Trijaya Miliki Pemakaman Khusus Penghayat

[Tegal –elsaonline.com] Pemakaman bagi penghayat kepercayaan di beberapa daerah masih mengalami persoalan. Tak jarang, penganut penghayat kepercayaan mengalami penolakan saat hendak dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU). Semua itu, berpangkal dari identitas agama.
Bagi sebagian penghayat, ada yang bisa dimakamkan di TPU dengan syarat tertentu. Ada pula yang sama sekali tak diperbolehkan. Kondisi demikian menjadikan penganut penghayat harus berusaha ekstra supaya jenazah bisa disemayamkan. Bagaimana pun kondisinya, jenazah harus dimakamkan.
Bagi penghayat yang masuk dalam organisasi perguruan Trijaya, kondisi demikian mengharuskan mereka memiliki pemakaman khusus bagi Putra Tegal (anggota Trijaya-red). Pemakaman itu berada di kompleks Padepokan Wulan Tumanggal, di Lereng Gunung Slamet Desa Dukuh Tengah, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal.
”Masih satu kompleks dengan padepokan, kami memiliki pemakaman khusus bagi Putra Tegal,” tutur Pembina Perguruan Trijaya, Romo Anom Jatmiko Aditya Panji Laksono atau Kanjeng Raden Arya Suryaningrat Kaping Kalih, beberapa waktu lalu saat eLSA mertamu ke padepokan.
Pria yang akrab disapa Romo Pandji ini menyampaikan, padepokan yang luasnya sekitar dua hektar itu selain pusat kegiatan, juga dilengkapi dengan pemakaman. ”Ada banyak tempat di padepokan ini yang sering pula digunakan kegiatan-kegiatan, selain juga ada pemakaman dan pasujudan,” imbuhnya.
Tak salah, saat eLSA berkeliling di kompleks padepokan terdapat gedung-gedung yang diperuntukan kegiatan Putra Tugal. Berada di bagian atas padepokan, terdapat pemakaman dengan posisi tanah undak-undakan layaknya tanah di lereng pegunungan.
”Bagian paling atas yang menggunakan atap di tengah, itu makam Romo Guru (Kanjeng Pangeran Arya Esno Kusnodho Suryaningrat, pendiri perguruan Trijaya-red). Sebelah kanannya itu makam orang tuanya dan sebelah kirinya makam istrinya,” kata Ketua Umum DPP Perguruan Trijaya, Karyoto atau K Tedja Sulaksana.
Ditolak
Pria paruh baya yang akrab disapa Tedja itu menuturkan, pemakaman itu diperuntukan bagi Putra Tegal yang sudah menjadi penghayat murni. Sebagai informasi, Putra Tegal se-Nusantara sekitar 400 orang, namun yang menjadi penghayat murni baru sekitar 60 orang.
Selebihnya dari yang sudah menjadi penghayat murni, mereka masih memeluk enam agam ”resmi negara”. Dalam perguruan Trijaya tak semuanya penghayat murni, namun masih ada anggotanya yang belum dikukup (prosesi menjadi penghayat murni-red).
Perguruan Trijaya, juga tidak memaksakan anggotanya untuk menjadi penghayat murni. Perguruan masih memberikan kebebasan bagi anggotanya untuk memilih menjadi penghayat murni atau tidak. ”Kami sangat menghargai perbedaan dan keragaman yang ada di Nusantara ini. Termasuk perbedaan keyakinan,” tambahnya.
Tedja menambahkan, nama pemakaman khsusus itu Sasana Kasidanjati atau Astana Laya. Letaknya menjadi satu dengan Kompleks Padepokan Wulan Tumanggal. Pemakaman itu menjadi alternatif ketika Putra Tegal ada yang mengalami penolakan pemakaman di tempat umum.
”Selain pengurus padepokan, baru ada lima orang Putra Tegal yang dimakamkan disini. Bagi Putra Tegal, kami sediakan untuk dimakamkan dekat Romo Guru, Istrinya (ibu tegal-red) dan ibu bapaknya romo guru. Kemarin ada dari Jakarta yang dimakamkan disini,” ujarnya.
Meskipun Putra Tegal bertempat di Jakarta, namun ketika berkeinginan dimakamkan di Tegal maka dibawa ke Padepokan Wulan Tumanggal. ”Kebetulan anaknya yang meninggal. Ada pula ketua keimanan dari Kabupaten Brebes, meskipun menetap di Jakarta tapi dimakamkan disini,” imbuhnya.
Trijaya juga membolehkan Putra Tegal dimakamkan di tempat pemakaman umum. Semua tergantung kepada niatan yang meninggal dan keluarga duka. Namun jika Putra Tegal mengalami penolakan maka pemakaman diterima di pemakaman khusus.
”Saya sudah pesan kalau meninggal dimakamkan di Tegal. Putra Tegal yang dimakamkan di TPU seperti di Purwodadi. Mereka dimakamkan di tempat umum di wilayah Keradenan. Tergantung merekanya, mau di tempat umum atau tidak. Namun ketika meninggal Putra Tegal di wilayah lain dan mengalami penolakan, maka kami makamkan di Astana Laya,” pungkasnya. [elsa-ol/Ceprudin-@ceprudin]
 http://elsaonline.com/?p=3082

Comments

Popular posts from this blog

PRIMBON JAWA LENGKAP

BUBUR MERAH PUTIH UNTUK SELAMATAN WETON

UPACARA ADAT MITONI ( 7 BULAN KEHAMILAN )