Sawito meramal datangnya zaman ...
Tempo,16 Oktober 1976
SAWITO bukan orang pendiam. Ia dapat berbicara panjang dengan gaya terbuka. Tinggi sekitar 168 senti dan berat sekitar 67 dengan cambang yang dibiarkan menggaris pipinya yang montok cembung, ia tidak memikat. Tapi ia bisa persuasif. Orang mudah terbawa mengikuti permintaannya -- meskipun kemudian mungkin menyesal. Watak seperti ini bukan luar biasa. Sebuah sumber yang dekat dengannya menyatakan bahwa ia tak memakai sirep atau sihir apapun dalam memperoleh tandatangan para tokoh untuk naskahnya yang "menghebohkan" itu. Kalau bisa pakai sihir. Kenapa tak disihirnya saja tokoh-tokoh lain? Tanpa keanehan itu pun isi pikiran Sawito mungkin agak ganjil bagi banyak orang. Ini ternyata dari karangan-karangannya. Beberapa karyanya dimuat dalam majalah Mawas Diri, bulanan yang dipimpin Dra. S.K. Trimurti dan banyak membuat tulisan filsafat terutama yang mencerminkan pandangsn hidup kebatinan dan keagamaan. Sawito menulis memakai beberapa nama samaran, misalnya Dharmakusuma dan D. Switz Atau pakai nama sendiri. Misalnya untuk tulisannya. Evolusi Kesadaran Hidup Berjazad dalam, Mawas Diri September 1973. Karangan ini -- kira-kira ditulis setelah ia merasa menerima "perintah Tuhan di Gunung Muria 1972 -- nampaknya ia anggap sebagai tulisannya yang terpenting. "Tak Ada Taranya" Di dalamnya dengan segera terpantul pola pikiran yang tak asing di kalangan kebatinan. Ada kecenderungan mencocok-cocokkan arti suatu kata dengan tafsiran yang dikehendaki. Kata "Nusantara" misalnya, ia tafsirkan sebagai berasal dari kata"Nusa-n-Tara". Artinya, "kepulauan yang tak ada taranya". Kecenderungan lain adalah menganggap bahwa Indonesia -- atau khususnya Jawa -- sebagai pusat dan titik mula dunia serta perkembangannya. Anggapan negeri sendiri sebagai pusat dunia yang menurut seorang ahli sejarah sering terdapat di Asia Tenggara, memang banyak ditemui di sini. Babad Tanah Jawi misalnya menyatakan bahwa Batara Wishnu salah satu keturunan Nabi Adam. begitu katanya -- bertahta di Pulau Jawa. Bahkan beberapa tahun yang lalu Nilakentjana seorang tokoh kebatinan menyatakan bahwa "dunia Adam" tempat manusia pertama adalah di Jawa. Hingga bisa disimpulkan bahwa Nabi Adam itu orang Jawa" (TEMPO 12 Pebruari 1972). Tapi yang menarik adalah ramalan-ramalan Sawito di dalam tulisan itu. Untuk mengatasi "perkembangan kemanusiaan sekarang ini" dan untuk mengakhiri "kesesatan manusia", begitu Sawito. Tuhan akan menurunkan KUASANYA. Sekaligus sebagai Pemimpin. Pandu dan Tauladan". Tapi berbeda dari masa-masa yang lampau, di mana Tuhan hanya cukup mengirimkan utusan-utusan-NYA", kali ini mengingat sangat parahnya keadaan "DIA sendiri berkenan turun tangan dalam wujud KUASANYA". Tuhan juga sudah siap dengan cara memperbaiki keadaan kembali. Dan dalam rangka pembangunan kembali inilah "NUSANTARA memegang peran yang MAHA penting, sebagai CIKAL BAKAL peradaban BARU,PANGKALAN PERTAMA PERINTIS KERAJAAN TUHAN YANG BARU". Selain itu, Sawito juga menyatakan bahwa bahasa Indonesia, dalam perkembangan bahasa berikutnya, "akan menjelma sebagai bahasa dunia yang akan dilengkapi pula dengan AKSARA INDONESIA". Sawito dan Ajisaka Menurut ramalan Sawito kemudian Indonesia akan merupakan contoh bagi seluruh dunia, "untuk merubah susunan lama dan menggantinya dengan susunan yang serba SERASI, harmonis yang disebut zaman SAWITAN". Menurut Sawito, kata sawitan berarti "pasangan hidup yang harmonis dan hidup rukun". Dalam bahasa Jawa kata itu umumnya diartikan, kurang-lebih, pakaian batik yang sesuai, khususnya buat sepasang pengantin. Mungkin sekali -- sesuai dengan kepandaian orang Jawa dalam bermain kata-kata sawitan di situ dipasang dengan makna yang mengarah kepada nama Sawito. Hingga "zaman SAWITAN" bisa berarti pula "zamannya Sawito". Adapun zaman baru itu akan "menggantikan zaman lama, susunan tatasurya lama", yang dikenal sebagai "zaman AJISAKA". Mengapa zaman lama itu disebut "Ajisaka" tak jelas: tapi Ajisaka dalam dongeng rakyat Jawa adalah orang asing (dari India) yang datang ke Jawa, berhasil mengalahkan raja Dewatacengkar dengan cara meminta tanah sampai sang raja terdesak ke tepi laut dan terjungkel. Ajisaka, menurut yang empunya cerita, kemudian menyusun humor dan alfabet yang kini dipakai orang Jawa. Apakah dengan sebutan "Ajisaka" diartikan sesuatu yang datang dari luar dan tak asli, tidak jelas. Tapi Sawito meramal bahwa zaman SAWITAN" yang menggantikan "zaman AJISAKA itu akan "melahirkan peradaban baru". Dan ini, katanya, merupakan KEASLIAN baru yang UNGGUL". Bagi Sawilo -- dengan menggunakan istilah 'nassionaris' -- apa yang diramalkannya adalah "berita" bagi khalayak. Dan dianjurkannya kita, "setelah menerima berita di atas", untuk suka rela menjadi barisan mssion sacre Ilahi". Tapi harap dicatat: di bagian lain Sawito menyatakan: "Cara kekerasan tidak dapat digunakan dalam menempuh pembangunan evolusi ini".
Comments
Post a Comment