Apakah dengan Membunuh Organisasi, Aliran Kepercayaan Akan Mati

Wawancara Zahid Hussein:
Apakah dengan Membunuh Organisasi, Aliran Kepercayaan Akan Mati

Sekelompok orang yang menamakan diri Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) Rabu, 5 November lalu, mendatangi gedung DPR-RI. Mereka meminta kepada MPR agar aliran kebatinan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dicabut dari GBHN 1998. Jika tidak, menurut KISDI, akan menimbulkan ekses buruk: masih banyak penganut aliran kepercayaan yang ngotot bertahan dan menolak kembali ke agamanya masing-masing. Pendeknya, KISDI khawatir aliran ini akan membentuk agama baru.
Tentu saja ini perkara sensitif bagi negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini. Tapi, benarkah para penghayat itu berniat mengembangkan alirannya menjaid semacam agama baru? Zahid Hussein, 73 tahun, Ketua Himpunan Penghayat Kepercayaan, mencoba menjelaskan permasalahan tersebut kepada Iwan Setiawan dari TEMPO Interaktif, lewat bincang-bincang, Jumat, 14 November lalu, di ruang kerjanya, Gedung Granadi, Kuningan, Jakarta.
Berikut petikannya.
Aliran kepercayaan kembali diributkan KISDI di DPR, 5 November lalu. Apa tanggapan Anda?
Inilah repotnya, mereka yang meributkan kepercayaan kepada Tuhan biasanya tidak mengerti apa yang dimaksud dengan kepercayaan kepada Tuhan itu.
Apa yang dimaksud dengan aliran kepercayaan kepada Tuhan itu?
Kita harus memahami dulu apa itu kepercayaan kepada Tuhan YME, yaitu suatu keyakinan bahwa manusia dan dunia seisinya diciptakan oleh Tuhan. Karena itu kita wajib untuk selalu mempercayakan diri kita kepada Tuhan. Artinya, agar hidup kita selalu patuh kepada Tuhan. Jika kita tidak menyimpang dari aturan-aturan Tuhan, bisa dikatakan bahwa kita beriman kepada Tuhan.
Jadi kalau kita bicara tentang ketuhanan, yang kita bicarakan adalah masalah rohani bukan rasio. Jika kita memakai rasio, tidak akan ketemu. Biasanya ia akan membanding-bandingkan, agama yang satu dengan yang lain, misalnya. Karena rasio adalah alat untuk lahiriah, Tapi rohani adalah masalah gaib, seperti jiwa, batin atau nyawa. Jadi untuk dapat memahami masalah rohani harus juga memakai alat rohani, yaitu hati nurani.
Bukankah agama juga telah mengajarkan apa yang Anda ungkapkan itu?
Rasio itu mempunyai bentuk, rupa dan warna. Sedangkan rohani itu rasa, yang tidak berbentuk, berasa maupun berwarna. Percaya pada Tuhan YME itu karena kita menyadari bahwa manusia itu ciptaan Tuhan, dan akan kembali kepada Tuhan. Hidup itu cuma sementara, jadi kalau kita hidup, jangan hanya memburu materi semata. Materi adalah alat untuk kepentingan jasmani. Masalah rohani adalah masalah keimanan pada Tuhan YME.
Sejak kapan aliran kebatinan dan kepercayaan ini berada di Indonesia?
Sejak sebelum Indonesia merdeka, aliran kepercayaan telah tumbuh subur di Indonesia, bahkan sejak jaman kerajaan di abad pertengahan. Dari dokumen dapat diketahui bahwa sebelum agama-agama masuk ke Indonesia, masyarakat telah mengenal aliran kepercayaan. Tepatnya, kepercayaan terhadap Tuhan dimulai sejak manusia lahir di dunia. Ingat saja, kita kan tidak diajar oleh orang tua untuk bersedih.Secara alami saat sedih kita ingat Tuhan. Jadi sejak lahir, kepercayaan manusia terhadap Tuhan telah terbentuk.
Kenapa kini perhatian pemerintah terhadap aliran kepercayaan mulai berkurang?
Menurut saya, pasang surutnya perkembangan aliran kepercayaan adalah hal yang biasa dan alami. Tetapi memang akibat perkembangan zaman, masyarakat saat ini sebagian besar lebih mementingkan materi dari yang bersifat rohani.
Apa perbedaan pokok antara agama dengan penghayat kepercayaan?
Saya tidak membeda-bedakan agama dengan penghayat kepercayaan, tapi lebih ditekankan pada sisi keimanannya. Karena hal ini adalah masalah rohani. Jika kita hanya mencari perbedaan, cuma akan menimbulkan percekcokan. Jika dicari persamaannya akan timbul persatuan. Jadi kalau kita bahas kepercayaan Tuhan YME, akan terbukti bahwa kami juga mempercayai satu Tuhan. Di Indonesia bermacam agama bisa rukun, karena bertemu dalam keimanan kepada Tuhan. Saya sendiri Islam dan nenek moyang saya, kyai besar.
KISDI meminta agar aliran kepercayaan dicabut dari GBHN, karena khawatir akan menjadi semacam agama baru. Mungkinkah ini terjadi?
Lucu, kan? Mengapa mesti takut? Apa yang ditakutkan dan siapa yang mau bikin agama baru? Jangan-jangan yang merasa takut justru berniat mengembangkan agama baru. Penganut penghayat itu biasanya diam. Lihat saja yang terjadi di desa terpencil, banyak petani salat di pematang tanpa baju, berpuasa senin kamis, atau kadang semedi. Itu semua kan "laku", yang jika dihayati, akan ada artinya bagi rohani. Orang yang ramai meributkan kepercayaan kepada Tuhan, biasanya justru yang tidak menghayati keberadaan Tuhan.
Menurut KISDI, selama ini banyak penganut aliran kepercayaan yang menolak untuk kembali ke agamanya masing-masing. Benarkah?
Semua agama berkembang dengan baik di Indonesia, mulai dari Hindu, Budha, Islam, Katholik maupun Kristen. Bahkan ada yang khas dalam masyarakat kita, tidak sedikit keluarga yang orang tuanya Islam, bahkan seorang Haji, yang anaknya beragama lain, seperti Kristen atau Budha. Agama-agama itu dapat hidup berdampingan dengan baik, karena menyadari bahwa semuanya menuju Tuhan yang sama, keimanan yang sama.
Jadi aliran kepercayaan itu bukannya membuat orang lari dari agamanya, justru mereka semakin tekun beribadah.Ibaratnya, aliran kepercayaan memberi bekal orang beragama agar semakin dekat dengan Tuhan.
Lalu, apa persamaan agama dengan aliran kepercayaan?
Jika orang menjalankan ibadah agama dengan baik, artinya ia beriman kepada Tuhan. Sama dengan penghayat kepercayaan yang benar-benar menghayati keberadaan Tuhan. Jadi keimanan terhadap Tuhan inilah yang menjadi persamaan setiap orang beragama dengan seorang penghayat.
Agama sudah diatur dengan berbagai macam aturan. Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sendiri bukanlah agama, tetapi dalam agama jika kita percaya pada Tuhan, disebut beriman. Dalam iman inilah terletak persamaan agama dan penghayat kepercayaan, bahwa mereka sama-sama mempercayai Tuhan. Tidak ada agama yang tidak mengakui bahwa Tuhan itu satu, Esa.
Apa yang Anda maksud dengan iman di sini?
Iman menyangkut keyakinan rohani, penghayatan akan keberadaan Tuhan. Jadi bukan ilmu pengetahuan yang dapat didefinisikan secara pasti.
Ada aliran kepercayaan yang mempunyai tata cara ritual khas. Bagaimana ini menurut Anda?
Memang dari sekian banyak aliran penghayat, ada yang masih melakukan tata cara khusus seperti itu, tetapi jumlahnya tidak banyak, sedikit. Jadi jangan, karena ulah sedikit orang saja, lantas seluruh penganut penghayat dicap sama, itu tidak adil. Sebagai perbandingan, lihat saja kejahatan yang banyak terjadi sekarang ini, semua pelaku kejahatan itu pasti beragama. Apakah dengan demikian ajaran agamanya salah? Tidak, yang salah adalah manusianya, begitu kan? Dan ada hukum yang berlaku, jika memang melanggar hukum ya ditindak saja.
Mengapa PPP lewat ketua FPP MPR, Yusuf Syakir, menolak pencantuman penghayat kepercayaan dalam GBHN?
Keputusan itu lebih bernuansa politik, dibandingkan rohani. Seperti anda tahu, PPP adalah partai politik, jadi jika mereka menolak pencantuman penghayat kepercayaan dalam GBHN, mereka mengambil keputusan itu dengan pertimbangan rasio, seperti untung-rugi, menang-kalah. Padahal masalah penghayat kepercayaan adalah masalah yang tidak cukup jika didekati dengan rasio saja. Karena tidak hanya menyangkut manusia, tetapi juga Tuhan, jadi juga harus memakai hati untuk mendekati masalah penghayat kepercayaan ini.
Bukankah dengan mencantumkan aliran kepercayaan ke dalam GBHN, maka mereka berlindung di balik legalitas GBHN?
Justru sebaliknya. Maksud pemerintah memberi wadah kepada aliran kepercayaan agar perkembangan kepercayaan itu dapat diketahui dan dikontrol. Karena kenyataannya, sejak dulu penghayat telah ada dan hidup dalam masyarakat. Di tahun 50-an, penghayat kepercayaan tidak diberi wadah atau perkumpulan, justru aliran sesat tidak dapat diketahui. Sehingga terjadi munculnya aliran sesat yang dipimpin mbah Suro di tahun 60-an.
Bagaimana perkembangan aliran kepercayaan setelah diberi tempat oleh pemerintah?
Pada tahun 1970, aliran penghayat kepercayaan dihimpun dan dibina oleh pemerintah. Jadi jika terjadi sesuatu yang kurang baik, ada yang bertanggung jawab. Penghayat ini berada di bawah departemen P & K, Direktorat Bina Hayat. Pada tahun 1970 dibentuk HPK (Himpunan Penghayat Kepercayaan) Saat itu jumlah perkumpulan penghayat kepercayaan ada 200 buah. Hingga saat ini jumlah penghayat kepercayaan ini ada jutaan.
Bagaimana jika penghayat kepercayaan tidak diberi tempat lagi oleh pemerintah, atau dicabut dari GBHN?
Jika Pemerintah menganggap bahwa penghayat tidak memerlukan wadah lagi dan dicabut, ya, kami juga akan mengikuti keputusan itu. Tetapi saya yakin bahwa bagaimanapun juga penghayat kepercayaan tetap akan hidup dalam masyarakat, walaupun tidak mempunyai wadah lagi. Terbukti bahwa penghayat kepercayaan mampu bertahan hidup sejak lama, pertanyaan saya adalah: Apakah dengan "membunuh" wadah atau organisasi, juga akan mampu membunuh aliran kepercayaan itu? Mungkinkah rasio mampu "membunuh" hati?

Edisi 37/02 - 15/Nop/1997

Comments

Popular posts from this blog

PRIMBON JAWA LENGKAP

BUBUR MERAH PUTIH UNTUK SELAMATAN WETON

SEJARAH KAWITANE WONG JAWA LAN WONG KANUNG