menikahi istri kedua, ketiga atau keempatnya harus mendapatkan izin pengadilan dan izin dari istri pertamanya; namun, pada prakteknya hal ini selalu tidak dipenuhi. Banyak perempuan yang dilaporkan sulit untuk menolak, dan kelompok perempuan Muslim tetap terbagi dua antara yang mendukung perlunya sistem ini direvisi dengan yang tidak mendukung. Pada Oktober 2007 Mahkamah Konstitusi mengabulkan hak-hak istri untuk menolak permintaan suaminya memperistri perempuan lain, dengan memutuskan bahwa pembatasan pada praktek poligami dalam Undang-undang Perkawinan tidak melanggar Undang-Undang Dasar atau pembatasan keyakinan Islam dan diperlukan untuk melindungi hak-hak perempuan.
Presiden menandatangani rancangan undang-undang antipornografi menjadi undang-undang pada 8 Desember, 2008. Undang-undang tersebut melarang tindakan dan gambar-gambar berbau pornografi, secara luas mendefinisikan pornografi sebagai “materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh.” Undang-Undang tersebut juga melarang pertunjukan dimuka umum yang dapat “membangkitkan hasrat seksual.” Beberapa provinsi menolak menerapkan undang-undang antipornografi tersebut dengan alasan UU tersebut membatasi ekspresi agama dan budaya. Saat ini, Mahkamah Konstitusi sedang melakukan uji materi terhadap UU tersebut setelah koalisi LSM menantang konstitusionalitas UU tersebut.
Perceraian tetap menjadi pilihan hukum bagi penganut semua agama, tetapi bagi kaum Muslim pada umumnya mereka menyelesaikan proses perceraian di pengadilan agama sedangkan non-Muslim menyelesaikan proses perceraian mereka di pengadilan negeri. Dalam kasus perceraian perempuan biasanya menanggung beban pembuktian yang lebih berat ketimbang laki-laki, khususnya dalam sistem pengadilan agama Islam. Undang-undang mewajibkan mantan suami untuk memberi uang tunjangan atau tunjangan setara, tetapi tidak ada mekanisme penegakkan undang-undang tersebut, sehingga perempuan yang dicerai jarang menerima tunjangan tersebut.
Berdasarkan UU No 17/1999, Pemerintah mempunyai hak monopoli dalam menyelenggarakan Haji ke Mekah. Undang-Undang menyatakan bahwa Departemen Agama bertanggung jawab untuk memberi panduan, layanan, dan perlindungan bagi jemaah Haji selama mereka menjalankan ibadah haji tersebut. Departemen Agama juga menetapkan biaya yang terkait dengan pelaksanaan haji serta mengeluarkan paspor haji.
Pada April 2008 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mensahkan RUU yang menegaskan peran Pemerintah sebagai satu-satunya penyelenggara Haji. Walaupun banyak keluhan dari berbagai pihak mengenai dugaan korupsi, pengelolaan yang buruk, dan layanan yang tidak baik, UU baru tersebut menyatakan bahwa Departemen Agama tetap menjadi penyelenggara ibadah haji. Undang-Undang mewajibkan Pemerintah untuk membentuk sebuah komite pengawas independen untuk memantau pengelolaan Haji. Komite Pengawas Haji Indonesia terdiri dari Sembilan anggota – tiga berasal dari pejabat pemerintah dan enam lainnya berasal dari
INDONESIA 9
berbagai institusi, termasuk MUI. Ketiga pejabat pemerintah tersebut terdiri dari pejabat dari Departemen Agama, Departemen Kesehatan, dan Kedubes Indonesia di Saudi Arabia.
Pada 2007 Presiden menandatangani Undang-Undang Pendidikan Nasional, yang awalnya disahkan oleh Pemerintah pada tahun 2003. Undang-Undang Pendidikan mewajibkan pengajaran agama dari salah satu enam agama resmi atas permintaan seorang siswa.
Pemerintah melarang ajakan untuk pindah agama dengan alasan bahwa kegiatan tersebut, khususnya di wilayah-wilayah yang agamanya beragam, terbukti mengganggu.
Ceramah agama dapat diberikan jika disampaikan kepada penganut agama yang sama dan tidak dimaksudkan untuk mengajak orang pindah keyakinan.
Program keagamaaan yang ditayangkan di televisi tetap tidak dibatasi, dan pemirsa dapat menyaksikan program religi yang ditawarkan oleh agama manapun yang diakui.
Tidak ada batasan atas publikasi materi keagamaan atau penggunaan simbol-simbol agama; namun, pemerintah melarang penyebaran materi-materi keagamaan kepada pemeluk agama lain.
Kelompok keagamaan dan organisasi sosial harus mendapatkan izin untuk mengadakan konser keagamaan atau kegiatan lainnya di hadapan publik. Pemerintah biasanya memberikan izin dengan cara yang tidak berat sebelah kecuali terdapat kekhawatiran bahwa kegiatan tersebut akan menimbulkan kemarahan kelompok agama lain di wilayah tersebut.
Misionaris asing harus mendapatkan visa tinggal terbatas untuk rohaniawan, dan untuk organisasi agama dari luar negeri harus mendapat izin dari Departemen Agama untuk memberikan bantuan apapun (dalam bentuk natura, personil, atau uang) kepada kelompok-kelompok agama setempat.
Undang-undang tidak mendiskriminasikan kelompok agama apapun dalam lapangan pekerjaan, perumahan, atau layanan kesehatan.
Pemerintah memperingati Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW, Idul Fitri, Idul Adha, Tahun Baru Islam, Wafatnya Isa Almasih, Kenaikan Isa Almasih, Maulid Nabi Muhammad SAW, Natal, Waisak, Tahun Baru Imlek (yang dirayakan oleh penganut Konghucu dan masyarakat Tionghoa lainnya), serta hari raya Nyepi sebagai hari libur nasional. Hari libur agama Hindu diakui sebagai hari libur daerah di Bali, dan masyarakat Bali tidak bekerja pada hari Saraswati, Galungan dan Kuningan.
Selama periode pelaporan, beberapa pejabat pemerintah dan pemimpin politik terkemuka saling berinterkasi pada forum-forum dan seminar-seminar publik dengan pemimpin agama dan kelompok antar agama seperti Forum Perdamaian Internasional yang digagas oleh
INDONESIA 10
Muhammadiyah dan berbagai seminar yang disponsori oleh Konferensi Indonesia untuk Agama dan Perdamaian, dan Wahid Institut
Pembatasan-Pembatasan terhadap Kebebasan Beragama
Secara umum Pemerintah menghargai kebebasan beragama; namun, keputusan pemerintah yang melarang kelompok Ahmadiyah untuk mempraktikan ibadahnya merupakan pengecualian yang signifikan. Undang-undang, kebijakan-kebijakan, dan tindakan-tindakan tertentu lainnya juga membatasi kebebasan beragama dan kadang-kadang Pemerintrah mennolerir diskriminasi dan kekerasan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu terhadap individu-individu berdasarkan pada keyakinan agama mereka.
Pemerintah daerah mengeluarkan larangan terhadap aliran Ahmadiyah, al-Qiyadah al-Islamiyah, dan kelompok aliran Islam minoritas lainnya selama periode pelaporan serta memantau mereka secara ketat, seringkali atas permintaan dari MUI cabang daerah.
Pada September 2008 penjabat Gubernur Sumatra Selatan mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur yang isinya melarang Ahmadiyah. Keputusan tersebut menyatakan bahwa “Ahmadiyah dilarang di provinsi tersebut karena aliran tersebut tidak sejalan dengan ajaran-ajaran Islam.” Larangan di tingkat daerah mendapat dukungan dari pejabat-pejabat dari kanwil Departemen Agama, jaksa daerah, perwakilan dari MUI daerah serta organisasi Islam lainnya, termasuk akademisi dari Institut Islam Negeri Raden Fatah di Palembang. Sebelum larangan, beberapa kelompok konservatif dibawah payung organisasi Forum Umat Islam (FUI), termasuk Forum Pembela Islam (FPI) dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), bersama dengan Hizbuth Tahrir Indonesia (HTI), sebuah organisasi lintas negara, menuntut dibubarkannya aliran Ahmadiyah.
Sekalipun Surat Keputusan Gubernur Sumatra Selatan tersebut bertentangan dengan Keputusan Pemerintah Pusat pada bulan Juni 2008 tentang pedoman mengenai isu Ahmadiyah, Pemerintah pusat tidak mengambil tindakan untuk menuntut dibatalkannya keputusan Gubernur tersebut. Keputusan Kepala Daerah tersebut tetap berlaku, tetapi tidak ada upaya untuk diterapkan dan pihak berwenang daerah menganggap bahwa keputusan tersebut tidak punya kekuatan hukum, mengingat penjabat Gubernur hanya berkuasas selama tiga bulan. Komunitas Ahmadiyah menyatakan bahwa mereka masih bisa melaksanakan kegiatan keagamaan mereka seperti biasa dan secara normal di provinsi tersebut.
Keputusan Pemerintah bulan Juni 2008 mengenai Ahmadiyah yang melarang penyebarluasan dan praktik-praktik yang dianggap “menyimpang” dari ajaran arus utama Islam dikeluarkan lima bulan setelah tim yang dibentuk oleh pemerintah mulai memantau kelompok Ahmadiyah atas permintaan dari MUI. Aktivis masyarakat sipil menyatakan bahwa pasal dalam Surat Keputusan tersebut merupakan contoh terbaru dari meningkatnya upaya dari kelompok garis keras Islam untuk membatasi praktik Ahmadiyah.
INDONESIA 11
Kelompok minoritas agama lain juga menghadapai pembatasan selama periode pelaporan. Pada Februari 2009 Majelis Ulama Indonesia (MUI) cabang Jombang menyatakan bahwa ajaran Noto Ati bersifat bid’ah karena ajaran tersebut melanggar ajaran Qur’an dan Hadits dan karena kelompok tersebut percaya bahwa kiamat akan terjadi pada 15 Januari, 2009. MUI cabang Blitar, Jawa Timur, melarang enam ajaran yang bersifat “bid’ah” selama delapan bulan terakhir yang memerintahkan pengikutnya untuk membayar 4 juta rupiah untuk sebuah tiket masuk surga. Namun, pemimpin ajaran ‘jalan menuju surga’, Suliani, berdalih bahwa uang tersebut adalah untuk biaya doa dan nasehat yang dia berikan kepada pengikutnya.
Pada 7 Mei, 2009, anggota jemaat Huria Kristen Batak Protestant (HKBP) mengajukan gugatan dan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung untuk membatalkan putusan pemerintah kota yang membatalkan izin gereja mereka. Meskipun pihak jemaat telah mendapatkan izin dan memulai proses pembangunan, walikota membatalkan izin tersebut pada 27 Maret, 2009, dengan alasan adanya keluhan dari masyarakat. Selama proses pembangunan, telah terjadi beberapa penyerangan yang tidak jelas motifnya terhadap gereja HKBP, termasuk penyerangan pada Oktober 2008.
Di Bukkitinggi larangan terhadap perayaan Hari Valentine di tempat-tempat umum seperti hotel dan restoran tetap berlaku. Larangan tersebut awalnya dikeluarkan oleh walikota pada Februari 2008 karena para pejabat pemerintah beranggapan bahwa Hari Valentine adalah tradisi Barat yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia.
Sistem pencatatan sipil membatasi kebebasan beragama orang yang tidak menganut salah satu dari enam agama yang diakui. Animisme, Baha’i, dan penganut kepercayaan minoritas lain mengalami kesulitan dalam mendaftarkan perkawinan atau kelahiran, meskipun terdapat peraturan pada bulan Juni 2007 yang berkaitan dengan administrasi perkawinan dan sipil, yang membolehkan perkawinan penganut Aliran Kepercayaan diakui secara resmi. Menurut Yayasan Trimulya, sebuah LSM yang mengadvokasi hak-hak pengikut Aliran Kepercayaan, penganut mereka seringkali tidak bisa mencatatkan perkawinan mereka.
Pria dan wanita beda agama akan terus menghadapi hambatan untuk menikah dan mendaftarkan pernikahan mereka secara resmi. Para pasangan ini mengalami kesulitan dalam mencari pemuka agama yang bersedia melaksanakan upacara pernikahan antar agama; upacara pernikahan agama harus dilakukan sebelum suatu pernikahan dapat didaftarkan. Akibatnya, sebagian orang berpindah agama untuk dapat menikah. Lainnya, menikah di luar negeri dan kemudian mendaftarkan pernikahannya di Kedutaan Besar Indonesia. Meskipun merupakan sebagai salah satu agama yang diakui secara resmi, umat Hindu mengatakan bahwa seringkali mereka harus menempuh jarak yang jauh untuk mendaftarkan pernikahan mereka karena di banyak daerah pedesaan pemerintah daerahnya tidak dapat atau tidak mau melakukan pencatatan.
Pada praktiknya, pasangan yang dihalangi untuk mendaftarkan pernikahan mereka atau kelahiran seorang anak sesuai dengan keyakinan mereka masuk ke dalam agama yang diakui atau menyatakan seolah-olah mereka penganut salah satu dari enam agama yang diakui.
INDONESIA 12
Mereka yang memilih untuk tidak mencatatkan perkawinannya atau kelahiran anaknya di masa mendatang akan menemui kesulitan seperti, tidak bisa memperoleh akte kelahiran untuk anak-anak mereka. Akte kelahiran diperlukan untuk mendaftar ke sekolah, mendapatkan beasiwa, dan mendapatkan pekerjaan di kantor pemerintahan.
Kelompok hak asasi manusia terus menerima laporan sporadis bahwa ada petugas Catatan Sipil daerah yang menolak pengajuan permohonan pemeluk agama yang tidak diakui pemerintah atau agama minoritas. Beberapa pemohon melihat bahwa lebih mudah mendaftar untuk memperoleh KTP dengan mencantumkan agama yang bukan mereka peluk dan mendapat KTP yang mencatumkan keterangan yang tidak akurat mengenai agama mereka. Misalnya, penganut animisme menerima KTP yang menyebutkan bahwa mereka beragama Islam. Banyak penganut Sikh yang dicantumkan sebagai penganut Hindu dalam KTP dan akte perkawinan mereka. Demikian juga, penganut Yahudi terdaftar sebagai pemeluk Kristen. Warganegara yang tidak memiliki KTP mendapati kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan. Sebagian organisasi swadaya masyarakat dan kelompok advokasi agama terus mendesak pemerintah untuk menghapus kategori agama dalam KTP, tapi tidak ada kemajuan.
Pengikut Ahmadiyah yang dipaksa keluar rumah mereka di Lombok Barat oleh sekelompok massa pada tahun 2006 dan tinggal di tempat penampungan sementara Transito di Mataram terus mengalami kesulitan untuk mendapatkan KTP karena tidak mempunyai alamat yang jelas saat masih tinggal sebagai pengungsi di kamp. Akibatnya, pengikut Ahmadiyah seringkali tidak memperoleh layanan kesehatan gratis karena pejabat-pejabat daerah menolak mengeluarkan surat pengantar yang berisi tentang kondisi mereka yang buruk. Pengikut Ahmadiyah tersebut yakin bahwa mereka bisa mendapatkan KTP dan menuntaskan permasalah mereka jika mereka dapat kembali ke kampung halaman mereka.
Pada Juni 2008 di kecamatan Solok, Sumatra Barat, pejabat daerah menolak melaksanakan upacara pernikahan bagi anggota aliran Ahmadiyah. Namun demikian, dengan bantuan kepala desa setempat, individu-individu dari kecamatan Solok dapat menikah di kecamatan lain dan tidak mengahadapi masalah sejak mereka kembali ke kampungnya.
Sejak Pemerintah mengumumkan Surat Keputusan Bersama Menteri yang telah Direvisi tentang Pembangunan Rumah Ibadah tahun 2006, implementasi dan pembelaan hak-hak yang diberikan menurut Keputusan tersebut tidak selalu dilaksanakan di tingkat daerah. Selama priode pelaporan, beberapa kelompok penganut Kristen dan Hindu menunjukkan tindakan diskriminasi yang sporadis dimana pihak berwajib setempat menolak memberi izin pembangunan gereja atau kuil meskipun kelompok tersebut telah mendapatkan tandatangan yang diperlukan.
Di Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, pemerintah setempat menangguhkan pembangunan gereja Katolik meskipun telah dipenuhi persyaratan hukum untuk melakukan pembangunan. Masalah ini pada akhirnya bisa diselesaikan melalui mediasi dengan FKUB. FKUB di daerah berfungsi sebagai forum dialog antar umat beragama, yang anggotanya kebanyakan didominasi oleh kelompok agama mayoritas yang bisa menentang atau menangguhkan persetujuan
INDONESIA 13
perizinan bagi kelompok minoritas. Dalam beberapa kasus di Jawa Barat, pembangunan gereja-gereja kecil menghadapi kesulitan untuk mendapatkan izin, karena adanya penolakan FKUB.
Selama periode pelaporan, Parisada Hindu Dharma melaporkan bahwa mereka telah memperoleh izin untuk membangun kuil di Tangerang, Jawa Barat. Semula terdapat penentangan dari masyarakat dalam pembangunan kuil tersebut meskipun mereka telah memenuhi syarat persetujuan yang diperlukan. Hanya saja karena kesulitan dana mereka belum dapat membangun kuil tersebut.
Pada 2007 pemerintah daerah membatalkan izin pembangunan kuil Hindu di Pura Penataran Agung Rinjani, Kecamatan Bayan, Lombok Barat. Pejabat membatalkan izin pembangunan karena alih-alih merenovasi kuil yang telah ada seperti yang diajukan dalam permohoan izin, pengelola kuil membangun kuil baru yang lebih besar. Pembangunan dihentikan ketika prosesnya telah rampung 25 persen. Selama periode pelaporan, pembangunan masih terhenti dan belum ada pengajuan permohonan baru.
Pada Januari 2008 ratusan demonstran dari kelompok mayoritas komunitas Muslim Sasak menyerang kuil Hindu di Pura Sangkareang, Keru, Lombok Barat, yang mengakibatkan kerusakan ringan dan menghentikan proses renovasi. Polisi telah menahan sejumlah orang terkait insiden tersebut, namun tidak lama kemudian mereka dibebaskanoleh pihak kepolisian. Terdapatnya perbedaan dalam menginterpretasi berbagi aturan perizinan terkait pembangunan rumah ibadah, beberapa pejabat daerah berpendapat bahwa pengelola kuil harus mendapatkan izin dan persetujuan dari masyarakat setempat sebelum memulai pekerjaan renovasi. Sebaliknya, pengelola kuil berpendapat bahwa renovasi, tidak seperti membangun, dapat dilakukan tanpa harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah kota dan warga setempat. Pihak pengelola kuil lalu mengajukan permohonan izin yang diperlukan dan pada akhir periode pelaporan ini permohonan mereka sedang dipelajari oleh Departemen Dalam Negeri dan Departemen Agama. Saat ini, kuil tersebut digunakan untuk ibadah keagamaan.
Di Aceh, upaya untuk mendidik masyarakat tentang Syariat dan pelaksanaannya terus dilakukan meskipun intensitasnya lebih kecil ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Tidak semua pemerintahan daerah di Aceh mempunyai polisi Syariat, bahkan beberapa daerah telah meniadakannya. Pada setiap kecamatan terdapat kantor urusan Syariat, tetapi komitmen penerapan Syariat Islam beragam untuk masing-masing daerah. Selama bulan Ramadan beberapa kecamatan, termasuk Banda Aceh, mengeluarkan aturan yang memerintahkan penjaga toko menutup toko mereka sesaat untuk sholat Dzuhur, dan restoran diminta tutup sepanjang hari. Tidak semua toko dan restoran mematuhi peraturan tersebut. Selama periode pelaporan, kantor urusan Syariat dan polisi Syariat bekerjasama dengan pihak kepolisian menginvestigasi dan menindak pelanggaran. Kadangkala polisi syariat memperingati secara langsung mereka-mereka yang tertangkap tidak mengenakan pakaian Islami yang pantas di tempat umum atau berkencan tanpa didampingi muhrimnya, tetapi polisi biasanya tidak menahan atau menuntut mereka dengan dakwaan pidana. Tidak seperti pada periode pelaporan sebelumnya, tidak ada laporan terjadinya penghadangan jalan untuk memastikan apakah pengguna jalan mengenakan pakaian Muslim.
INDONESIA 14
Selama periode pelaporan, di Padang, Sumatra Barat, walikota memerintahkan semua siswa yang beragama Islam untuk mengenakan busana Muslim pada hari Jum’at dan mendorong pejabat pemerintahan kota yang beragama Islam untuk melakukan hal yang sama. Namun, banyak yang tidak mematuhi peraturan tersebut dan tidak ada hukuman bagi mereka yang tidak mematuhi.
Sejumlah organisasi Kristen mengatakan bahwa misionaris Kristeni menemui kesulitan untuk mendapatkan atau memperpanjang visa. Persyaratan untuk visa tinggal terbatas untuk rohaniawan lebih sukar diperoleh daripada visa kategori lain. Mereka tidak hanya meminta persetujuan dari kantor wilayah Departemen Agama, mulai dari tingkat daerah hingga ke pusat, tetapi juga data statistik tentang jumlah pemeluk agama tersebut di masyarakat dan pernyataan yang menegaskan bahwa pemohon tidak akan bekerja lebih dari dua tahun di negara ini sebelum digantikan oleh warganegara setempat. Misionaris asing yang mendapatkan visa tersebut bekerja relatif tanpa hambatan. Banyak misionaris yang fokus utama kegiatannya pada pembangunan berhasil memperoleh visa kunjungan sosial di Departemen Kesehatan atau Departemen Pendidikan Nasional.
Seperti pada periode-periode pelaporan sebelumnya, sepanjang bulan puasa Ramadhan, banyak Pemerintah daerah yang memerintahkan penutupan atau pengurangan jam operasi berbagai tempat hiburan. Beberapa pemerintah daerah termasuk pemerintah kota Palembang, Cilegon, Semarang dan Makassar mengeluarkan surat edaran yang membatasi jam operasi tempat-tempat hiburan malam, kafe dan restoran selama bulan Ramadhan pada tahun 2008. Pemkot Tangerang juga dilaporkan telah menutup sepuluh kafe karena tidak mematuhi peraturan daerah tersebut.
Menjelang bulan Ramadan 2008, sejumlah pejabat pemerintah kota Surabaya, pemimpin masyarakat, pemuka agama, dan pengusaha menandatangani kesepakatan bersama untuk tidak beroperasi usaha hiburan malam selama bulan puasa. Peraturan serupa juga diterapkan di Jakarta dan berbagai daerah lain di Indonesia. Kadangkala Pemerintah daerah maupun kota dibantu dengan elemen masyarakat kelompok garis keras kadangkala menggunakann cara-cara kekerasan agar dipatuhi aturan tersebut, namun dalam banyak kasus polisi berhasil mencegah tindakan anarkis dari kelompok-kelompok garis keras . Sebagian anggota kelompok minoritas maupun sebagian kelompok Islam, meyakini bahwa peraturan tersebut melanggar hak-hak azasi.
Penyalahgunaan Kebebasan Beragama
Selama periode pelaporan, Pemerintah secara terbuka maupun diam-diam membatasi kebebasan beragama terhadap kelompok aliran Islam yang dianggap menyimpang dari arus utama ajaran Islam yang dianut mayoritas umat Islam.
INDONESIA 15
Pemerintah juga menolerir tindakan diskriminasi dan kekerasan terhadap kelompok Ahmadiyah dan tidak menentang fatwa MUI yang diterbitkan pada 2007 sebagai acuan pengharaman kelompok-kelompok sempalan dalam Islam seperti ajaran Ahmadiyah yang mengakui adanya nabi setelah Nabi Muhammad. Pemerintah tidak menentang fatwa MUI pada tahun 2005 yang mengharamkan ajaran Ahmadiyah, maupun bentuk aturan pelarangan yang dikeluarkan oleh pemerintahan daerah. Berbagai laporan lainnya menyebutkan terjadinya penyerangan dan penutupan terhadap sejumlah tempat ibadah. Menurut jurubicara Ahmadiyah, sejak penerbitan surat keputusan pada Juni 2008, sebanyak 21 buah masjid Ahmadiyah ditutup secara paksa di seluruh Indonesia; di Jawa Barat sendiri 15 masjid ditutup secara paksa. Surat Keputusan tersebut merekomendasikan pembatasan hak-hak terhadap kelompok Ahmadiyah. Secara umum, para pengikut Ahmadiyah masih dapat terus menjalankan ibadah mereka meskipun banyak masjid yang telah ditutup pasca keluarnya surat keputusan tersebut. Sekalipun demikian, akibat SK tersebut, para jemaat Ahmadiyah tidak dapat secara bebas menyiarkan dakwah ataupun menjalankan kepercayaan mereka di muka umum.
Pihak berwajib gagal untuk menghentikan aksi vandalisme atas fasilitas Ahmadiyah selama periode pelaporan.
Pada 2 Juni 2009, sebuah masjid milik penganut ajaran Ahmadiyah di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan secara sengaja dibakar oleh orang tidak dikenal saat subuh. Saksi mengungkapkan kepada polisi bahwa delapan orang pengikut Ahmadiyah sedang menunaikan ibadah sholat Subuh di lantai dua bangunan mesjid ketika dua orang tidak dikenal menyiram bensin dan menyalakan api. Tidak terdapat korban jiwa dalam insiden ini maupun orang yang ditangkap.
Pada 19 April 2009, sekelompok orang tak dikenal melakukan perusakan terhadap Masjid Mahmud di Desa Talaga. Sebanyak 150 warga menyegel masjid yang sama di bulan Juli 2008. Masih pada bulan Juli 2008, mereka menyegel Masjid Taher di wilayah desa Sindankerta di Cianjur Jawa Barat.
Pada 5 Oktober 2009, sekelompok orang merusak masjid Mubarak di kawasan Mahato, Desa Tanjung Medan, Kecamatan Pujud, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau setelah Hari Raya Idul Fitri.
Pada 27 Agustus 2008, ratusan anggota FPI mengancam jemaah Ahmadiyah dari Masjid Al Mubarak di Jagakarsa, Jakarta Selatan, dan menuntut mereka menghentikan segala kegiatan mereka sebelum bulan suci Ramadan.
Anggota Forum Komunitas Muslim Ciputat (FMCC) menyegel Masjid Baitul Qoyyum milik Ahmadiyah pada 19 Agustus. FMCC beranggapan para anggota Ahmadiyah tidak mematuhi surat keputusan bersama yang dikeluarkan pada bulan Juni yang melarang kelompok tersebut melakukan kegiatan dakwah. Polisi berhasil mencegah upaya warga menyegel masjid tersebut.
Pada 8 Agustus 2008, warga merusak Masjid Baiturahman dan Baitol Do'a di Parakansalak, Sukabumi, Jawa Barat.
INDONESIA 16
Sekelompok anggota garis keras menyegel masjid Ahmadiyah di Desa Talaga dan sebuah Masjid di Desa Parabon, Cianjur, Jawa Barat pada 1 Agustus 2008.
Sebanyak 182 jemaah Ahmadiyah yang mengungsi ke tempat-tempat penampungan berstatus sebagai pengungsi dalam negeri di Lombok Barat sejak serangan terhadap rumah dan masjid mereka pada 2006 terus menghadapi tantangan selama masa periode pelaporan. Pada 14 April 2009 pemda setempat meminta mereka mengurungkan niat mereka untuk kembali ke kampung halaman mereka di Desa Gegerungan akibat masalah keamanan yang masih rawan dan masalah kompensasi yang tidak kunjung usai. Permintaan serupa pernah diajukan sebelumnya pada bulan Maret kepada kelompok Ahmadiyah untuk kembali ke kampung halaman mereka. Sejauh ini baru empat keluarga yang telah kembali ke kampung halaman mereka. Mereka dilaporkan bertahan hidup dan bekerja dengan aman meskipun kadang-kadang masih mengalami intimidasi ringan dari masyarakat setempat.
Selama periode pelaporan, sebanyak 125 anggota Ahmadiyah yang terlantar hidup di tempat penampungan Transito dan 57 lainnya di tempat penampungan Praya. Pada pertengahan tahun 2008, sebuah keluarga di tempat penampungan Praya kembali ke rumah mereka namun dalam waktu singkat kembali lagi ke tempat penampungan akibat ancaman kekerasan yang mereka terima. Sumber di Departemen Agama menyebutkan 150 anggota Ahmadiyah yang terlantar tinggal di tempat penampungan dan 80 di antaranya telah kembali ke kampung halaman mereka.
Pada tahun 2007, pemda setempat mengurangi subsidi beras dan memutus aliran listrik ke tempat penampungan bagi para pengungsi dalam negeri. Pada akhir periode pelaporan, para anggota Ahmadiyah di penampungan menerima dua ton subsidi beras setiap bulannya. Pemda juga mengurangi jatah air bersih ke kamp pada 2008. Kondisi kamp sangat memprihatinkan dan padat, dengan akses yang minim untuk memperoleh air bersih. Meskipun anak-anak dapat kembali bersekolah sejak tahun 2006, mereka masih menghadapi pelecehan dan intimidasi. Para pengikut Ahmadiyah yang tinggal di kamp penampungan mengalami kesulitan untuk memperoleh KTP karena tidak ada alamat yang jelas. Namun hal ini tidak terjadi pada mereka yang tinggal di rumah kontrakan atau menumpang di sanak dan kerabat mereka. Pengikut Ahmadiyah yang tinggal kamp penampungan juga mengalami kesulitan untuk memperoleh layanan kesehatan secara gratis bagi masyarakat tidak mampu karena mereka tidak memperoleh surat dari pejabat setempat yang menerangkan status ekonomi mereka.
Pada Februari 2009, pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) membentuk “Tim Koordinasi” beranggotakan 17 orang (pemuka agama dan akademisi) untuk mempelajari ajaran Ahmadiyah dan membahas solusi alternatif atas isu ini. Tim ini menawarakan dua solusi: memindahkan pengikut Ahmadiyah ke kawasan yang heterogen di kecamatan Pemanang, Lombok Barat, atau mennyebarkan mereka ke penjuru kawasan kota. Perwakilan Ahmadiyah mengungkapkan bahwa kedua opsi tersebut tidak dapat diterima dan telalu rumit. Sebagian besar lahan milik kota berstatus sengketa dan terletak di lahan hijau.
INDONESIA 17
Selama periode pelaporan, Pemerintah telah melakukan penahanan dan penuntutan terhadap pelaku penyimpangan, penistaan, dan penghinaan terhadap agama Islam.
Pada Juni 2009 Polsek Kupang di Nusa Tenggara Timur menahan pemimpin Sekte Sion Kota Allah dan 12 orang pengikutnya dengan tuduhan penistaan. Sekte ini dipimipin oleh Nimbrot Lasbuan yang menyatakan dirinya sebagai nabi. Sekte yang ajarannya bersumber dari buku Jeremiah melarang pengikutnya mengikuti misa gereja pada hari Minggu. Sekte ini juga menolak Komuni Suci dan perayaan pernikahan yang dilaksanakan oleh Gereja Masehi Injil Timor (GMIT) dan melarang pengikut perempuannya mengenakan celana dalam saat berdoa.
Pada 2 Juni 2009, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Lia Eden, pemimpin Kelompok Alamulla Jemaah bersalah atas penistaan dan penghasutan rasa benci antar penganut agama karena dakwah dan menyebarkan pesan-pesannya kepada lembaga pemerintah termasuk Istana Presiden. Lia Eden dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun enam bulan. Pengikutnya bernama Wahyu Wibisono dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun dengan tuduhan penistaan agama. Ini adalah kali kedua Eden diadili atas tuduhan penistaan agama. Pada 2006, ia juga pernah dijatuhi hukuman untuk kasus yang sama selama dua tahun penjara dan dibebaskan pada Oktober 2007 setelah menjalani masa tahanan selama 16 bulan. Pada November 2007, Mahkamah Agung menjatuhi hukuman penjara selama tiga tahun kepada putra Eden bernama Abdul Rahman yang mengaku sebagai reinkarnasi Nabi Muhammad.
Pada 2 Mei 2008, Pengadilan Negeri Padang menjatuhi hukuman tiga tahun penjara kepada dua aktivis sekte Al-Qiyadah Al-Islamiyah, Dedi Priadi dan Gerry Lufthi Yudistira dengan tuduhan penistaan agama.
Pada 23 April 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman penjara selama empat tahun kepada pemimpin sekte al-Qiyadah al-Islamiyah Ahmad Moshaddeq dengan tuduhan penistaan agama. Pengadilan memutuskan Moshaddeq yang menyatakan dirinya nabi bersalah karena telah melanggar pasal dalam KUHP tentang permusuhan, penyalahgunaan, dan pembencian terhadap agama.
Pada 5 April 2008, polisi Sulawesi Tengah menembak mati Madi, buron pimpinan sekte yang terlibat dalam kerusuhan pad 2005 yang menyebabkan lima orang tewas termasuk petugas polisi saat ia melawan ketika akan ditangkap. Kerusuhan pada 2005 pecah ketika polisi berupaya menahan Madi untuk ditanyai sehubungan dengan ajaran Madi yang menimbulkan ketegangan di tengah-tengah masyarakat.
Pada November 2007, kepolisian Sidoarjo menahan pemimpin al Qiyadah al Islamiyah cabang Jawa Timur Ari Cahyono. Pada hari yang sama, 21 anggota kelompok tersebut mengajukan permohonan perlindungan kepada kepolisian Jawa Timur. Namun pihak kepolisian jutsru menolak permohonan tersebut dan meminta mereka membuat surat pernyataan bahwa mereka tidak akan menyebarkan ajaran mereka kepada orang lain. Ke 21 anggota tersebut menyesali perbuatan mereka di hadapan Kepala Kepolisian Jawa Timur dan menyatakan kembali ke Islam.
INDONESIA 18
Pada Oktober 2007 ratusan orang menyerang rumah milik tiga orang pengikut al Qiyadah al Islamiyah di Gresik, Jawa Timur. Polisi kemudian juga menahan anggota al Qiyadah lainnya dengan tuduhan penistaan agama. Penyerangan ini menyusul fatwa yang dikeluarkan oleh MUI cabang Gresik pada 6 Oktober 2007 yang menyatakan bahwa al Qiydah al Islamiyah adalah sesat karena tidak mengakui Muhammad sebagai nabi terakhir dan tidak mewajibkan shalat lima waktu. Pada akhir Oktober 2007, kepolisian Jawa Timur menahan anggota al Qiyadah dengan tuduhan penistaan agama. Mereka kemudian dibebaskan dan kasus ini ditutup setelah mereka menyatakan penyesalan mereka dan kembali ke Islam.
Pada September 2007, Pengadilan Negeri Malang menjatuhi hukuman penjara lima tahun kepada 41 orang dengan tuduhan penistaan sehubungan dengan penyebaran video “pelatihan doa” yang diproduksi oleh Organisasi Layanan Mahasiswa Akademi di Batu, Jawa Timur. Salah satu hal yang meresahkan dalam video tersebut yang beredar pada awal 2007 digambarkan 30 anggota Kristiani diperintahkan oleh pemimpin mereka untuk meletakkan Al Quran di lantai. Pada Agustus 2008, 41 narapidana memperoleh remisi pada Hari Kemerdekaan RI.
Pada 2006, DPRD Banyuwangi di Jawa Timur menyepakati untuk memberhentikan Bupati Banyuwangi, Ratna Ani Lestari dari jabatannya. Mereka yang menyetujui pemberhentian tersebut menuduh Ratna yang Muslim dengan perbuatan penistaan terhadap agama Islam karena melakukan ibadah yang tidak sesuai dengan agama yang tertera di KTP nya. Pendukung Ratna menyatakan bahwa Ratna telah menjadi sasaran kampanye kotor. Ratna masih memegang jabatannya selama periode pelaporan karena DPRD setempat gagal menyerahkan petisi pemecatannya kepada Mahkamah Agung. Selama periode pelaporan, demonstrasi terhadap kepemimpinannya tidak lagi menyoroti latar belakang agamanya namun lebih pada kebijakannya. Demonstrasi terhadap kepemimpinannya terus berlangsung selama periode pelaporan karena kebijakan-kebijakannya dan tuduhan kasus korupsi yang melibatkan dirinya.
Berdasarkan sejumlah laporan yang telah terkonfirmasi menyebutkanbahwa kelompok-kelompok ekstremis menggunakan kekerasan dan intimidasi untuk menutup setidaknya sembilan gereja selama periode pelaporan. Beberapa kelompok juga menunda bahkan di beberapa kasus tertentu mengganjal petisi bagi sejumlah gereja untuk merampungkan renovasi. Gereja-gereja di Jawa Barat menghadapi tekanan yang paling berat terutama di wilayah Bandung, Tangerang, dan Bekasi. Setidaknya enam dari sembilan gereja telah ditutup akibat tekanan dari pejabat setempat sementara tiga lainnya ditutup akibat tekanan dari masyarakat setempat. Meskipun berada di lokasi kejadian, polisi jarang bertindak mencegah penutupan gereja yang dilakukan secara paksa dan pada periode pelaporan sebelumnya polisi justru membantu tindak penutupan tersebut.
Selama periode pelaporan, pengadilan syariat di Aceh melaporkan 36 hukuman cambuk dilaksanakan untuk kasus perjudian. Tidak seperti di negara-negara Asia Tenggara lainnya, hukuman cambuk di Aceh dilakukan dengan busana tertutup bahkan beberapa lapis. Juga ada peraturan yang secara efektif membatasi jumlah cambukan yang dilakukan. Hukuman cambuk di Aceh tidak mencederai kulit.
INDONESIA 19
Meskipun polisi berada di lokasi, petugas tramtib menggusur warung makan dan warung kopi yang buka pada siang hari selama bulan Ramadan di Pekanbaru, Riau. Pemerintah Kota Banjarmasin di Kalimantan Selatan juga menggusur penjual makanan di pinggir jalan. Para penjual ini ditahan dan mereka dilaporkan dikenakan denda sejumlah US$ 55 (Rp. 500.000) per orang atau ditahan selama tiga bulan.
Pemaksaan Pindah Agama
Tidak ada laporan mengenai pemaksaan untuk pindah agama termasuk terhadap warga Amerika Serikat yang diculik atau dikeluarkan secara ilegal dari Amerika Serikat atau yang tidak diizinkan kembali ke Amerika Serikat. (Is this relate to Indonesian issue?)
Kekerasan oleh Pemberontak atau Kekuatan Asing atau Kelompok Teroris
Tidak ada laporan mengenai kekerasan yang dilakukan oleh kelompok teroris selama periode pelaporan. Pemerintah melakukan kemajuan dengan menghukum mereka yang terlibat tindakan kekerasan antaragama sesuai UU anti terorisme dan dakwaan yang terkait atas insiden yang tejadi di Sulawesi Tengah dan Ambon antara 2004 dan 2006.
Perbaikan dan Perkembangan Positif Berkaitan dengan Kebebasan Beragama
Pada 30 Oktober 2008 pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab dan ketua Komando Laskar Islam (LKI) Munarman dihukum penjara selama 18 bulan potong masa tahanan karena keterlibatan mereka dalam penyerangan terhadap Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) pada 1 Juni 2008. Saat itu, AKKBB sedang menggelar aksi damai mendukung kebebasan beragama, pluralisme, dan toleransi di lapangan Monumen Nasional (Monas). FPI dan KLI menganggap aksi damai tersebut bertujuan untuk mendukung Ahmadiyah. FPI dan KLI menyerang para pengunjuk rasa termasuk perempuan dan anak dengan menggunakan tongkat dan batu menyebabkan 70 orang luka-luka. Setelah menjalani hukuman selama sembilan bulan dari 18 bulan masa hukuman, Rizieq Shihab dan Munarman dibebaskan pada Juli 2009 karena berperilaku baik.
Perwakilan dari komunitas Konghucu mengaku mereka kini dapat menjalankan ibadah mereka dan memperoleh surat nikah dan KTP dengan mencantumkan Konghucu sebagai agama mereka. Pada 1 September 2008, Departemen Pendidikan Nasional mengeluarkan dua buah keputusan yang mengesahkan Konghucu untuk dimasukkan ke dalam pelajaran agama di sekolah. Selama periode pelaporan, pemerintah memperoleh lahan di Taman Mini Indonesia Indah untuk membangun klenteng Konghucu. Konghucu diakui sebagai agama resmi oleh pemerintah pada 2006.
Pemda Nusa Tenggara Barat (NTB) menunjukkan kesediaan untuk mengakui pernikahan yang dilakukan para pengikut Ahmadiyah. Pejabat dari Kanwil Departemen Agama NTB mengunjungi tempat penampungan sementara untuk menikahkan pasangan-pasangan Ahmadiyah dan
INDONESIA 20
mencatat serta mengeluarkan surat pernikahan. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, sulit bagi peserta Ahmadiyah untuk menikah karena tidak ada pejabat daerah yang bersedia menikahkan maupun mencatat pernikahan mereka.
Meskipun terjadi beberapa insiden kekerasan selama periode pelaporan, para pemimpin komunitas Muslim dan Nasrani serta pemprov Maluku terus menunjukkan komitmen untuk meredakan ketegangan antaragama dan membangun kembali kerukunan komunitas.
Gubernur Maluku, Panglima Kodam Maluku, Kapolda Maluku, Ketua MUI, dan Kepala Sinoda Maluku mengunjungi Masohi untuk melakukan dialog dengan pemuka sosial, agama, dan pemuda menyusul terjadinya kerusuhan di Masohi pada Desember 2008. Kerusuhan tersebut terjadi setelah seorang guru SD mengeluarkan pernyataan yang menghina Islam. Pendeta John Ruhulessin, ketua Sinoda Maluku, menyatakan jika tuduhan penistaan itu benar, ia meminta maaf atas nama masyarakat Nasrani di Maluku.
Selama periode pelaporan, Kapolda Maluku mengunjungi masjid dan gereja untuk mempromosikan rekonsiliasi antara komunitas Muslim dan Nasrani. Sejumlah proyek pemerintah untuk memperbaiki gereja, masjid, dan rumah yang rusak terus dilakukan selama periode pelaporan. Pemda Maluku menjalankan program pemulihan ekonomi dan rehabilitasi konflik dengan menggunakan alokasi dana presiden senilai 300 juta dollar AS (Rp. 2,3 trilliun). Pemda Maluku mengambil langkah memperkuat koordinasi dengan masyarakat sipil seputar masalah sosial yang timbul akibat konflik lokal dan tindakan terorisme selama peiode pelaporan.
Sebagaimana pada pelaporan sebelumnya, tidak ada insiden kekerasan berarti yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah. Polisi meringkus dan menahan beberapa orang tersangka yang diduga terlibat dalam kasus terorisme dan kejahatan dengan kekerasan yang berkaitan dengan perselisihan antaragama di Sulawesi Tengah selama periode pelaporan. Polda Sulawesi Tengah melindungi gereja-gereja dan rumah-rumah ibadah setempat saat ibadah sedang berlangsung. Masyarakat setempat percaya dan optimis bahwa siklus kekerasan telah mereda.
Para pemuka masyarakat dan agama di Sulawesi Tengah terus memajukan perdamaian dan kerukunan beragama di provinsi ini. Pada 7 April 2009, ribuan masyarakat dari latar agama yang berbeda melakukan doa massal di depan kantor Gubernur di Palu dan berkomitmen untuk menjaga perdamaian di Sulawesi Tengah.
Selama periode pelaporan, pemerintah berhasil mengadili dan menjatuhi hukuman terhadap 13 tersangka pelaku terorisme termasuk mereka yang masuk dalam daftar pelaku terorisme milik Departemen Luar Negeri AS. Empat terpidana terrorist ternyata memiliki hubungan dengan Jemaah Islamiyah (JI). Sisa terpidanan terroris lainnya telah membangun sel teroris mereka sendiri yang berafiliasi dengan JI, hanya saja melalui pemimpin kelompok, di Palembang, Sumatra Selatan.
INDONESIA 21
Pada 28 April 2009, warga Singapura Muhammad Hasan alias Fajar Taslim didakwa melakukan tindak terorisme dan dijatuhi hukuman penjara selama 18 tahun. Taslim pernah menjalani pelatihan di Afghanistan dan memiliki hubungan yang erat dengan pemimpin JI Singapura Mas Selamat Kastari dan perakit bom Azahari. Taslim menghasut anggota teroris kelompok Palembang untuk melakukan tindak terorisme. Dalam pengadilan yang sama Ali Masuhadi alias Zuber dan Wahyu alias Yudi dijatuhi hukuman masing-masing selama 10 dan 12 tahun karena terlibat dalam kelompok Palembang dan kegiatan terorisme.
Pada 21 April 2009, Abdurahman Taib dan Ki Agus Muhammad Toni dijatuhi hukuman penjara selama 12 tahun karena membunuh seorang guru Kristen Dago Simamora di Palembang pada 2007 dan berencana melakukan serangan teror. Taib dan Toni adalah anggota sel teroris Palembang. Dalam pengadilan terpisah, Anis Sugandi dan Sukarso Abdillah dinyatakan bersalah karena telah menyembunyikan anggota kelompok Palembang lainnya. Sugandi dan Abdillah dijatuhi hukuman masing-masing lima dan empat tahun penjara.
Pada 7 April 2009, tiga anggota kelompok Palembang dijatuhi hukuman karena tindak terorisme. Sugiarto alias Sugicheng alias Raja; Agustiawarman alias Abu Taskid; dan Heri Purwanto alias Abu Hurairoh masing dijatuhi hukuman penjara selama 12 tahun karena melanggar UU anti terorisme. Mereka dinyatakan bersalah merakit bom dan merencanakan serangan ke sebuah kafe di Sumatra Barat.
Pada 9 Februari 2009, tiga anggota JI Parmin alias Yaser Abdul Baar, Agus Purwanto, dan Abdurrahim bin Thotib alias Abu Husna didakwa oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Husna, ketua pendidikan JI, dijatuhi hukuman penjara selama sembilan tahun. Purwanto dan Parmin masing-masing dijatuhi hukuman penjara selama delapan tahun karena membantu dan mendukung kegiatan-kegiatan JI.
Proses pengadilan masih berlangsung terhadap sepuluh tersangka teroris yang ditangkap pada 1 Juli 2008 di Palembang, Sumatra Selatan atas tuduhan merencanakan penyerangan ke sebuah kafe yang sering dikunjungi tamu-tamu non-Muslim di sebuah resor di Sumatra. Para anggota yang memiliki hubungan dengan kelompok Forum Anti Kemurtadan (FAKTA) diduga membatalkan serangan tersebut setelah menyadari akan ada banyak kaum Muslim yang dapat menjadi korban. Anggota sel kelompok Palembang tidak memiliki hubungan langsung dengan JI melalui Muhammad Husan alias Fajar Taslim, seorang mantan anggota JI. Kelompok ini dituduh membunuh seorang guru Kristen pada 2007 dan berupaya membunuh seorang pendeta Katolik pada 2005. Ketika kelompok ini dihadapkan ke pengadilan, mereka dipisahkan berdasarkan tingkat kejahatan yang mereka lakukan ke dalam empat kasus secara bersamaan.
Pihak kepolisian dilaporkan melakukan perundingan dengan kelompok garis keras di beberapa daerah sehingga situasi tegang sedikit berkurang selama bulan Ramadan. Walaupun dengan upaya yang demikian, dalam beberapa kasus, polisi gagal menghindari terjadinya tindak penutupan dan penyerangan. Kepolisian menahan beberapa anggota Front Pembela Islam (FPI) dalam beberapa kasus dan di berbagai tempat di tanah air karena mereka merencanakan
INDONESIA 22
penggeladahan dan pengawasan terhadap tempat-tempat hiburan selama bulan Ramadan. Ini menunjukkan sebuah perbaikan dibandingkan tahun lalu saat polisi tidak bertindak apapun.
BAGIAN III: Status Penghormatan Masyarakat terhadap Kebebasan Beragama
Terdapat sejumlah laporan mengenai kekerasan atau diskriminasi sosial karena kepercayaan pada agama, keyakinan, atau praktik tertentu.
Kontroversi mengenai Ahmadiyah terus berlangsung selama periode pelaporan. Kelompok-kelompok garis keras kembali melakukan penyerangan terhadap kelompok-kelompok minoritas.
Kelompok-kelompok agama garis keras menuntut pemerintah bertindak cepat membubarkan Ahmadiyah dan mengancam akan melakukannya sendiri jika pemerintah gagal melakukannya. Berbagai aksi protes berlangsung di penjuru negeri baik yang mendukung maupun menentang pelarangan tersebut. Para aktivis hak-hak sipil, anggota dewan pertimbangan presiden (wantimpres), dan para pemuka dari Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama angkat bicara dan menyatakan bahwa larangan tersebut bersifat inkonstitusional dan bertentangan dengan prinsip ajaran Islam. Kelompok-kelompok seperti FUI, Majelis Mujahidin Indonesia, dan FPI mengancam para kyai senior NU di Cirebon, Jawa Barat yang menentang pelarangan Ahmadiyah. Sumber-sumber Ahmadiyah dan media melaporkan setelah keputusan Juni 2008, kelompok garis keras di beberapa daerah melakukan aksi vandalisme dan menutup 20 mesjid Ahmadiyah. Kelompok-kelompok perjuangan perempuan melaporkan masih terjadinya diskriminasi terhadap anggota Ahmadiyah perempuan dan anak-anak yang sekolahnya ditutup secara paksa.
Pada Agustus 2008, 50 anggota FPI melakukan aksi protes di depan DPRD Jawa Timur menentang Ahmadiyah. Delapan belas perwakilan FPI yang diterima oleh DPRD Jawa Timur mendesak presiden mengeluarkan kepres dan DPRD Jawa Timur mengeluarkan perda yang melarang ajaran Ahmadiyah karena melanggar dan menghina Islam.
Selain Ahmadiyah, juga terjadi insiden yang melibatkan kelompok Kristen.
Media melaporkan seorang politisi beragama Katolik diancam dan rumahnya dilempari batu oleh orang-orang yang memaksa dirinya untuk pindah agama menjadi seorang Muslim jika ia ingin memperoleh kursi di DPRD. Korban kemudian melaporkan kejadian tersebut hanyalah sebuah insiden, dan polisi serta partai politik, dan pemda menunjukkan dukungan padanya. Korban juga menganggap insiden tersebut dipicu oleh kekecewaan calon pejabat lainnya yang kalah, dan bukan karena isu agama.
Persatuan Gereja Indonesia dan Wahid Institute melaporkan pejabat pemda dan masyarakat lokal memaksa penutupan setidaknya sembilan gereja yang memiliki dan tidak memiliki izin di Indonesia selama periode pelaporan. Banyak gereja yang menjadi sasaran terpaksa melakukan kegiatan di rumah-rumah dan ruko. Beberapa gereja bahkan memindahkan layanan mereka ke
INDONESIA 23
ruang yang disewa di pusat perbelanjaan untuk menghindari ancaman dari kelompok-kelompok garis keras.
Pada Agustus 2008, Gereja Pantekosta Indonesia di Pondok Rangon di Jakarta Timur terpaksa menghentikan kegiatan ibadah setelah masyarakat setempat merusak gereja tersebut. Para pelaku mendesak gereja tersebut ditutup karena tidak ada izin. Polisi segera mendatangi lokasi kejadian untuk menghindari kerusakan lebih lanjut namun tidak menahan siapapun. Gereja tersebut kemudian memutuskan untuk menghentikan layanan ibadah.
Pada Agustus 2008, puluhan orang mendesak pemkot Tangerang dan komunitas Kristen di Pamulang membatalkan rencana pembangunan gereja Barnabas dengan alasan kecilnya jumlah warga yang memeluk agama Kristen. Namun, selama periode pelaporan, pemda mengeluarkan IMB dan pembangunan gereja hampir memasuki tahap penyelesaian.
Pada Juli 2008, Sekolah Tinggi Ilmu Agama (SETIA) diserang oleh penduduk Kampung Pulo di Jakarta Barat setelah salah seorang mahasiswanya dituduh mencuri rumah seorang warga. Dalam serangan tersebut 20 mahasiswa menderita luka-luka. Menghadapi tindak kekerasan tersebut, pihak berwenang setempat segera memindahkan lebih dari 1200 mahasiswa yang berasrama di sekolah tersebut. Sekolah tersebut kini berada di tiga lokasi berbeda sehingga menjadi tantangan untuk melaksanakan studi terpadu. Kondisi di beberapa lokasi sangat memprihatinkan dan kotor. Para mahasiswa dilarang kembali ke kampus mereka untuk menempati kembali sekolah tersebut atau untuk mengambil bahan bacaan, meja belajar, tempat tidur, dan barang-barang lainnya meskipun sebenarnya barang-barang tersebut secara sah adalah milik sekolah tersebut sejak 1987. Polres Kampung Pulo menyatakan hal tersebut terjadi karena mereka tidak dapat melindungi para mahasiswa dan pengurus sekolah dari tindak kekerasan lebih lanjut. Sekolah tersebut kini sedang mencari kampus baru.
Pada Juli 2008 atas perintah camat setempat, kepolisian menghancurkan Gereja Kristen Indonesia (Gekindo) di Jatimulya, Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat. Gereja tersebut tidak melakukan kegiatan ibadah apapun selama dua tahun terakhir karena masih menunggu izin dari pemda.
Beberapa rumah ibadah, sekolah-sekolah agama, dan rumah-rumah kelompok Muslim yang dianggap tidak ortodoks diserang, dirusak, dan dipaksa ditutup atau dihalang-halangi oleh kelompok militan dan massa di Indonesia. Dalam beberapa kasus, polisi menahan beberapa anggota dari “kelompok yang menyimpang” yang menjadi korban penyerangan untuk menjamin keselamatan mereka, namun tidak menahan pelaku penyerangan.
Pada bulan April 2008, sebagai tanggapan atas film Fitna, sebuah film yang menyerang Al Quran dan diproduksi oleh anggota oposisi parlemen Belanda, Geert Wilders, 50 mahasiswa dari Ikatan Mahasiswa Islam Indonesia menyerang kantor konsulat Belanda di Medan sebagai bentuk protes. Pada akhir periode pelaporan, delapan mahasiswa yang ditahan delapan bulan penjara akhirnya dibebaskan setelah menjalani masa tahanan.
INDONESIA 24
Kaum Muslim dilaporkan menemui kendala untuk membangun mesjid di wilayah yang minoritas jumlah kaum Muslimnya seperti di Papua, Sulawesi Utara, dan tempat lainnya.
Pada 14 Januari 2009, puluhan warga merusak masjid kecil milik sebuah keluarga kecil yang sedang dalam tahap pembangunan di desa Sumberduren, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Pelaku perusakan beralasan bahwa masjid tersebut tidak memiliki izin. Sebelum insiden Januari tersebut, Bupati Blitar mengeluarkan sebuah surat yang meminta pihak pembangunan masjid menghentikan kegiatannya karena status kepemilikan tanah masih belum jelas.
Kelompok agama garis keras menggunakan tekanan, intimidasi, ataupun kekerasan melawan mereka yang mengeluarkan pernyataan yang ofensif. Kaum militan dengan dalih menegakkan moral publik terkadang menyerang kafe dan klub malam yang mereka anggap sebagai tempat prostitusi atau yang tidak memberikan pembayaran kepada kelompok ekstremis, meskipun jumlah insiden semacam ini menurun dibanding tahun sebelumnya.
Perpindahan agama tanpa paksaan antarkelompok agama terjadi sesuai hukum, namun masih banyak yang menimbulkan kontroversi. Beberapa warga Muslim menuduh para misionaris Kristen memanfaatkan bantuan makanan dan program kredit mikro untuk merayu kaum Muslim pindah agama. Beberapa orang yang telah pindah agama merasa terpaksa tidak mengumumkan perpindahan agama yang mereka lakukan karena alasan keluarga dan sosial.
Selama periode pelaporan, MUI cabang Sumatra Utara terus mendesak kaum Muslim untuk menghentikan tradisi merayakan Hari Valentine karena hal tersebut merusak budaya dan nilai negeri.
Perkelahian antardesa di Maluku terus terjadi selama periode pelaporan. Pada 15 April 2009, warga dan pemuka agama dari desa yang terlibat dalam konflik di Kailolo melakukan pertemuan dengan kapolsek setempat untuk menyerahkan senjata rakitan, bom, dan amunisi sebagai upaya memelihara perdamaian sosial.
Pada 26 Ferbruari 2009, Pengadilan Negeri Masohi di Maluku memulai sidang terhadap tiga tersangka kasus penistaan agama, penghasutan untuk melakukan kerusuhan, dan pembakaran rumah pada saat terjadi kekacauan massal pada Desember 2008. Insiden ini melibatkan 300 orang yang membakar dua gereja dan puluhan rumah milik warga Kristen dan Muslim. Massa menduga seorang guru Kristen di SMP setempat membuat pernyataan yang menghina Islam dan Nabi Muhammad. Ketiga tersangka termasuk koordinator Forum Komunikasi Islam Maluku Tengah dituntut dengan tuduhan memprovokasi serangan dan mengedarkan brosur yang menghasut.
Pada 7 Januari 2009, 100 warga Muslim menggelar aksi demonstrasi di depan sebuah sinagoga di Surabaya memprotes serangan Israel atas Jalur Gaza. Beberapa pelaku aksi membawa poster bertuliskan tema-tema anti semit. Polisi menghalau mundur para pendemo yang mencoba memasuki sinagoga. Tidak ada korban maupun kerusakan dalam kejadian ini.
INDONESIA 25
Sabili, sebuah majalah Islam yang banyak dibaca terus memuat artikel yang mengandung penyataan atau tema-tema anti semit. Majalah ini menduga adanya kegiatan konspiratif kaum Zionis di Indonesia.
BAGIAN IV: Kebijakan Pemerintah AS
Pemerintah AS membahas masalah kebebasan beragama dengan Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari kebijakan secara keseluruhan untuk menegakkan hak asasi manusia.
Kedutaan Besar AS di Jakarta, Konsulat Jenderal di Surabaya, dan Konsulat di Medan secara berkala bertemu dengan pejabat pemerintah untuk membahas isu-isu spesifik seputar kebebasan beragama, serta mendorong pejabat dari pewakilan asing lainnya untuk membahas masalah tersebut dengan Pemerintah. Staf kedubes dari segala tingkat sering melakukan pertemuan dengan para pemuka agama, pejabat dari ormas Islam, dan penggiat hak asasi manusia untuk menjelaskan kebijakan AS dalam mendukung kebebasan beragama, membahas toleransi beragama, dan menghormati kebebasan beragama. Staf kedubes juga melakukan pertemuan dengan anggota dari kelompok agama minoritas yang rumah ibadahnya ditutup secara paksa untuk membahas masalah kebebasan beragama dan pluralisme.
Kedubes dan Konsulat melakukan sosialisasi kepada khalayak dengan menekankan pentingnya kebebasan beragama dan toleransi dalam masyarakat yang demokratis dan beragam. Kedubes dan Konsulat juga mempromosikan pluralisme dan toleransi melalui program-program pertukaran dan masyarakt sipil.
Selama periode pelaporan, dua program jangka pendek yang disponsori oleh Pemerintah AS yang mencakup pembahasan mengenai kebebasan beragama, pluralisme, dan toleransi di Amerika Serikat and Indonesia telah membuahkan hasil dengan dikirimnya 63 warga Indonesia ke Amerika Serikat. Program ini memungkinkan para peserta untuk terlibat dalam dialog dengan para rekan sejawat mereka dari AS mengenai peran terpadu pluralisme agama, dialog antaragama, dan multikulturalisme dalam sebuah masyarakat yang demokratis untuk mempromosikan konsep kebebasan beragama di Indonesia. Sebuah program pertukaran memberikan penawaran kepada 45 tenaga pengajar pesantren kesempatan untuk mendampingi para guru di 12 sekolah di Amerika Serikat dan memberikan presentasi di hadapan para siswa Amerika mengenai Indonesia. Para peserta mempelajari demokrasi AS termasuk kebebasan beragama, keterlibatan sipil, dan pendidikan agama di sekolah-sekolah, dan mengaitkan isu-isu tersebut dengan masyarakat AS dan Indonesia. Melanjutkan program tersebut, setelah kembali ke Indonesia, para pengajar pesantren terus melakukan dialog secara online melalui blog dan komunikasi surat elektronik yang menghubungkan siswa dan tenaga pengajar.
Sebuah program pertukaran lainnya mempertemukan 15 guru SMA Amerika dan 17 guru Indonesia untuk menyusun unit kurikulum yang mengandung dialog antar-keyakinan, pemahaman budaya, dan nilai-nilai demokrasi untuk membangun toleransi antar komunitas yang berbeda. Para guru Amerika tersebut mengunjungi para pemuka daerah, guru, dan siswa
INDONESIA 26
di Yogyakarta, Makassar, Balikpapan, dan Jakarta yang mewakili kelompok agama terbesar di Indonesia. Para guru dari Indonesia berkunjung ke University of Massachusetts Donahue Institute untuk bekerja bersama para guru dari Amerika untuk menyusun unit kurikulum yang akan digunakan di sekolah-sekolah di Amerika dan Indonesia.
Kedubes dan konsulat merangkul khalayak luas selama periode pelaporan melalui pelaksanaan program media yang menyajikan liputan mendalam mengenai berbagai isu termasuk kebebasan beragama, dari sudut pandang AS. Hal ini mencakup beberapa produksi kerjasama televisi yang ditayangkan di stasiun-stasiun televisi di Indonesia.
Kedubes dan konsulat juga mendukung program seminar di kampus yang bertujuan untuk memperkuat pendukung pluralisme di kampus-kampus Islam, dan meneguhkan pemahaman tentang kebebasan beragama, toleransi, pluralisme, dan persamaan gender. Lima intelektual agama dari Amerika mengunjungi Indonesia untuk mengikuti program pertukaran dan mengadakan diskusi di beberapa kampus di Jakarta, Lombok, dan Malang bekerjasama dengan universitas-universitas Islam negeri dan perguruan tinggi negeri lainnya. Lebih dari 1500 mahasiswa yang berasal dari berbagai latar belakang ikut serta dalam diskusi ini.
Pada Oktober 2008, USAID menandatangani nota kesepahaman (MOU) dengan Komnas HAM. Berdasarkan MOU yang akan berlaku hingga Juli 2010, Komnas HAM sepakat memberikan pelatihan dan bantuan teknis kepada para pejabat pemprov and pemkab yang terpilih untuk meningkatkan pemahaman dan implementasi hukum nasional untuk melindungi kebebasan dan agama.
Departemen Luar Negeri AS mendanai institut musim panas bagi pengajar dan staf perguruan tinggi dan praktisi pendidikan tentang pluralisme agama, demokrasi, dan kebudayaan di Amerika Serikat.

http://www.state.gov/documents/organization/134449.pdf

Comments

Popular posts from this blog

PRIMBON JAWA LENGKAP

BUBUR MERAH PUTIH UNTUK SELAMATAN WETON

SEJARAH KAWITANE WONG JAWA LAN WONG KANUNG