Tata Pemerintahan Kerajaan Majapahit
TATA PEMERINTAHAN
KERAJAAN MAJAPAHIT
Dari Pararaton dan Nāgarakṛtāgama dapat diketahui bahwa sistem pemerintahan dan
politik Majapahit sudah teratur dengan baik dan berjalan lancar. Konsep politik
ini menyatu dengan konsep jagat raya, yang melahirkan pandangan cosmoginos.
Majapahit sebagai sebuah kerajaan mencerminkan
doktrin tersebut, kekuasaan yang bersipat teotorial dan disentralisasi dengan
birokrasi yang terinci.
Raja yang dianggap sebagai penjelmaan dewa
tertinggi, memegang otoritas politik tertinggi dan menduduki puncak hierarki
kerajaan.
Ada pun wilayah tinggal para dewa lokapala
terletak di empat penjuru mata angin. Untuk terlaksananya kekuasaan, raja
dibantu oleh sejumlah pembantu, yang tidak lain penjabat-penjabat birokrasi
kerajaan.
Dalam susunan birokrasi demikian, semakin
dekat hubungan seseorang dengan raja maka akan semakin tinggi pula kedudukannya
dalam birokrasi kerajaan.
Nāgarakṛtāgama pupuh 89 : 2 memberitakan bahwa hubungan
negara dengan desa begitu rapat seperti singa dengan hutan. Jika desa rusak,
negara akan kekurangan bahan makanan.
apan ikang pura len swawisaya kadi singha
lawan sahana
yan
rusaka thani milwa ng akurang upajiwa tikang nagara
yan
taya bhrtya katon waya nika paranusa tekangreweka
hetu
nikan pada raksan apageha lakih phala ning mawuwus
[Negara dan desa bersambung rapat seperti singa dan hutan,
Jika desa rusak, negara akan kekurangan bahan makanan,
Kalau tidak ada tentara, negara lain mudah menyerang kita,
Karenanya peliharalah keduanya, itu perintah saya!]
Struktur birokrasi dalam hierarki Majapahit dari tingkat pusat
ke jabatan yang lebih rendah adalah:
1.
raja;
2.
yuwaraja/kumaraja (raja muda);
3.
rakryan mahamatri katrini;
4.
rakryan mantri ri pakirakiran;
5.
dharmadhyaksa.
1. Raja.
Raja adalah pemegang otoritas tertinggi, baik
dalam kebijakan politik mau pun istana lainnya. Kedudukannya diperoleh dari hak
waris yang telah digariskan secara turun-temurun.
Di samping raja, ada kelompok yang disebut
sebagai Bhatara Sapta Prabu semacam Dewan Pertimbangan Agung. Dalam Nāgarakṛtāgama (Pupuh 73:2), dewan ini disebut pahom
narendra yang beranggotakan
sembilan orang; sedangkan dalam Kidung Sundayana disebut Sapta Raja.
kunang i pahom
narendra haji rama sang prabhu kalih sireki pinupul
ibu haji sang rwa
tansah athawanuja nrepati karwa sang priya tumut
gumunita sang wruheng
gumunadosa ning bala gumantyane sang apatih
linawelawo ndatan hana
katrpti ning twas mangun wiyoga sumusuk
Pada masa Raja Dyah Hayam Wuruk, mereka yang
menduduki jabatan tersebut di antaranya:
1. Raja Hayam Wuruk;
2. Kertawardhana (Ayah Sang Raja);
3. Tribhuwana Tunggadewi (Ibu Suri);
4. Rajadewi Maharajasa (Bibi Sang Raja);
5. Wijayarajasa (Paman Sang Raja);
6. Rajasaduhiteswari (Adik Sang Raja);
7. Rajasaduhitendudewi (Adik Sepupu Sang Raja);
8. Singawardhana (Suami Rajasaduhiteswari);
9. Rajasawardhana (R. Larang, Suami Rajasaduhitendudewi).
2. Yuwaraja/Rajakumara/Kumaraja (Raja Muda)
Jabatan ini biasanya diduduki oleh putra
mahkota. Dari berbagai prasasti danNāgarakṛtāgama diketahui bahwa para putra mahkota sebelum
diangkat menjadi raja pada umumnya diberi kedudukan sebagai raja muda.
Misalnya, Jayanagara sebelum menjadi raja, terlebih dahulu berkedudukan sebagai
rajakumara di Daha.
Hayam Wuruk sebelum naik takhta menjadi raja
Majapahit, terlebih dahulu berkedudukan sebagai rajakumara di Kabalan.
Jayanegara dinobatkan sebagai raja muda di Kadiri tahun 1295.
Pengangkatan tersebut dimaksud sebagai pengakuan
bahwa raja yang sedang memerintah akan menyerahkan hak atas takhta kerajaan
kepada orang yang diangkat sebagai raja muda, jika yang bersangkutan telah
mencapai usia dewasa atau jika raja yang sedang memerintah mangkat.
Raja muda Majapahit yang pertama ialah
Jayanegara. Raja muda yang kedua adalah Dyah Hayam Wuruk yang dinobatkan di
Kahuripan (Jiwana). Pengangkatan raja muda tidak bergantung pada tingkatan
usia. Baik raja Jayanegara mau pun Hayam Wuruk masih kanak-kanak, waktu
diangkat menjadi raja muda, sementara pemerintahan di negara bawahan yang
bersangkutan dijalankan oleh patih dan menteri.
3. Rakryan Mahamatri Katrini
Jabatan ini merupakan jabatan yang telah ada
sebelumnya. Sejak zaman Mataram Kuno, yakni pada masa Rakai Kayuwangi, jabatan
ini tetap ada hingga masa Majapahit.
Penjabat-penjabat ini terdiri dari tiga orang yakni:
rakryan mahamantri i hino,
rakryan
mahamantri i halu, dan
rakryan
mahamantri i sirikan.
Ketiga penjabat ini memunyai kedudukan penting
setelah raja, dan mereka menerima perintah langsung dari raja. Namun, mereka
bukanlah pelaksana-pelaksana dari perintah raja; titah tersebut kemudian
disampaikan kepada penjabat-penjabat lain yang ada di bawahnya.
Di antara ketiga penjabat itu, rakryan
mahamantri i hino-lah yang terpenting dan tertinggi. Ia memunyai hubungan yang
paling dekat dengan raja, sehingga berhak mengeluarkan piagam (prasasti).
Oleh sebab itu, banyak para ahli yang menduga
jabatan in dipegang oleh putra mahkota.
4. Rakryan Mantri ri Pakirakiran
Jabatan ini berfungsi semacam Dewan Menteri atau Badan Pelaksana
Pemerintah. Biasanya terdiri dari lima orang rakryan (para tanda rakryan),
yakni:
1. Rakryan Mahapatih atau Patih Amangkubhumi;
2. Rakryan
Tumenggung (Panglima Kerajaan);
3. Rakryan
Demung (Kepala Rumah Tangga
Kerajaan);
4. Rakryan
Rangga (Pembantu Panglima);
5. Rakryan
Kanuruhan (penghubung dan
tugas-tugas upacara).
Para tanda rakryan ini dalam susunan
pemerintahan Majapahit sering disebut Sang Panca ring Wilwatikta atau Mantri Amancanagara.
Dalam berbagai sumber, urutan jabatan tidak
selalu sama. Namun, jabatan rakryan mahapatih (patih amangkubhumi) adalah yang
tertinggi, yakni semacam perdana menteri (mantri mukya).
Untuk membedakan dengan jabatan patih yang ada
di Negara daerah (profinsi) yang biasanya disebut mapatih atau rakryan mapatih,
dalam Nāgarakṛtāgama jabatan patih amangkubhumi dikenal dengan
sebutan apatih ring tiktawilwadika.
Gajah Mada sebagai patih adalah Sang
Mahamantri Mukya Rakyran Mapatih Gajah Mada
Berikut Nama Nama Patih Majapahit menurut
Kitab Pararaton :
1. Mahapatih Nambi 1294 – 13162.
2. Mahapatih Dyah Halayuda (Mahapati) 1316 – 13233.
3. Mahapatih Arya Tadah (Empu Krewes) 1323 – 13344.
4. Mahapatih Gajah Mada 1334 – 1364
5. Mahapatih Gajah Enggon 1367 – 1394.
6. Mahapatih Gajah Manguri 1394 – 13987.
7. Mahapatih Gajah Lembana 1398 – 14108.
8. Mahapatih Tuan Tanaka 1410 – 1430
5. Dharmadhyaksa
Dharmadhyaksa adalah penjabat tinggi yang
bertugas secara yuridis mengenai masalah-masalah keagamaan. Jabatan ini
diduduki oleh dua orang, yaitu:
1. Dharmadhyaksa ring Kasaiwan untuk urusan agama Siwa,
2. Dharmadhyaksa ring Kasogatan untuk urusan agama Buddha.
Masing-masing dharmadhyaksa ini dalam
menjalankan tugasnya dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan yang disebut dharmaupapatti atau upapatti, yang jumlahnya amat banyak. Pada masa Hayam
Wuruk hanya dikenal tujuh upapatti, yakni: sang upapatti sapta:
i. sang pamget i tirwan,
ii. kandhamuni,
iii. manghuri,
iv. pamwatan,
v. jhambi,
vi. kandangan
rare, dan
vii. kandangan
atuha.
Di antara upapatti itu ada pula yang menjabat
urusan sekte-sekte tertentu, misalnya:bhairawapaksa, saurapaksa, siddahantapaksa, sang wadidesnawa, sakara, danwahyaka.
6. Paduka Bhatara (Raja Daerah)
Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit
merupakan kelanjutan Singasari, terdiri atas beberapa kawasan tertentu di
bagian timur dan bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh uparaja yang disebut Paduka Bhattara yang bergelar Bhre.
Gelar ini adalah gelar tertinggi bangsawan
kerajaan mereka berada di bawah raja Majapahit sebagai raja-raja daerah yang
masing-masing memerintah sebuah negara daerah.
Biasanya mereka adalah saudara-saudara raja
atau kerabat dekat.
Tugas mereka adalah untuk mengelola kerajaan
mereka, memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke pusat, dan mengelola
pertahanan di perbatasan daerah yang mereka pimpin.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350
s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang dikelola oleh kerabat dekat raja
(Lihat pada waosan berikutnya tentang Wilayah Kekuasaan Kerajaan Majapahit).
…
Tanda
1. Rakryan;
2. Arya;
3. Dang
Akarya.
Di Majapahit para pegawai pemerintahan disebut tanda, masing-masing diberi sebutan atau gelar
sesuai dengan jabatan yang dipangkunya. Dalam hal kepegawaian, sebutannya
mengalami perubahan dari masanya; gelar yang sama Kerajaan Mataram belum tentu
bermakna yang sama dengan masa Majapahit, misalnya gelar rake atau rakai dan
mangkubumi.
Ditinjau dari gelar-sebutannnya seperti yang
kedapatan pada pelbagai piagam, tanda ini dapat digolongkan yakni: golongan
rakryan atau rakean, golongan arya, dan golongan dang acarya.
1. Rakryan
Rakryan disebut juga Rakean, beberapa piagam, di antaranya
Piagam Surabaya, menggunakan gelar rake yang maknanya sama dengan rakryan. Jumlah
jabatan yang disertai gelar rakryan terbatas sekali. Para tanda yang berhak
menggunakan gelar rakryan atau rake seperti berikut:
1. Mahamantri katrini, yaitu mahamantri i hino, mahamantri i
sirikan, dan mahamantri i halu. Misalnya, pada Piagam Kudadu tertulis:
a. rakryan mantri i hino adalah Dyah Pamasi;
b. rakryan mantri i sirikan adalah Dyah Palisir;
c. rakryan mantri i halu adalah Dyah Singlar.
2. Pasangguhan, sama dengan hulubalang. Pada zaman Majapahit
hanya ada dua jabatan pasangguhan, yakni: pranaraja dan nayapati.
Misalnya, pada Piagam Kudadu, tarikh 1294:
- mapasanggahan sang pranaraja, Rakryan mantra Mpu Sina
(nama ini ditemukan juga dalam Piagam Penanggungan)
- mapasanggahan
sang nayapati, Mpu Lunggah.
Pada zaman awal Majapahit, ada empat orang
pasangguhan, yakni dua orang yang disebutkan di atas ditambah rakryan mantri
dwipantara Sang Arya Adikara dan pasangguhan Sang Arya Wiraraja.
3. Sang Panca Wilwatikta, yakni lima orang pembesar yang diserahi
urusan pemerintah Majapahit. Mereka itu rangga dan tumenggung.
Piagam Penanggungan menyebut:
a. Rakryan Apatih adalah Pu Tambi,
b. Rakryan Demung adalah Pu Rentang,
c. Rakryan Kanuhunan adalah Pu Elam,
d. Rakryan Rangga adalah Pu Sasi, dan
e. Rakryan Tumenggung adalah Pu Wahana.
4. Juru pangalasan, yakni pembesar daerah mancanegara. Piagam
Penanggungan menyebutkan raja Majapahit sebagai Rakryan Juru Kertarajasa
Jayawardana atau Rakryan Mantri Sanggramawijaya Kertarajasa Jayawardhana.
Piagam Bendasari menyebut Rake Juru Pangalasan Pu Petul.
5. Para patih negara-negara bawahan.
Pada Piagam Sidateka tarikh 1323 disebutkan:
a. Rakryan Patih Kapulungan: Pu dedes;
b. Rakryan Patih Matahun: Pu Tanu.
Piagam Penanggungan, tarikh 1296, menyebut
Sang Panca ri Daha dengan gelar rakryan, karena Daha dianggap sejajar dengan
Majapahit.
2. Arya
Para tanda arya mempunyai kedudukan lebih rendah dari rakryan, dan disebut pada
piagam-piagam sesudah Sang Panca Wilwatikta. Ada berbagai jabatan yang disertai
gelar arya.
Piagam Sidakerta memberikan gambaran yang agak lengkap, yakni:
1. Sang Arya Patipati: Pu Kapat;
2. Sang Arya Wangsaprana: Pu Menur;
3. Sang Arya Jayapati: Pu Pamor;
4. Sang Arya Rajaparakrama: Mapanji Elam;
5. Sang Arya Suradhiraja: Pu Kapasa;
6. Sang Arya Rajadhikara: Pu Tanga;
7. Sang Arya Dewaraja: Pu Aditya;
8. Sang Arya Dhiraraja: Pu Narayana.
Karena jasa-jasanya, seorang arya dapat
dinaikkan menjadi wreddhamantri atau mantri sepuh. Baik Sang Arya Dewaraja Pu
Aditya maupun Sang Arya Dhiraraja Pu Narayana mempunyai kedudukan wreddhamantri
dalam Piagam Surabaya.
3. Dang Acarya
Sebutan ini khusus diperuntukkan bagi para
pendeta Siwa dan Buddha yang diangkat sebagai dharmadhyaksa (hakim tinggi) atau
upapatti (pembantu dharmadhyaksa kesiwaan dan dharmadhyaksa kebuddhaan).
Jumlah upapatti semula hanya berjumlah lima,
semuanya dalam kasaiwan (kesiwaan); kemudian ditambah dua upapatti kasogatan
(kebuddhaan) di kandangan tuha dan kandangan rahe. Dengan demikian, semuannya
berjumlah tujuh dalam pemerintahan Dyah Hayam Wuruk.
Pembesar-pembesar pengadilan ini biasanya
disebut sesudah para arya. Contohnya, susunan pengadilan seperti yang
dipaparkan dalam Piagam Trawulan, tarikh 1358, sebagai berikut.
1. Dharmadhyaksa Kasaiwan: Dang Acarya Dharmaraja;
2. Dharmadhyakasa Kasogatan: Dang Acarya Nadendra;
3. Pamegat Tirwan: Dang Acarya Siwanata;
4. Pamegat Manghuri: Dang Acarya Agreswara;
5. Pamegat Kandamuni: Dang Acarya Jayasmana;
6. Pamegat Pamwatan: Dang Acarya Widyanata;
7. Pamegat Jambi: Dang Acarya Siwadipa;
8. Pamegat Kandangan Tuha: Dang Acarya Srigna;
9. Pamegat Kandangan Rare: Dang Acarya Matajnyana.
Tambahan dua orang upapatti yang biasa disebut
(sang) pamegat dilakukan sesudah tahun 1329, yakni pada zaman pemerintahan
Tribhuwana Tunggadewi, karena pada Piagam Berumbung, pamegat kandangan tuha dan
rare belum disebut.
Penyebutan yang pertama didapati yang pertama
terdapat pada Piagam Nglawang, tidak bertarikh.
Tata Susunan Pemerintahan Pusat-Daerah
Hirarki dalam pengklasifikasian wilayah di
kerajaan Majapahit adalah sebagai berikut:
1. Bhumi: pusat kerajaan, diperintah oleh Maharaja.
2. Nagara: setingkat propinsi, diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau bangsawan keluarga dekat raja), bhatara, wadhanaatau adipati.
3. Watek: setingkat kabupaten, dipimpin oleh wiyasa atau tumengung.
4. Kuwu: setingkat lebih tinggi di atas kecamatan
atau kademangan dipimpin oleh lurah atau demang.
5. Wanua: setingkat desa, dipimpin oleh thani atau petinggi.
6. Kabuyutan: setingkat lingkungan, padukuhan, dusun kecil atau tempat sakral, dipimpin oleh
seorang buyut atau rama atau kepala dukuh.
Negara bawahan maupun daerah, mengambil pola
pemerintahan pusat. Raja dan juru pangalasan adalah pembesar yang bertanggung
jawab; sementara pemerintahannya dikuasakan kepada patih, sama dengan
pemerintah pusat. Meski raja Majapahit adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap pemerintahan, tetapi pemerintahannya berada di tangan patih
amangkubumi (patih seluruh negara).
Itulah sebabnya menurut Nāgarakṛtāgama pupuh 10, para patih, jika datang ke
Majapahit, mereka mengunjungi gedung kepatihan amangkubumi yang dipimpin oleh
Gajah Mada.
Nāgarakṛtāgama (Pupuh 10: 1, 2 dan 3):
1.
Warnnan warnna ni sang manangkil irikang
witana satata
Mantri
wrddha pararyya len para pasangguhan sakaparek
Mwang
sang panca ri wilwatikta mapageh demung kanuruhan
Tansah
rangga tumenggung uttama ni sang marek woki penuh.
(Inilah pembesar yang sering menghadap di balai witana,
Wredamentri, tanda menteri pasangguhan dengan pengiring, Sang Panca Wilwatikta:
mapatih, demung, kanuruhan, rangga, Tumenggung, lima priyayi agung yang dekat
dengan istana.)
2.
Kwehning wesa puri kamantryan ing amatya ring
sanagara
Don
ing bhasa parapatih parademung sakala n apupul
Anghing
sang juru ning watek pangalasan mahingan apageh
Panca
kweh nira mantri anindita rumaksa karyya ri dalem.
(Semua patih, demung negara bawahan dan pengalasan, Semua
pembesar daerah yang berhati tetap dan teguh, Jika datang, berkumpul di
kepatihan seluruh negara, Lima menteri utama, yang mengawal urusan negara.)
3.
Ndan sang ksatriya len bhujangga rsi wipra
yapwan umarek
Ngkane
heb ning asoka munggwi hiring ing witana mangadeg
Dharmadhyaksa
kalih lawan sang upapatti saptadulur
Sang
tuhwaryya lekas niran pangaran aryya yukti satirun.
(Satria, pendeta, pujangga, para wipra, jika menghadap, Berdiri
di bawah lindungan asoka di sisi witana, Begitu juga dua dharmadhyaksa dan
tujuh pembantunya, Bergelar arya, tangkas tingkahnya, pantas menjadi teladan.)
Ada pun masalah administrasi pemerintahan
Majapahit dikuasakan kepada lima pembesar yang disebut Sang Panca
ri Wilwatika. Mereka adalah: Patih
Amangkubumi, Demung, Kanuruhan, Rangga, dan Tumenggung. Mereka inilah yang
banyak dikunjungi oleh para pembesar negara bawahan dan negara daerah untuk
urusan pemerintahan. Apa yang direncanakan di pusat, dilaksanakan di daerah
oleh pembesar bersangkutan.
Dari patih perintah turun ke watek. Dari watek turun ke akuwu/akurug, pembesar sekelompok desa (semacam lurah). Dari akuwu ke wanua dan turun ke buyut, pembesar desa. Dari buyut turun kepada penghuni desa. Demikianlah tingkat
organisasi pemerintahan di Majapahit, dari pucuk pimpinan negara sampai rakyat
pedesaan.
Dalam pelaksanaan tugas kerajaan, raja-raja
daerah tadi dibebani tugas untuk mengumpulkan penghasilkan kerajaan,
menyerahkan upeti kepada perbendaharaan kerajaan, dan pertahanan wilayah.
Mereka dibantu oleh sejumlah penjabat daerah, di mana bentuknya hampir sama
dengan birokrasi di pusat tetapi dalam skala yang lebih kecil. Dalam hal ini
raja-raja daerah memiliki otonomi untuk mengangkat pejabat-pejabat birokrasi bawahannya.
Selain pejabat birokrasi yang telah disebutkan
tadi, masih banyak sejumlah pejabat sipil dan militer lainnya. Mereka adalah
kepala jawatan (tanda), nayaka, pratyaya,drawwayahaji, dan surantani, yang bertugas sebagai pengawal raja dan lingkungan keraton.
Mengenai birokrasi kerajaan, menurut berita
Cina dari zaman Dinasti Sung (960-1279), bahwa raja Jawa waktu itu memunyai
lebih dari 300 penjabat yang mencatat penghasilan kerajaan. Selain itu, ada
kira-kira 1.000 orang penjabat rendahan yang mengurusi benteng-benteng,
parit-parit kota, perbendaharaan, dan lumbung-lumbung negara.
Sedangkan dalam kitab Praniti Raja
Kapa-Kapa, diuraikan bahwa ada
150 menteri dan 1.500 penjabat rendahan.
Praniti Raja Kapa-Kapa mengungkapkan bagaimana sifat-sifat seorang
abdi kerajaan (abdi kerajaan adalah semua pegawai dan pejabat kerajaan yang
menjalankan fungsinya sebagai abdi raja/abdi negara).
Praniti Raja Kapa-Kapa adalah sebuah sajak/syair berbait sepuluh yang
konon sering dibacakan di kalangan kraton pada saat-saat tertentu yaitu
berkumpulnya para pejabat negara, mungkin pada saat “rapat kerja” atau “sidang
kabinet” yang dilakukan pada bulan-bulan phalguna caitra.
Satu tafsiran populer yang menarik adalah
mengenai sifat dan watak mantri ataumenteri, yang berasal dari
kata ma-tri atau tiga ciri utama, yaitu tiga sifat dasar yang harus dimiliki
oleh setiap pejabat negara yang baik, yakni berupa setya (kesetiaan),sadu (kerendahan hati), dan tuhu (kesungguhan).
Melihat struktur pemerintahannya, sistem
pemerintahan di Majapahit bersifat teotorial dan disentralisasi, dengan
birokrasi yang terinci. Raja yang dianggap sebagai penjelmaan dewa, memegang
otoritas politik tertinggi.
Hubungan antara raja dengan pegawai-pegawainya
dalam birokrasi pemerintahan kerajaan berbentuk clienship, yaitu ikatan seorang penguasa politik
tertinggi dan orang yang dikuasakan untuk menjalankan sebagian dari kekuasaan
penguasa tertinggi.
Wilayah kerajaan yang berupa negara-negara
daerah disamakan dengan tempat tinggal para dewa lokapala yang terletak di empat
penjuru mata angin.
Lingkaran pengaruh
Kerajaan Majapahit
Saat Majapahit memasuki era pemerintahan Prabu
Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada, beberapa negara bagian di luar negeri
juga termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit, sebagai hasilnya, konsep
teritorial yang lebih besar pun terbentuk:
Negara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan. Area awal
Majapahit atau Majapahit Lama selama masa pembentukannya sebelum memasuki era
kemaharajaan. Yang termasuk area ini adalah ibukota kerajaan dan wilayah
sekitarnya dimana raja secara efektif menjalankan pemerintahannya. Area ini
meliputi setengah bagian timur Jawa, dengan semua provinsinya yang dikelola
oleh para Bhre (bangsawan), yang merupakan kerabat dekat raja.
Mancanegara, area yang melingkupi Negara Agung. Area ini
secara langsung dipengaruhi oleh budaya Jawa, dan wajib membayar upeti tahunan.
Akan tetapi, area-area tersebut biasanya memiliki penguasa atau raja pribumi,
yang kemungkinan membentuk aliansi atau menikah dengan keluarga kerajaan Majapahit.
Kerajaan Majapahit menempatkan birokrat dan pegawainya di tempat-tempat ini dan
mengatur kegiatan perdagangan luar negeri mereka dan memungut pajak, namun
mereka menikmati otonomi internal yang cukup penting. Termasuk didalamnya
daerah Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali, dan juga Dramasraya, Pagaruyung,
Lampung dan Palembang di Sumatra.
Nusantara, adalah area yang tidak merefleksikan
kebudayaan Jawa, tetapi termasuk ke dalam koloni dan mereka harus membayar
upeti tahunan. Mereka menikmati otonomi yang cukup dan kebebasan internal, dan
Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan birokratnya atau tentara
militernya di sini; akan tetapi, tantangan apa pun yang terlihat mengancam
Majapahit akan menghasilkan reaksi keras. Termasuk dalam area ini adalah kerajaan
kecil dan koloni di Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan
Semenanjung Malaya.
(Uraian lebih rinci tentang Wilayah Kekuasaan
Kerajaan Majaphit akan diwedar kemudian).
Hubungan Diplomatik
Ketiga kategori di atas termasuk ke dalam
lingkaran pengaruh Kerajaan Majapahit. Akan tetapi Majapahit juga mengenal
lingkup keempat yang didefinisikan sebagai hubungan diplomatik luar negeri,
yang disebut dengan Mitreka Satata, yang secara harafiah berarti “mitra dengan tatanan
(aturan) yang sama“. Hal itu menunjukkan
negara independen luar negeri yang dianggap setara oleh Majapahit, bukan
sebagai bawahan dalam kekuatan Majapahit.
Menurut Nāgarakṛtāgama pupuh 15, bangsa asing adalah Syangkayodhyapura(Ayutthaya dari Thailand), Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si Thammarat),Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar), Kerajaan Champa(Kamboja), dan Yawana (Annam).
Mitreka Satata dapat dianggap sebagai aliansi
Majapahit, karena kerajaan asing di luar negeri seperti Cina dan India tidak
termasuk dalam kategori ini meskipun Majapahit telah melakukan hubungan luar
negeri dengan kedua bangsa ini.
Sumber phrasa Mitreka Satata berasal dari
kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular pada zaman keemasan kerajaan Majapahit.
Semboyan Mitreka Satata ini dipakai oleh Mahapatih kerajaan Majapahit yaitu
Gajah Mada.
Sebagai landasan dalam menjalankan politik
luar negeri Majapahit yang bersifat sahabat, hidup berdampingan secara damai
dengan negara-negara tetangga.
Tata Urutan
Keprajuritan Majapahit dalam Tata Pemerintahan Kerajaan Majapahit
Pada masa kini urutan kepangkatan
militer/keprajuritan Indonesia banyak dipengaruhi oleh keprajuritan
negara-negara asing (khususnya Amerika Serikat), demikian juga istilah-istilah
kepangkatannya. Pada umumnya urutan jenjang struktur dan kepangkatan militer
masa kini adalah:
1.
squad (regu), unit tembak
dan unit assault (8-16 orang), satuan pelaksana operasi terkecil dalam
ketentaraan, dipimpin kopral-sersan;
2.
platoon (peleton), 2-3 regu
(20-60 orang), dipimpin oleh letnan;
3.
company (kompi), 2-5 peleton
(70-200 orang), dipimpin oleh kapten
4.
battalion (batalion), 2-5 kompi
(300-1000 orang), dipimpin oleh mayor-letkol;
5.
regimen (resimen), 2-5
batalion (1000-3000 orang), dipimpin oleh kolonel;
6.
brigade, 2-3 resimen
(2000-5000 orang), dipimpin oleh kolonel-brigjen;
7.
division (divisi), 2-3 brigade
(10.000 orang), dipimpin oleh mayjen;
8.
corps (korps), 2 atau lebih
divisi, dipimpin oleh letjen;
9.
army group,
2-3 corps, dipimpin oleh jendral.
Berikut diwedar kembali susunan Tata Pemerintahan Majapahit:
1. Sri Maharaja:
Sri Maharaja dianggap sebagai penjelmaan Dewa
tertinggi. Memegang otoritas kebijakan politik tertinggi dan menduduki puncak
hierarki kerajaan.
2. Bhatara Sapta Prabu:
Bhattara Saptaprabhu adalah pejabat tinggi
kerajaan semacam Dewan Pertimbangan Agung atau Penasehat Raja.
3. Yuwaraja:
Raja Muda. Putra Mahkota.
4. Mahapatih Hamangkubumi:
Mahapatih Amangkubhumi adalah jabatan yang tertinggi setelah
Raja, yakni semacam Perdana Menteri (mantri mukya). Mahapatih Amangkubumi
mengepalai Badan Pelaksana Pemerintahan dan bertanggung jawab terhadap jalannya
pemerintahan kerajaan.
5. Mahamentri i hino:
Mahamenteri Hino mempunyai kedudukan penting
setelah Raja dan menerima perintah langsung dari Raja. Namun Mahamenteri Hino
bukanlah pelaksana-pelaksana dari perintah Raja, titah tersebut kemudian
disampaikan kepada penjabat-penjabat lain yang ada di bawahnya. Di antara
ketiga penjabat Mahamenteri, Mahamenteri Hinolah yang terpenting dan tertinggi.
Mahamenteri Hino mempunyai hubungan yang paling dekat dengan Raja, sehingga
berhak mengeluarkan piagam (prasasti).
6. Mahamentri i sirikan:
Mahamenteri Sirikan mempunyai kedudukan
penting setelah Raja dan menerima perintah langsung dari Raja. Namun Mahamenteri
Sirikan juga bukanlah pelaksana-pelaksana dari perintah Raja, titah tersebut
kemudian disampaikan kepada penjabat-penjabat lain yang ada di bawahnya.
Di antara ketiga penjabat Mahamenteri,
Mahamenteri Sirikan menduduki tempat tertinggi kedua setelah Mahamenteri Hino.
Mahamenteri Sirikan juga mempunyai hubungan yang dekat dengan Raja, tetapi
tidak berhak mengeluarkan piagam (prasasti).
7. Mahamentri i halu:
Mahamenteri Halu mempunyai kedudukan penting
setelah Raja dan menerima perintah langsung dari Raja. Namun Mahamenteri Halu
juga bukanlah pelaksana-pelaksana dari perintah Raja, titah tersebut kemudian
disampaikan kepada penjabat-penjabat lain yang ada di bawahnya. Di antara
ketiga penjabat Mahamenteri, Mahamenteri Halu menduduki tempat terbawah.
Mahamenteri Halu juga mempunyai hubungan yang dekat dengan Raja, tetapi tidak
berhak mengeluarkan piagam (prasasti).
8. Pasangguhan Pranaraja:
Pasangguhan Pranajaya adalah pejabat tinggi
kerajaan semacam hulubalang istana yang bertugas merencanakan dan mengambil
keputusan tentang seluk beluk pemerintahan yang harus dilaksanakan para pejabat
di bawahnya.
9. Pasangguhan Nayapati:
Pasangguhan Nayapati adalah pejabat tinggi kerajaan semacam
hulubalang istana namun kedudukannya di bawah Pasangguhan Pranaraja yang juga
bertugas merencanakan dan mengambil keputusan tentang seluk beluk pemerintahan
yang harus dilaksanakan para pejabat di bawahnya.
10. Rakryan Patih:
Rakryan Patih merupakan Pejabat Negara paling
tinggi diantara lima Pejabat Pelaksana Pemerintahan lain yang dikepalainya
yaitu Rakryan Demung (Kepala Rumah Tangga Kerajaan); Rakryan Kanuruhan
(penghubung dan tugas-tugas upacara); Rakryan Tumenggung (Panglima Kerajaan);
Rakryan Rangga (Pembantu Panglima). Mereka menjalankan tugas yang diberikan
oleh kerajaan dan mempunyai hubungan luas dengan berbagai daerah yang ada di
bawah naungan kerajaan.
11. Rakryan Demung:
Rakryan Demung merupakan pejabat tertinggi
kedua diantara lima Pejabat Pelaksana Pemerintahan. Rakryan Demung bertugas
mengatur Rumah Tangga Kerajaan.
12. Rakryan Kanuruhan:
Rakryan Kanuruhan merupakan pejabat tertinggi
ketiga di antara lima Pejabat Pelaksana Pemerintahan. Rakryan Kanuruhan
melaksanakan tugas-tugas protokoler dan bertugas sebagai penghubung diantara
para pejabat kerajaan
13. Rakryan Tumenggung:
Rakryan Tumenggung adalah Pejabat Pelaksana
Pemerintahan Bidang Militer, beliau adalah Panglima Tentara Kerajaan, sebagai
Panglima Perang Kerajaan, Rakryan Temenggung bertugas langsung membawahi para
Senopati (Kepala Pasukan Kerajaan). Rakryan Temenggung bertanggung jawab atas
pertahanan dan keamanan kerajaan.
14. Rakryan Rangga:
Rakryan Rangga merupakan Pejabat Pelaksana
Pemerintahan Wakil Panglima Tentara Kerajaan.
15. Sang Wredhamenteri:
Sang Wredhamenteri merupakan para Menteri
Senior yang bertugas membantu para pejabat tinggi kerajaan diatasnya dalam
menjalankan roda pemerintahan.
16. Sang Yuwamenteri:
Sang Yuwamenteri merupakan para Menteri Muda
yang bertugas membantu Sang Wredamenteri juga para pejabat tinggi kerajaan lain
diatasnya dalam menjalankan roda pemerintahan.
17. Sang Aryadhikara:
Sang Aryadhikara merupakan pejabat kerajaan
yang berasal dari para Thanda (semacam pegawai kerajaan) berpangkat tinggi yang
bertugas membantu Sang Wredamenteri, Sang Yuwamenteri dan para pejabat tinggi
kerajaan lain diatasnya dalam menjalankan roda pemerintahan.
18. Dharmmadhyaksa:
Dharmmadhyaksa adalah penjabat tinggi kerajaan
yang mempunyai tugas khusus secara yuridis mengurus masalah-masalah sosial
kemasyarakatan, etika dan hubungan antar umat beragama.
19. Dharmmauppapati:
Dharmmauppapati adalah pejabat yang membantu
Dharmmadhyaksa dan mempunyai tugas khusus yang sama dengan Dharmmadhyaksa yaitu
mengurus masalah-masalah sosial kemasyarakatan, etika dan hubungan antar umat
beragama.
Tata Keprajuritan Kerajaan Majapahit:
1. Sri Maharaja:
Sri Maharaja adalah pemegang kekuasaan tertinggi
Keprajuritan Kerajaan, beliau adalah Panglima Tertinggi Tentara Kerajaan.
(Raja-raja pada zaman Mataram Baru menggunakan gelar Sénopati-Ing-Ngalågå sebagai Panglima Tertinggi Tentara Kerajaan.
Gelar ini dipakai oleh Sultan Yogyakarta
sekarang, Sri Sultan Hamengkubuwono ke X.Ngarså Dalêm. Sampéyan Dalêm Ingkang Sinuwun
Kanjêng Sultan Hamêngku Buwånå, Sénopati Ing Ngalågå Ngabdulrahman
Sayidin Panåtågåmå, Kalifatullah Ingkang Jumênêng Kaping Sadåså ing
Ngayogyåkartå Hadiningrat. (mungkin dapat dipersamakan dengan Jendral Besar,
Jendral Bintang Lima).
2. Mahapatih Hamangkubumi:
Sebagai Mahapatih Amangkubhumi yang juga
mengepalai seluruh Jajaran Keprajuritan Kerajaan. (Kalau sekarang mungkin dapat
dismakan dengan Menteri Pertahanan).
3. Rakryan Tumenggung:
Rakryan Tumenggung adalah Pejabat Pelaksana Pemerintahan yang
bertugas di bidang Keprajuritan, sebagai militer aktif. Rakryan Tumenggung
adalah pangkat tertinggi dibidang kemiliteran kerajaan. Ahli strategi perang.
(kalau sekarang dapat disetarakan dengan Panglima Tentara Nasional. Pangkat:
Jendral/Laksamana/ Marsekal).
4. Rakryan Rangga: Rakryan Rangga adalah pemimpin langsung satu
kesatuan militer (sekarang kira-kira sama dengan Panglima Divisi, pangkat:
Letnan Jendral/Laksamana Madya/Komodor, mungkin juga Jendral atau Laksamana).
Tercatat selama Pemerintahan Jayanegara ada
tiga divisi utama kerajaan, yaitu: Jala Yudha, Jala Pati dan Jala Rananggana.
Sebutan Jala menunjukkan bahwa Kerajaan Majapahit merupakan Negara Maritim
(Jala = Kelautan).
Satu dari tiga divisi yakni Jala Rananggana
melakukan makar terhadap Sang Prabu Jayanegara. Pasukan Jala Yudha bersikap
mendukung istana, sedangkan pasukan Jala Pati memilih bersikap netral.
5. Senopati:
Senopati adalah Kepala Pasukan Tentara
Kerajaan, yang memimpin langsung sejumlah besar pasukan kerajaan di mana di
dalamnya termasuk Bekel dan Lurah Prajurit. Kedudukan Senopati langsung berada
dibawah perintah Rakryan Tumenggung. (Setara dengan Komandan Brigade atau
Komandan Resimen, atau paling tidak Komandan Batalion, pangkat: Brigjen atau
paling tidak Kolonel).
6. Bekel:
Bekel adalah Kepala Pasukan Tentara kecil yang
langsung berada di bawah perintah Rakryan Tumenggung dan Senopati. (Setara
dengan komandan kompi, pangkat Kapten).
7. Lurah Prajurit:
Lurah Prajurit adalah para Kepala Prajurit
yang membawahi sejumlah kecil prajurit dan berada langsung dibawah perintah
Senopati dan Bekel. (Semacam kepala regu atau komandan peleton, pangkat:
Letnan).
8. Prajurit Pasukan Khusus:
Prajurit Pasukan Khusus adalah prajurit yang
dibekali kemampuan khusus untuk menjalankan misi-misi kerajaan dan langsung
berada di bawah perintah para pimpinan prajurit di atasnya. Contoh Prajurit:
Bhayangkâri adalah Pasukan Khusus Pengawal Pribadi Raja.
9. Prajurit:
Prajurit merupakan pasukan yang bergerak di
garis depan dalam melindungi kerajaan terutama dalam medan pertempuran dan
langsung berada di bawah perintah para pimpinan prajurit di atasnya.
Peperangan
Berita Cina dari dinasti Ming menyatakan bahwa
pada tahun 1377 Suwarnabumi diserbu oleh tentara Jawa. Putra Mahkota
Suwarnabumi tidak berani naik tahta tanpa bantuan dan persetujuan dari kaisar
Cina.
Karena takut kepada raja Jawa. Kaisar Cina
lalu mengirim utusan ke Suwarnabumi untuk mengantarkan surat pengangkatan namun
ditengah jalan dicegat oleh tentara Jawa dan dibunuh.
Meski pun demikian, kaisar Cina tidak
mengambil tindakan balasan terhadap raja Jawa, karena mengakui tindakan balasan
tidak dapat dibenarkan. Sebab utama serbuan tentara jawa pada tahun 1377 ialah
pengiriman utusan ke Cina diluar pengetahun raja Jawa oleh raja Suwarnabumi
pada tahun 1373.
Pengiriman utusan itu dipandang sebagai pelanggaran
status Negara Suwarnabumi, yang sebenarnya dalah Negara bawahan Majapahit;
tarikh pendudukan Suwarnabumi diperkirakan disekitar tahun 1350. Keruntuhannya
menyebabkan jatuhnya daerah-daerahnya di Sumatra dan Semenanjung Tanah Melayu,
tunduk kedalam kekuasan Majapahit.
12 negara bawahan Suwarnabumi; 1). Pahang, 2).
Trengganu, 3). Langkasuka, 4). Kelantan, 5). Woloan, 6). Cerating, 7). Paka,
8). Tembeling, 9.) Berahi, 10). Palembang, 11). Muara Ampe, dan 12). Lamuri.
Hampir semuanya disebut Negara bawahan Majapahit dalam Nāgarakṛtāgama.
Daftar itu juga menyebut nama daerah bawahan
lainnya. Rupanya Palembang dijadikan batu loncatan bagi tentara Majapahit untuk
menundukan daerah-daerah lainya disebelah barat pulau Jawa.
Namun di daerah-daerah ini tidak ditemukan
piagam sebagai bukti adanya kekuasan Majapahit. Hikayat-hikayat daerah yang
ditulis kemudian menyinggung adanya hubungan antara berbagai daerah dan
Majapahit dalam bentuk dongeng, tidak sebagai catatan sejarah.
Dongengan itu hanya menunjukkan kekaguman-kekaguman
terhadap Majapahit.
Sejarah Melayu mencatat dongeng tentang
serbuan kejayaan Tumasik oleh tentara Majapahit berkat Blot seorang pegawai
kerajaan, yang bernama Rajuna Tapa. Konon sehabis peperangan Rajuna Tapa kena
kutukan sebagai balasan atas pengkhianatannya, berubah menjadi batu di sungai
Singapura, rumahnya roboh, dan beras simpanannya menjadi punah.
Dongengan itu mengingatkan serbuan Tumasik
oleh tentara Majapahit sekitar tahun 1350, karena Tumasik termasuk kedalam
salah satu pulau yang harus ditundukkan dalam program politik Gajah Mada dan
tercatat dalam daftar daerah bawahan Majapahit di dalam Nāgarakṛtāgama.
Negara Islam Samudra Pasai di Sumatra Utara
juga tercatat sebagai negara bawahan Majapahit. Dongeng tentang serbuan Pasai
oleh tentara Majapahit diberitakan dalam hikayat raja-raja Pasai.
Isinya demikian:
Pada pemerintahan Sultan Ahmad di pasai putri
Gemerencang dari Majapahit jatuh cinta kepada Abdul Jalil putra raja Ahmad.
Oleh karena itu ia berangkat ke Pasai dengan membawa banyak kapal sebelum
mendarat terdengar kabar bahwa Abdul Jalil dibunuh oleh bapaknya. Karena kecewa
dan putus asa Putri Gemerencang berdoa kepada dewa agar kapalnya tenggelam.
Doa itu dikabulkan dan kapalnya tenggelam,
mendengar kabar itu raja Majapahit menjadi murka, lalu mengerahkan tentara
untuk menyerang Pasai. Ketika Majaphit menyerbu Pasai sultan Ahmad berhasil
melarikan diri namun Pasi dapat dikuasai.
Ekpedisi ke Sumatra mungkin sekali dipimpin
oleh Gajah Mada sendiri karena ada beberapa nama tempat di Sumatra yang
mengingatkan serbuan Pasai oleh tentara Majapahit dibawah pimpinan Gajah Mada
dan memang dongengnya ditafsirkan demikian oleh masyarakat setempat.
Misalnya sebuah bukit di dekat kota Langsa
yang bernama Majak Pahit. Menurut dongeng tentara Majapahit membuat benteng di
bukit itu dalam persiapan menyerang Temiang. Rawa antara Perlak dan Peu Dadawa
bernama Paya Gajah (Gajah Mada) menurut dongeng rawa itu dilalui oleh tentara
Majapahit di bawah pimpinan Gajah Mada dalam perjalanan menuju Loksumawe dan
Jambu Air yang menjadi sasaran utamanya.
Angkatan Laut Kerajaan
Majapahit
Dalam Pujasastra Nāgarakṛtāgama dikenal seorang pelaut ulung, yang merupakan
tangan kanan Sang Mahapatih Gajah Mada di dalam tugas mempersatukan
kepulauan-kepulauan Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit.
Konon rahasia kekuatan armada angkatan laut
Kerajaan Majapahit sejak jaman Gajah Mada yaitu terletak pada kharisma pimpinan
angkatan laut, dia adalah Senopati Sarwajala Mpu Nala, (dapat disetarakan
dengan Panglima atau Kepala Staf Angkatan Laut dengan pangkat Laksamana Muda
atau Laksamana Madya Laut),
Di bawah kendali Senopati Sarwajala Mpu Nala,
kapal-kapal perang Kerajaan Majapahit mengarungi samudra menaklukkan satu demi
satu pulau-pulau dan negara-negara di kawasan Nusantara dalam rangka
mempersatukan Nusantara di bawah kedaulatan Majapahit.
Kelak setelah Mahapatih Gajah Mada lengser,
Mpu Nala berpangkat Tumenggung, dengan demikian namanya adalah Rakryan
Tumenggung Nala. (Laksamana Nala).
Mpu Nala dalam membangun kekuatan laut yang
tersohor kala itu, beliau menemukan sejenis pohon raksasa yang dirahasiakan
lokasinya, untuk membangun kapal-kapal Majapahit yang berukuran besar di masa
itu.
(Berita berikut di bawah ini masih diragukan
kebenarannya, karena belum ada rujukan yang bernilai historis):
Konon persenjataan kapal-kapal Majapahit
berupa meriam Jawa. Gajah Mada kecil pernah diasuh oleh tentara Mongol yang
dikirim Kublai Khan menyerbu Jawa guna membalas penghinaan yang dilakukan oleh
Prabu Kertanegara mencoreng-coreng wajah utusan Tiongkok yang menuntut agar
Singasari tunduk di bawah kekuasaan Tiongkok.
Gajah Mada diajarkan oleh pengasuhnya orang
Mongol itu mengenai prinsip senjata api sederhana. Selanjutnya Gajah Mada
mengembangkan senjata api itu untuk mempersenjatai kapal-kapal perang Majapahit
ciptaan Mpu Nala yang istimewa itu, hingga mampu merajai wilayah di perairan
Selatan (Nan Yang).
yan rusaka thani milwa ng akurang upajiwa tikang nagara
yan taya bhrtya katon waya nika paranusa tekangreweka
hetu nikan pada raksan apageha lakih phala ning mawuwus
Jika desa rusak, negara akan kekurangan bahan makanan,
Kalau tidak ada tentara, negara lain mudah menyerang kita,
Karenanya peliharalah keduanya, itu perintah saya!]
2. Kertawardhana (Ayah Sang Raja);
3. Tribhuwana Tunggadewi (Ibu Suri);
4. Rajadewi Maharajasa (Bibi Sang Raja);
5. Wijayarajasa (Paman Sang Raja);
6. Rajasaduhiteswari (Adik Sang Raja);
7. Rajasaduhitendudewi (Adik Sepupu Sang Raja);
8. Singawardhana (Suami Rajasaduhiteswari);
9. Rajasawardhana (R. Larang, Suami Rajasaduhitendudewi).
rakryan mahamantri i halu, dan
rakryan mahamantri i sirikan.
2. Rakryan Tumenggung (Panglima Kerajaan);
3. Rakryan Demung (Kepala Rumah Tangga Kerajaan);
4. Rakryan Rangga (Pembantu Panglima);
5. Rakryan Kanuruhan (penghubung dan tugas-tugas upacara).
2. Mahapatih Dyah Halayuda (Mahapati) 1316 – 13233.
3. Mahapatih Arya Tadah (Empu Krewes) 1323 – 13344.
4. Mahapatih Gajah Mada 1334 – 1364
5. Mahapatih Gajah Enggon 1367 – 1394.
6. Mahapatih Gajah Manguri 1394 – 13987.
7. Mahapatih Gajah Lembana 1398 – 14108.
8. Mahapatih Tuan Tanaka 1410 – 1430
ii. kandhamuni,
iii. manghuri,
iv. pamwatan,
v. jhambi,
vi. kandangan rare, dan
vii. kandangan atuha.
2. Arya;
3. Dang Akarya.
b. rakryan mantri i sirikan adalah Dyah Palisir;
c. rakryan mantri i halu adalah Dyah Singlar.
b. Rakryan Demung adalah Pu Rentang,
c. Rakryan Kanuhunan adalah Pu Elam,
d. Rakryan Rangga adalah Pu Sasi, dan
e. Rakryan Tumenggung adalah Pu Wahana.
b. Rakryan Patih Matahun: Pu Tanu.
2. Sang Arya Wangsaprana: Pu Menur;
3. Sang Arya Jayapati: Pu Pamor;
4. Sang Arya Rajaparakrama: Mapanji Elam;
5. Sang Arya Suradhiraja: Pu Kapasa;
6. Sang Arya Rajadhikara: Pu Tanga;
7. Sang Arya Dewaraja: Pu Aditya;
8. Sang Arya Dhiraraja: Pu Narayana.
2. Dharmadhyakasa Kasogatan: Dang Acarya Nadendra;
3. Pamegat Tirwan: Dang Acarya Siwanata;
4. Pamegat Manghuri: Dang Acarya Agreswara;
5. Pamegat Kandamuni: Dang Acarya Jayasmana;
6. Pamegat Pamwatan: Dang Acarya Widyanata;
7. Pamegat Jambi: Dang Acarya Siwadipa;
8. Pamegat Kandangan Tuha: Dang Acarya Srigna;
9. Pamegat Kandangan Rare: Dang Acarya Matajnyana.
Mantri wrddha pararyya len para pasangguhan sakaparek
Mwang sang panca ri wilwatikta mapageh demung kanuruhan
Tansah rangga tumenggung uttama ni sang marek woki penuh.
Don ing bhasa parapatih parademung sakala n apupul
Anghing sang juru ning watek pangalasan mahingan apageh
Panca kweh nira mantri anindita rumaksa karyya ri dalem.
Ngkane heb ning asoka munggwi hiring ing witana mangadeg
Dharmadhyaksa kalih lawan sang upapatti saptadulur
Sang tuhwaryya lekas niran pangaran aryya yukti satirun.
Comments
Post a Comment